Chereads / Cinta Yang Dirindukan / Chapter 10 - Menutup Luka Dengan Senyuman

Chapter 10 - Menutup Luka Dengan Senyuman

"Kamu bisa saja. Aku tidak sebaik yang kamu kira." Ucap Tiara sambil tersenyum pahit.

"Jangan terlalu merendah! … Ya sudah, aku pamit dulu, aku berdo'a, semoga kamu bahagia dan segera menemukan ganti yang lebih baik. Sampai ketemu lagi ya!"

"Iya."

Setelah kepergian Ryan, Tiara termenung seraya bergumam dalam hatinya.

'Ya Allah apakah engkau cemburu padaku? Sehingga engkau berikan rasa sakit seperti ini?'

Tiara hanya manusia biasa yang bisa terluka bahkan hancur ketika kehilangan kasih sayang orang yang ia cintai. Akan tetapi Tiara adalah salah seorang yang mampu sadar kalau cinta yang ia rasakan tidak pernah salah, hanya saja terlalu berharap kepada manusia akan melahirkan kekecewaan.

Untuk seorang perempuan yang hatinya terluka, tidaklah mudah menjalani hari-hari tanpa sapaan lembut kekasih hati, meski senyum coba dihadirkan namun tetap saja kenangan itu mengusik relung jiwanya.

Dengan kejadian ini, Tiara tidak heran lagi dengan para perempuan di luar sana yang hampir bunuh diri karena dikhianati bahkan rela melakukan apa saja asal tidak kehilangan orang yang dicintainya, hingga nafsu yang berkedok cinta membutakan mata hati mereka akan keberadaan Tuhan pemilik segalanya.

"Ra, tadi siapa?" Tanya Rasty yang sedari tadi memperhatikan Tiara dari kejauhan.

Tiara tersadar dari lamunannya saat mendengar pertanyaan Rasty. Dia lalu menoleh sambil tersenyum.

"Temannya Ferdinan." Jawab Tiara dengan santai.

"Dia bilang apa?"

"Itu tidak penting!"

Tiara malas menceritakan kembali apa yang sudah dia dengar dari Ryan, karena itu terlalu menyesakkan dada.

"Oh begitu. Ya sudah, kita makan saja dulu dan lupakan hal yang membuat sakit hati. Selamat makan!" Ucap Rasty sambil mencuci tangannya sebelum menyantap lalapan yang sudah tersedia di atas meja mereka.

"Ok." Sahut Tiara seraya mengikuti Rasty untuk mencuci tangannya terlebih dahulu.

Setelah selesai makan, Tiara bersandar di sandaran kursi seraya memutar bola matanya ke semua tamu yang sedang menikmati makanannya di rumah makan itu.

Tiba-tiba, tatapan Tiara berhenti ketika melihat seorang lelaki sedang ngobrol dengan temannya sambil menikmati secangkir teh.

'Bukankah itu lelaki yang membantuku di toko buku tadi?' Gumam Tiara sambil terus menatapnya untuk memastikan dugaannya.

Entah mengapa Tiara merasa sudah mengenal lama pemuda itu. Semakin dia amati, semakin besar rasa penasarannya.

Pemuda itu memiliki postur tubuh yang tinggi, ramping namun berisi. Kulitnya putih bersih dengan garis wajah yang tegas, bila tersenyum lesung pipinya langsung terlihat, yang melengkapi aura ketampanannya. Pembawaannya sangat tenang, dan cara bicaranya begitu teratur, sehingga Tiara benar-benar tak berkedip ketika melihatnya.

'Siapa lelaki itu?'

Sadar atau tidak sadar. Tiba-tiba saja lelaki itu menoleh ke arah Tiara. Seketika itu Tiara bergegas memalingkan wajahnya.

'Astagfirullohalazim,

Apa yang aku lakukan? Aduh … Malu banget ketahuan memperhatikan cowok.'

Ekspresi Tiara menjadi rumit hingga membuatnya salah tingkah. Dia cemas kalau lelaki itu benar-benar melihatnya dan berpikir buruk terhadapnya.

"Ra, kamu kenapa? "

Rasty merasa heran ketika memperhatikan ekspresi Tiara yang mendadak aneh.

