Wajah Vivaldi kian memucat. Tangan pria yang mulai keriput itu meremas ujung jubah tidurnya. Semua itu disaksikan oleh Arabella dengan senyum tertahan.
'Itulah yang kutunggu-tunggu, Ayah,' batin Arabella.
Perlahan tapi pasti, semuanya berjalan semakin sesuai dengan yang Arabella inginkan. Rose yang mendapatkan hukumannya lebih cepat, dan Vivaldi yang kian terdesak.
"Grand Duke," Vivaldi memanggil Julian setelah menarik nafas panjang untuk memberanikan dirinya.
"Hm?" Julian membalas santai masih dengan senyum tipis. Netra merah darahnya bergulir dengan sorot tajam secara bergantian dari Rose hingga empat pria itu.
"Maaf, meskipun Anda adalah kekasih sekaligus calon tunangannya Arabella, tapi bukankah tidak sopan jika Anda ber-"
"Sejak kapan aku mempedulikan kesopanan?" sela Julian. Kali ini ia tidak menggunakan bahasa formal, membuat Vivaldi terkesiap dengan nada dingin yang terdengar dari bibir Julian.