Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Great Love Mr. CEO

EengChan_
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.2k
Views
Synopsis
Reiga menatap nanar ponselnya. Matanya berkaca-kaca melihat pesan video dari sang istri. "Hai, Pria Jahat, kalau Kamu lihat video ini berarti Kamu nggak bisa menemukan aku. Lewat video ini aku cuma mau kasih tau ke Kamu, kalau aku ... hamil." Wanita di video itu terisak. Ia membekap mulut sesaat, dan menyusut air matanya.  "Selamat ya Pria Jahat, Kamu sudah menjadi seorang ayah. Tapi ... aku tidak akan membuatmu merasakan sebagai seorang ayah." Wanita itu tersenyum getir dan mengakhiri videonya. Setetes kristal lolos dari netra Reiga. Pria itu sangat menyesali perlakuan kasarnya pasa Livia. Istri tercintanya, istri yang selalu ia anggap nakal dan tidak baik. Kini telah pergi darinya.  Meski harus menjungkir balikkan dunia Reiga harus menemukan sang istri. Kesalahpahaman membuat mereka berpisah. Akankah mereka bertemu kembali??? Pernikahan yang semula hanya settingan bisakah menjadi pernikahan yang sesungguhnya? *** Livia seorang gadis cantik terpaksa berperan sebagai wanita nakal dan kejam karena tak ingin ditindas oleh ibu dan saudara tirinya. Ia menerima penawaran Reiga yang mengajaknya menikah kontrak.  Sementara tujuan Reiga semata-mata hanya membuat orang tuanya kesal. Terus didesak untuk menikah membuat Reiga memiliki rencana nakal yaitu menikah dengan gadis yang terkenal liar. Namun, secara perlahan kebenaran mulai terungkap. Reiga mulai jatuh cinta pada istrinya setelah mengetahui sifat asli dan alasan Livian bersikap liar.
VIEW MORE

Chapter 1 - Menikah?

Livia Dayana Arkhatama berjalan dengan santai memasuki rumah megahnya.

Dengan sepatu berhak runcing setinggi sembilan sentimeter, ia berjalan melenggak-lenggok layaknya model papan atas.

Tubuh indahnya sungguh menggiurkan bagi sepasang mata pria yang melihatnya.

Tepat jam dua belas malam ia pulang bak cinderella. Membuat sang ayah yang menunggu sejak jam sepuluh menjadi geram.

"Masih ingat rumah juga Kamu!" Suara berat milik Hirawan menyeru dari belakang punggung Livia.

Livia memutar tubuhnya, kedua tangan melipat di bawah dada, bersedekap seolah menantang sang ayah. Netra coklatnya memutar malas, melihat ada seorang wanita di samping sang ayah. Wanita ular bertema ibu tiri.

"Kenapa harus tidak ingat? ini rumahku kalian yang menumpang di sini," balasnya dengan sinis. Senyum Livia sangat jelas karena perona bibir berwarna merah menyala.

Rahang Hirawan mengeras, ia semakin marah dan kesal pada putri kurang ajarnya.

"Kapan Kamu berhenti bersikap kurang ajar Vi?!" bentak Hirawan dengan suara keras. 

Wanita di samping Hirawan reflek membelai bahu suaminya. Berusaha menenangkan dengan bibir menahan senyum. Wanita itu sangat suka melihat Livia dan Hirawan berdebat. Tontonan yang sangat seru.

"Sampai ... entahlah, aku nyaman seperti ini." Livia mengangkat bahunya sambil tersenyum menyepelekan. 

"Kamu!" Hirawan menuding putrinya. "Selalu saja membuat kesal. Hanya bisa menghambur-hamburkan uang saja. Bersikaplah manis seperti saudaramu Amber."

Wanita di samping Hirawan kembali tersenyum licik. Satu sudut bibirnya ia tarik lebih tinggi. Merasa menang mendengar putri kesayangan nya di puji.

"Stop! dia bukan saudaraku. Dan lagi yang ku habiskan adalah uangku. Jika ayah tak senang ayah bisa keluar dari perusahaanku sekarang. Carilah pekerjaan di tempat lain. Hidupi istri dan anak tirimu."

Hirawan merasa tertohok mendengar jawaban putrinya. Ia tak bisa berkata-kata lagi jika Livia sudah mengeluarkan kata-kata saktinya.

"Bagaimana? masih mau bekerja di perusahaan?" tanya Livia seraya menyepelekan.

"Apa Kamu siap hidup miskin wahai ibu tiriku yang cantik?" Bergantian netra coklat Livia menatap ibu tirinya.