"Tidak apa-apa kok. Oh ya, kalau kak Rasty sudah selesai makan, kita langsung pergi saja ya!"

"Kok buru-buru banget sih?"

"Udah adzan, makanya kita harus buru-buru pergi, biar kita bisa sholat dan istirahat di rumah teman kakak itu.

"Begitu rupanya. Aku bayar dulu ya!" Ucap Rasty seraya berdiri dari duduknya.

"Aku tunggu kakak di parkiran!"

"Iya."

Setelah itu Tiara bergegas keluar dari rumah makan itu sambil menunduk.

Setelah lama menunggu, Rasty keluar dari rumah makan sambil berjalan menghampiri Tiara.

"Kak, aku tidak jadi ikut ke rumah teman kakak. Karena aku ingin ke rumah sepupuku Hana. Aku sudah izin sama Ibu untuk menginap. Kita bisa pulang besok pagi-pagi kan?"

Hanya karena bertemu sahabat Ferdinan, hati Tiara kembali remuk, namun dia merasa malu untuk cerita sama Rasty setelah curhatan mereka yang terakhir. Oleh karena itu, mumpung dia ada di Mataram, Tiara pun menggunakan kesempatan itu untuk bertemu Hana.

"Kakak bisa kan antar aku ke sana?" Lanjut Tiara.

"Rumah sepupumu itu di mana?"

"Dia tiggal di Ampenan." Jawab Tiara.

"Oh, berarti kita ke tujuan yang sama. Tapi, nanti kamu kasih tunjuk aja rumahnya di mana siapa tau dekat dengan komplek rumah teman kuiahku itu!"

"Ok"

"Oke, kalau begitu kita berangkat sekarang!" Kata Rasty seraya menyalakan motornya.

Setelah lama di perjalanan, mereka akhirnya sampai di depan gerbang rumah Hana.

"Makasih ya kakak Rasty yang cantik, karena sudah mau mengantarku sampai di sini. Aku do'akan kakak sama kak Rama segera menikah. Hehe …" Ucap Tiara seraya memeluk hangat Rasty sembari mengirim do'anya untuk Rasty dan pacarnya yang juga sedang melakukan hubungan LDR-an selama dua tahun lebih.

"Apaan sih pakai makasih segala, bukankah kita sahabat? Dan untuk do'a aku langsung Aamiin kan. Ya sudah, aku pergi dulu ya, sampai ketemu besok pagi!"

Setelah mengatakan itu Rasty langsung pergi. Tiara pun bergegas masuk melewati gerbang yang tidak dikunci.

"Assalamu'alaikum, Hana!"

"Wa'alaikumsalam, Tiara?"

Mendengar suara cempreng Tiara, Hana yang lagi sibuk di kamarnya langsung keluar dan mendapati Tiara sedang berdiri di depan pintunya. Melihat Hana, Tiara langsung tersenyum dan memeluk Hana.

"Kok kamu tau kalau yang mengucap salam adalah aku?" Tanya Tiara setelah melepas pelukannya.

"Karena hanya kamu yang memiliki suara cempreng. Oh iya, kenapa kamu tidak bilang kalau mau datang?" Tanya Hana heran.

"Tidak sempat soalnya aku ke sini tanpa rencana, dan tadi diantar oleh Kak Rasty. Kami habis dari toko buku Airlangga. Karena Rasty mau menginap di rumah sahabatnya pas kuliah, makanya aku menginap di sini aja karena tidak enak kalau di rumah orang. Aku juga sudah izin ke Ibu." Jelas Tiara.

"Oh begitu. Ya sudah, kita masuk aja dan ngobrol di kamar! Aku senang kamu mau menginap malam ini karena kebetulan Ummi sedang menengok nenek di Selong"

"Oke." Sahut Tiara seraya mengikuti Hana masuk ke kamarnya.

Tidak lama setelah itu, mereka sampai di kamar Hana yang sederhana dan dipenuhi oleh berbagai jenis buku, mulai dari novel dan nasihat-nasihat agama. Karena merasa lelah, Tiara pun langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur Hana.