Beberapa Hari Kemudian.
Setelah menghadiri sebuah acara, Tiara menyempatkan diri untuk mampir di Taman.
'Taman ini masih sama walaupun rasa yang pernah ada sudah menghilang. 'Batin Tiara sembari menikmati sapuan lembut angin yang berhembus.
"Tiara ... "
Mata Tiara membulat sempurna ketika telinganya menangkap suara akrab dari arah kirinya.
'Suara ini ... '
"Bolehkah aku duduk?"
Tiara menoleh ke arah kirinya ketika mendengar kalimat kedua dari orang itu. Seketika itu ia terkejut melihat Ferdinan berdiri dengan tegak dan masih bersama pesona yang selalu membuat jantung Tiara berdetak.
'Jantung ini berdetak karena terkejut bukan karena aku belum move on.' Batin Tiara.
Kecanggungan menyelimuti pertemuan mereka, karena untuk pertama kalinya di tempat mereka dulu sering memadu kasih, makan bersama, jalan berdua bergandengan tangan dan banyak lagi, mereka dipertemukan setelah sekian lama.
Kenapa harus di Taman yang dipenuhi oleh berjuta kenangan? Dan kenapa kebetulan seperti ini?
Ferdinan duduk di samping Tiara tanpa izin dari Tiara.
"Ra, apakah tidak ada kesempatan lagi untuk diriku? Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi tolong percayalah!"
Dengan penuh harapan diraihnya tangan Tiara, namun dengan segera Tiara memalingkan wajahnya dan menyembunyikan tangannya, Ferdinan mulai mengamati sikap Tiara yang berbeda tidak seperti dahulu.
Sebenarnya Ferdinan sengaja pulang ke Lombok Timur hanya untuk menemui Tiara. Ia berhasil mengikuti Tiara hingga ke Taman itu. Jadi, ini bukan kebetulan.
"Tiara, tolong jangan diam saja! Berikan aku jawaban!"
Tiara mendesah lalu menoleh ke arah Ferdinan.
"Memangnya ke mana pacarmu? Apakah kamu juga akan meninggalkannya tanpa memikirkan perasaan orang lain lagi?" Tanya Tiara dengan sedikit ketus.
"Aku sudah putus dengan dia karena Ibuku tidak setuju dan meminta agar aku kembali kepadamu. Ibuku hanya ingin aku menikah denganmu!"
Tiara yang merasa cinta di hatinya sudah musnah, mencibir semua yang dikatakan Ferdinan.
"Ra, kenapa kamu kembali diam?" Ferdinan mulai merasa tidak nyaman dengan kediaman Tiara.
Tiara merasa muak dengan Ferdinan. Ia pun menarik napas.
"Kamu tau Kakak? Kehormatan seorang lelaki itu dipegang dari kata-katanya. Jika sekali dia tak bisa menepatinya maka bagaimana bisa dipercayai lagi? Hubungan kita itu ibarat gelas yang sudah pecah, jika pun diperbaiki bentuknya pasti tidak akan pernah sama lagi. Jadi, saya tidak bisa kembali bersama Kakak!'
Mendengar perkataan Tiara, Ferdinan langsung terdiam karena dia merasa kehilangan kata-kata. Entah mengapa hatinya terasa sesak dengan penolakan Tiara. Gadis yang sangat ia cintai itu. Namun, ia lupa bagaimana ia harus merawat cintanya.
"Ra, tidakkah kamu melihat ketulusanku? Aku jauh-jauh kembali ke Lombok Timur hanya untuk bertemu denganmu, bahkan aku meninggalkan pekerjaanku demi kamu!" Suara Ferdinan terdengar putus asa dan matanya mulai memerah.
"Itulah dirimu, hanya karena perempuan kamu meninggalkan tanggung jawabmu, apalagi perkataanmu yang tidak lebih dari omong kosong, jadi bagaimana aku bisa percaya lagi padamu?"
Ferdinan kembali terdiam karena ia merasa tertampar oleh kalimat Tiara.
Seketika itu ia menyadari kalau sifatnya memang mudah berubah dan selalu mengikuti nafsunya tanpa memikirkan akibat dari tindakannya.
Setelah mengatakan itu Tiara segera pergi meninggalkan Ferdinan tanpa memperdulikannya lagi.
Terkenang suatu kisah akan berjuta mimpi yang tak sempat terwujud, berbagai rencana yang dulu diperjuangkan kini telah sirna karena keputusan Ferdinan yang begitu cepat untuk berpindah ke lain hati tanpa berpikir panjang, namun sudahlah tak perlu dibahas kembali karena itu hanya akan mengingatkan luka yang menyayat hati.
Rasa sakit yang teramat dalam mengoyak hati Ferdinan, kerinduan yang disertai penyesalan yang menggila menyiksa batinnya. Sungguh tiada guna penyesalan itu, karena yang terpenting baginya bagaimana cara dia bisa mengembalikan waktu agar bisa kembali lagi dengan Tiara, bahkan segala cara siap ia lakukan. Tapi, apakah itu benar?
Satu bulan kemudian.
Tiara pikir, Ferdinan sudah mengerti apa yang dia ucapkan sehingga ia tidak lagi muncul di hadapannya. Namun, ia terkejut ketika melihat Ferdinan berdiri di depan pintu rumahnya.
Sore yang penuh kejutan yang tidak pernah diharapkan oleh Tiara.
"Kamu kenapa datang ke sini?" Tanya Tiara tanpa ekspresi.
"Aku ingin bertemu Ibu dan Ayahmu ..."
Tiara mengerutkan keningnya. "Untuk apa?"
"Bisa kita bicara di dalam?" Ferdinan tidak mau menjelaskan niatnya di depan Tiara karena tujuan kedatangannya untuk bertemu dengan kedua orang tua Tiara.
Tepat saat itu, Ibu Tiara muncul, ia pun langsung mempersilahkan Ferdinan masuk dengan bijaksana. Walaupun ia tau kalau lelaki itu sudah menyakiti anak gadisnya, tapi ia tetap bersikap baik padanya.
"Tiara, kenapa tamu tidak dipersilahkan masuk?"
Ekspresi Tiara menjadi rumit. "Tapi Ibu ... "
"Sayang, tidak baik membuat tamu berdiri di luar terlalu lama! Ferdi, ayo masuk!"
"Terima kasih Ibu" Ferdinan tersenyum lebar kalau calon Ibu Mertuanya itu masih menyambutnya dengan hangat.
Setelah itu mereka bertiga masuk dan duduk di ruang tamu disusul oleh Ayah Tiara yang baru saja keluar dari kamar.
"Ibu Jeny dan Bapak Andi ... Kedatangan saya ke sini untuk melamar Tiara menjadi istri saya!" Tanpa ragu Ferdinan menyampaikan niat baiknya itu.
Semua orang kecuali ayah Tiara terkejut dengan apa yang baru saja mereka dengar.
"Bukankah kalian sudah putus, bukan begitu Tiara?" Tanya Pak Andi sembari melirik ke arah anak gadisnya itu.
Tiara menunduk sambil mengangguk.
"Kami memang sudah putus karena kesalahan saya. Tapi, saya datang hari ini untuk menebus kesalahan saya. Saya sadar kalau Tiara adalah gadis yang saya inginkan untuk menjadi istri saya." Jelas Ferdinan.
"Kalau begitu bawa keluargamu datang nanti malam!" Kata Pak Andi dengan tegas.
Ferdinan langsung mengangguk karena sangat senang.