Seorang manajer perempuan bersedekap tangannya tanpa raut keramahan yang ditunjukkannya kepadaku. Kami—aku dan Sesil merasa kurang nyaman karena tatapan itu. Aku teringat kalau semasa bekerja pernah melakukan kesalahan.
Jadi, tidak semudah dibayangkan bekerja di tempat orang lain. Apa lagi tidak menaati peraturan sekaligus tata krama di perhotelan.
"Bu Jenni," sapaku sembari menaikkan sebelah tangan untuk melambai hangat. Tak lupa dengan seulas senyuman tipis sebagai tamu.
Seketika sorotan tajam pada manajer hotel—bu Jenni pun meluntur. Dua tangannya turun, bahkan dua manik matanya melirik ke arah dua pekerja, termasuk Sesil yang duduk bersamaku. Sesil yang ditatap demikian mulai beranjak santai.
"Kalian semua kembali bekerja!" perintah singkat bu Jenni.