Beberapa securiti datang dan memisahkan kedua pria itu dan membawa mereka berdua ke kantor keamanan. Olga menghampiri waitres-waitres restoran.
Semua waitres memberi hormat pada Olga dengan menganggukkan kepalanya.
"Malam, mamih." sapa semua waitres.
Olga angguk-angguk, ia melirik ke seluruh restoran yang sudah seperti kapal pecah. "Rapih kan semua kekacauan ini, dan hitung semua kerugian yang sudah dibuat oleh kedua orang tadi." perintah nya. "Kenapa mereka berdua bisa berkelahi, ada yang bisa jelas kan?" selidik Olga, ia melipat kedua tangan nya di dada nya.
Semua waitres menjawab serempak, "Siap, mamih!" mereka mulai memberes kan dan membersih kan restoran.
"Saya yang akan menjelas kan sama Mamih, kronologi kejadian nya." jawab kepala waitres, Olga angguk-angguk.
"Pria yang dikuncir itu setahu saya tamu yang nginap di hotel ini, ia berada di sini sejak habis isya teman nya yang satu lagi menyusul, mereka berdua minum bir. Sehabis bayar bir tiba-tiba mereka berdua berseteru tentang wanita kalo saya gak salah denger, begitu yang saya tahu." jelas kepala waitres dengan rinci.
"Oh jadi Si Brunei tamu di hotel ini, kirain Si Ratna kemaren bohong pas bilang dia nginep di hotel tempat ku kerja, ternyata dia gak bohong." batin Olga.
"Begitu ya, ribut gara-gara cewek? Dasar pria, sama saja!" Olga mengerling malas. "Ya sudah, hitung semua kerugian nya berapa dan langsung tagih ke pria yang nginap di hotel ini tadi." perintah Olga lagi.
"Baik, ada yang mau mamih tanyakan lagi?" tanya kepala waitres ramah.
"Gak ada, kalo ada apa-apa hubungi saya. Terima kasih." kepala waitres angguk-angguk, Olga melengos ke arah ruangan nya yang berada di lantai atas.
"Ributin cewek, hari gene! Kaya gak ada cewek lagi aja di dunia ini pake acara diributin segala, Heran! Ngapa juga aku sewot, ya? Bukan urusan ku, au ah!" gumam nya, ia geleng-geleng.
"Malam, mamih." sapa resepsionis, ia tersenyum simpul.
"Malam." sahut Olga, ia menghampiri meja resepsionis.
"Tadi yang ribut di restoran itu, bener tamu di sini?" tanya Olga memastikan.
"Bener Mamih, tadi sore dia nanyain Mamih ke saya." terang resepsionis berwajah manis itu.
Olga mengerut kan dahi nya, "Nanyain saya, mau ngapain dia nanyain saya?" mimik wajah nya penuh kebingungan.
"Nah loh, mau ngapain lagi dia nanyain aku ke resepsionis? Dia menakut kan sekali, ih!" pikir Olga, ia menelan ludah.
"Dia nanyain, apa di sini ada karyawan yang nama nya mamih Olga dan apakah mamih juga, resepsionis? Saya bilang ada yang nama nya mamih Olga, tapi bukan resepsionis melain kan manager saya, gitu mih saya jawab nya." terang resepsionis lagi dengan rinci.
"Ah gitu ya, dia nginep di lantai berapa dan udah berapa hari dia di sini, dia sendiri atau dengan cewek atau istri nya gitu?" selidik Olga.
"Bentar saya cek, mih." ia cek daftar tamu di laptop. "Nama nya Nathan Bruno di kamar 1045, baru dua hari masuk besok jadi tiga hari dan dia sendiri kok, mih." ia menutup laptop nya, Olga melirik ke arah jam dinding.
"Sekarang jam setengah dua belas, besok tiga hari dia nginep dan dia sendiri. Kenapa tadi dia ributin cewek, apa dia punya pacar di sini atau istri nya orang sini? Eh, ngapain juga aku jadi mikirin dia sampe ke situ, Capedeh!" batin nya.
"Besok baru tiga hari dia di sini, ya sudah kalo ada apa-apa kamu hubungi saya ya." resepsionis anggukkan kepala.
