Kabar yang sekarang ini Claire dengar adalah dari mendiang Kakak nya sendiri alias Leon. Tadi malam Claire tidak sempat memastikan Leon apakah ada di dalam kamarnya atau tidak, yang Claire tahu bahwa Kakak nya pasti akan menurut jika dia meminta untuk diam. Namun sepertinya kemarin Leon membantah diam di rumah dan menyusul Claire tanpa menghubungi.
Claire menyesal telah pergi. Namun waktu tidak bisa terulang kembali, Leon menghindar dari mobil truk yang oleng. Beruntungnya masih selamat. Jika tidak, Claire akan menyalahkan dirinya mati-matian karena tidak bisa menjaga satu-satunya keluarganya yang tersisa.
"Kakak, tidak apa-apa. Kamu tidak perlu khawatir, Claire." Leon terus saja berkata seperti itu saat adiknya sama sekali tidak mengucapkan apapun selain … maaf.
Claire akan lebih merasa hancur jika sesuatu terjadi pada Kakak nya.
"Kamu lebih baik pulang dan mengganti pakaian seragam sekolahnya." titah Leon. Kalau saja Claire tahu malam tadi terjadi kecelakaan yang di alami oleh Kakak nya, mana mungkin Claire akan pergi ke sekolahan? Salahkan dirinya yang lupa mengisi baterai handphone nya kemarin.
Saat pulang dari sekolah Claire mendapati kabar lewat handphone yang berbunyi, dia di hubungi oleh pihak rumah sakit bahwa Leon mengalami kecelakaan mobil. Claire masih memiliki keberuntungan Kakak nya hanya luka ringan. Dahinya masih di perban karena terbentur setir.
Claire merasa tidak berguna.
"Claire, kamu sudah makan siang belum?" Leon bertanya kembali yang hanya di sambut dengan gelengan kepala adiknya. "Kenapa belum?"
"Kak Leon, celaka karena aku."
"Claire." Leon meraih lengan kanan adiknya dengan raut sendu. "Kamu sudah mengingatkan, Kakak. Tetapi karena rasa khawatir dan resah justru membuat, Kakak, ingin melindungi kamu. Hanya itu saja. Kakak, tidak tahu jika akan kejadian seperti ini."
Entah sudah ribuan kali Claire hanya menghembuskan napasnya halus.
"Kamu marah karena, Kakak, tidak menepati janji, ya?"
Claire menggeleng pelan. "Aku merasa kejadian ini salah aku sendiri."
"Jangan pernah berpikir seperti itu." pungkas Leon cepat. "Lagi pula ini sudah terjadi, jangan di sesali juga apalagi menyalahkan diri kamu. Ini sepenuhnya salah, Kakak."
Iris Claire sedikit bergulir ketika dia merasakan aura negatif yang baru saja di rasakan. Jangan sampai ada suatu hal yang akan terjadi lebih dari hal sekarang. Claire harus bisa mengandalkan sekaligus menetralkan keresahannya agar tidak membuat ruangan inap Kakak nya menjadi panas.
"Claire, takut pesan yang selama ini terucap justru, Kak Leon, lupain atau di hirauin."
Leon mengulas senyum. "Seharusnya memang, Kakak, mendengarkan apa yang sudah di peringatkan. Akan tetapi mungkin ini semua sudah menjadi takdir, mau seperti apapun itu jika Tuhan berkehendak maka akan terjadi. Maka dari itu." jedanya sambil menatap Claire penuh arti. "Kakak, sangat bersyukur masih bisa melihat kamu di sini. Jika tidak, bagaimana bisa kamu hidup sendiri tanpa seseorang yang bisa di percaya untuk menjaga kamu?"
Setiap kalimat dari Leon membuat Claire semakin takut.
Jika kemampuannya saat ini masih menerap di dalam dirinya, apa kedepannya Claire akan terus melihat hal buruk lainnya? Kenapa tidak yang baik saja? Hal buruk dari orang sekitarnya pun sudah membuatnya seram. Claire ingin sekali saja melihat peristiwa yang menggembirakan, bukan hanya terus mengenai keburukan.
Entah sampai kapan Claire memiliki kemampuannya itu. Mengelak dan berdo'a pun pasti tidak semudah dengan pikiran dan keinginannya untuk menghilangkan hingga berpura-pura menjadi anak normal seperti dulu.
