Bab 102
Aku dan Intan telah tiba kembali di kafe. Mama, Tante Mita dan Bu Mutia menyambut kami dengan senyum mengembang. Intan masih memasang wajah cemberut pada ibunya, tapi dia menurut saya ibunya mengajak duduk di sampingnya.
"Sini duduk, Nduk. Kamu mau makan apa?" tanya Bu Mutia sambil tersenyum simpul.
Intan tampak menarik napasnya dalam-dalam, mungkin dia mencoba mengurangi rasa kesal di hatinya. Intan gadis yang baik, aku tahu itu.
"Apa aja, Bu. Aku lagi pengen makan banyak, nih! Kalau bisa aku makan orang sekalian," jawabnya sambil melirikku.
"Kamu kalau marah lucu banget, lho, Intan," ucap mamaku.
Waduh, Mama cari masalah aja. Masa orang lagi marah dibilang lucu.
"Ini belum marah, lho, Bu. Kalau aku marah, biasanya malah diam. Aku juga cerewet, mudah emosi, makannya banyak, yakin ibu masih mau kenal dengan aku?"
Intan menyebutkan semua keburukannya, ibuku malah tertawa makin kencang sekali beberapa tamu melirik ke meja kami.