"Siap, Mamih!" mereka berdua saling melempar kan senyum, Olga melanjut kan langkah nya ke ruangan nya.
"Baru sampe tempat kerja udah dapet masalah gara-gara Si Brunei ribut di restoran, lumayan banyak juga itu ganti rugi buat kekacauan yang dia buat ku lihat banyak properti yang rusak. Ada-ada aja tuh cowok satu, Ampun dah!" Olga tepok jidat, ia mulai sibuk dengan kerjaan nya yang sudah menumpuk di meja kerja nya.
Sementara kepala waitres menghampiri kedua pria itu di kantor keamanan dengan membawa tagihan atas kerugian yang dialami restoran.
"Bagaimana pak, apa saya udah bisa keluar dari sini? Saya masih banyak urusan, nih!" ucap David, ia elus-elus pipi nya yang lumayan lebam.
"Tunggu sebentar ya pak, kepala waitres restoran sedang kemari." ucap salah satu securiti.
"Kenapa saya harus tunggu, kepala waitres? Kalo urusan ganti rugi, bapak tagih saja sama dia karena dia yang mulai." David menunjuk dan melirik sinis ke arah Nathan.
"Wow ... Bagus juga akting Si David, sangat meyakinkan! Tak rugi lah aku bayar dia nanti, sahabat pun minta bayaran kata nya janji mau bantu. Kena bayar juga aku apa lah dia nih, ehs!" batin Nathan, ia pasang wajah datar.
Securiti melirik ke arah Nathan. "Gimana pak, apa bapak bersedia ganti rugi?" tanya nya memastikan.
"Baik, saya yang akan ganti rugi." jawab Nathan singkat.
David langsung berdiri, "Udah denger kan dia yang mau ganti rugi, jadi saya bisa pulang sekarang." ia merapih kan baju nya.
"Bapak sudah boleh pulang, silahkan." David mengedip kan sebelah mata nya ke arah Nathan, dan Nathan mengacung kan jempol nya tanpa terlihat securiti.
David berjalan ke arah pintu lalu dia menoleh ke arah Nathan.
"Urusan kita belom selesai, ingat itu!" gertak David, ia melengos ke luar kantor keamanan. Nathan menaikkan alis nya sebelah. Semua securiti menoleh ke arah Nathan.
"Si*l, ku pikir dia gak akan lakukan itu saat akan keluar. Bener-bener sempurna akting nya ternyata, sahabat ku ini." puji Nathan, ia tersenyum tipis.
David berpapasan dengan kepala waitres dan hanya saling bertatapan seraya terus melangkah tanpa sepatah kata pun keluar dari mulut mereka berdua.
"Dia kok udah boleh pulang, berarti yang bayar ganti rugi ini yang nginap di hotel ini dong? Dah lah, gak urus aku soal pria itu yang penting ada yang bayar nih semua kerusakan di restoran, kalo gak bisa aku yang harus ganti rugi, mampus aku!" batin kepala waitres, ia menelan ludah.
"Nasib baik aku dah boleh pulang, pada sakit badan dan muka ku yang ganteng ini hilang sudah ketampanan ku. Perasaan gigi ku ada yang goyang, Si Nathan pukul nya kenceng banget lagi. Sial*n juga punya sahabat, dia mau aku mati ya!" dumel nya, ia elus-elus tangan, perut dan wajah nya dan merasa kan gigi-gigi nya yang terasa goyang. "Kalau syuting dibayar mahal nih aku, ini harga persahabatan aja terus muka sama badan bonyok, capedeh!" ia kacain muka dan gigi nya di kaca tengah mobil nya lalu melaju dengan kecepatan tinggi meninggal kan hotel.
Kepala waitres menghampiri Nathan dan duduk di sebelah nya.
"Saya membawa catatan semua properti yang sudah bapak rusak di restoran dan ini rincian nya, ya pak." celetuk nya tanpa basa-basi lagi, ia menyodor kan nota ke arah Nathan.
Nathan melirik ke arah nota dan meraih nya, dia baca rincian nya dengan sangat teliti.
Kepala waitres sudah harap-harap cemas wajah nya penuh dengan kekhawatiran yang tiada Tara, rasa ketakutan menghantui nya jika Nathan tidak mau ganti rugi semua kerusak kan di restoran yang sudah ia lakukan.