"Aku ingin tahu, kenapa kamu mengajak Arabella bertunangan di saat aku juga masih berstatus sebagai tunanganmu?" lontar Riana.
Tangannya yang berbalut sarung tangan saling memilin sebagai pelampiasan rasa gelisahnya, sementara Jovan kali ini menatap Riana dengan sinis.
"Kau tidak sadar diri, ya?"
Sakit. Riana meneguk ludahnya kasar dan menahan diri untuk tidak meneteskan air mata karena rasa sakit yang menghujam rongga dadanya.
Padahal, ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan Jovan. Tapi kenapa usahanya mengkhianati hasil? Bukan seperti ini yang Riana mau.
'Apakah aku lepaskan saja Jovan dan merayu Grand Duke?' pikir Riana.
Perasaan yang dirasakan oleh Riana untuk Jovan bukanlah cinta, melainkan rasa bangga karena bisa memiliki pria yang berkedudukan tinggi di kerajaan ini. Meskipun posisi Jovan lebih rendah dari Julian, tapi setidaknya Riana masih bisa berbangga diri di atas gadis-gadis bangsawan lainnya.