Apa Claire bisa kembali normal layak seperti umumnya?
"Kak Leon, jangan pernah lupa setiap pesan dari aku." Claire mengingatkan. "Kalau ada bisikan nanti tutup telinga dan jangan dengerin."
>>>>>>>>>>>
Vero menggelengkan kepalanya ketika pikirannya mulai kacau. Entah kenapa ucapan dari para temannya tentang Claire membuatnya menjadi kepikiran hingga terbawa dalam lamunan. Vero memang lebih sering mencari Claire untuk di ajaknya mengobrol, walau dirinya tahu bagaimana sikap cewek itu.
Claire bisa mengalahi para cowok sok cool di sekolahannya, walau Claire bukan karena alasan itu. Vero yakin jika ada sesuatu hal yang ada dalam diri cewek tersebut. Jika boleh Vero menebak, sebenarnya Claire itu bisa asyik di ajak mengobrol, namun hanya saja dari tatapan yang sinis dan tajam itu membuat orang lain tidak nyaman.
Kecuali Vero yang memang sudah menaruh rasa penasaran dari sikap dingin Claire.
"Dia bisa tahu kapan orang celaka?" Vero mengelus dagunya pelan masih dengan lamunannya. "Kenapa bisa begitu, ya?"
Bahkan kalau saja Vero tahu, Claire juga bertanya seperti itu pada dirinya sendiri hingga saat ini. Apalagi dengan orang lain yang pasti berpikir lebih buruk dari kemampuannya yang di miliki. Vero bukannya tidak percaya, namun setiap ada larangan yang keluar dari mulut cewek itu, maka jika di lakukan dan tidak mendengar, terjadilah suatu hal tersebut.
Vero bingung sekaligus tidak bisa mencerna apa yang sebenarnya Claire alami atau memang hanya takdir dan kebetulan saja? Mungkinkah di balik semua itu terdapat ganjalan di hati Claire? Firasat buruk yang hanya di rasakannya dengan asal menebaknya?
Terdengar seperti lelucon.
Vero enggan bertanya karena itu memang privasi. Lagi pula siapa Vero untuk Claire? Teman saja bukan apalagi lebih. Claire mana mungkin bersedia menceritakan lebih detil sedangkan hal itu pasti akan terdengar sensitif di telinganya. Vero tidak berani bertanya sebelum ucapan apa adanya keluar langsung dari mulut cewek tersebut.
"Apa harus gue tes?" Vero duduk bersila, lengannya di letakkan di atas paha. "Soal baca pikiran, mungkin gue bisa gunain itu sebagai contoh awal. Bener atau engga dia bisa baca pikiran gue atau orang di sekitarnya."
Vero harus tahu kenapa bisa Claire di jauhi. Semua murid di sekolahannya menjadikan Claire bahan omongan. Di jadikan gosip hingga terdengar ke telinganya. Bukan kah niat Claire itu baik pada orang sekitarnya? Coba saja Claire diam tanpa memberitahu apapun ketika salah satu dari mereka akan celaka, bukan kah itu jahat?
Vero tidak habis pikir dengan orang yang menuduh Claire seperti dukun. Hanya karena tidak pernah sedikit pun mengulas senyuman mereka menuding Claire memiliki guna-guna untuk mencari tumbal. Vero tidak pernah percaya dengan para gosip yang terkenal di sekolahannya. Mereka membeberkan berita yang jauh dari kebenaran.
Mereka tidak memikirkan perasaan bagaimana Claire sebagai murid baru di sana justru menjadi tidak nyaman. Tidak bisakah membuat murid baru itu betah di sana? Claire pasti merasa terkekang dengan segala ucapan tuduhan dari para murid yang tidak menyukainya.
"Gue harus bantu, Claire. Mereka emang ga punya hati, adanya murid baru harus bisa buat nyaman dan bersikap baik. Eh, ini malah di jadiin bahan gosip ga jelas." Vero mengerutu, kepalanya menoleh ketika ada suara ketukan dua kali dari arah pintu kamarnya.
"Siapa?" tanya Vero masih di atas kasurnya. Sedetik kemudian Vero berpikir. "Gue kan sendiri di rumah. Terus yang ketuk pintu …?"