"Aku menikahi ayahmu karena cinta, tak masalah jika harus hidup sederhana," kilah wanita itu berdusta.

Tangan Hirawan menumpuk jemari istrinya yang berada di bahu. "Terimakasih, Anya. Perkataanmu membuatku tenang."

"Ck! ck! ck! sungguh romantis dan menjijikan." Livia berdecak dengan kepala menggeleng lalu bergidik geli.

"Mamah dan Papah sengaja menunggumu. Ada hal yang ingin kami bicarakan." Wanita bernama Anya itu bersikap tenang. Menahan emosi agar tak terpancing anak tirinya. Rencana yang ia susun, harus berjalan lancar malam ini.

"Aku lelah, bermain dengan mereka membuat aku kelabakan," tolak Livia malas sambil terkekeh. Mereka yang Livia maksud adalah pria-pria bertubuh kekar yang ia sewa.

"Duduklah, ini mengenai perusahan. Penting." Hirawan menurunkan suaranya. Mencoba bersikap lunak kepada Livia.

"Perusahaan? bukanya itu urusan Papah? atau Papah sudah bosan bekerja di perusahaan? kalau seperti itu pria-priaku dengan senang hati menggantikan Papah," kekeh Livia.

Hirawan menghela napas kasar. Menahan amarah yang sudah hampir menembus ubun-ubun. Ingin rasanya menampar pipi mulus Livia. Mungkin saja putrinya itu tersadar dan bersikap manis seperti semasa kecil dulu. Tidak seperti sekarang yang suka melawan dan bermain dengan pria-pria kotor.

"Duduklah dan dengarkan papah berbicara," pinta Hirawan dengan sedikit memaksa.

Meski malas dan enggan, Livia tetap menuruti perkataan ayahnya.

Baju yang ia kenakan serba minim. Belahan di area dada terlihat. Rok hitam mini yang dikenakan juga lebih dari dua jengkal di atas lutut. Membuat Hirawan merasa risih.

Pria paruh baya itu memang senang bermain wanita. Namun, ia sangat tidak menyukai melihat putri satu-satunya berpenampilan murahan.

"Apa?" tanya Livia ketus. Kakinya menyilang dan ia tutupi dengan bantal sofa.

"Perusahan sedang goyah, kita sangat membutuhkan investor," beritahu Hirawan dengan memandang serius sang putri.

Menatap manik coklat yang menyejukan hati. Mata itu persis seperti ibunya. 

Tatapannya sangat teduh jika sedang tersenyum tulus. Sayangnya, Livia tak pernah menunjukan senyum tulus lagi semejak kematian ibunya.

"Lalu?" 

"Ada beberapa investor yang ingin bekerja sama. Salah satunya dari group Vardhaman." 

"Kenapa bertele-tele? bicaralah pada intinya. Memangnya kenapa dengan perusahaan Vardhaman? Bukannya itu perusahaan besar lalu kenapa tidak di gaet saja," kesal Livia semakin tidak sabaran.

"Mereka mengajukan syarat pernikahan. Setidaknya kalau perusahaan kita tidak bisa survive. Group Vardhaman akan mengambil alih dan menjadikan anak perusahaannya." 

Livia mengerutkan keningnya tak habis pikir.

"Menikah? Syarat macam apa itu?"

"Menikah untuk menyelamatkan atau menyatukan perusahaan sudah biasa dalam dunia bisnis, Vi," kata Anya mendukung Hirawan.

"Lantas?" Mata Livia memicing.

"Kamu harus menikah dengan putra pertama dari keluarga Vardhaman." 

Sejujurnya, Hirawan tak sampai hati mengatakan itu. Tak tega menikahkan putrinya dengan pria yang tidak dikenal.

Akan tetapi, menjadi besan keluarga Vardhaman memangnya siapa yang tidak mau? Pamornya otomatis akan naik jika menjadi besan keluarga Vardhaman.

Mata Livia membulat sempurna, netra coklat seakan ingin melompat. "Menikah? Aku! kenapa tidak Amber si anak manis kalian saja?!" pekik Livia tak setuju.

"Tidak bisa, Kamu yang memiliki saham terbesar. Kamu pemilik perusahaan, putra pertama keluarga Vardhaman menginginkan Kamu sebagai jaminan."

Anya ikut membantu suaminya berbicara. 

Sebenarnya Anya merasa tidak rela Livia gadis barbar harus menikah dengan seorang putra mahkota dari kerajaan bisnis Vardhaman. Hanya saja ia tak bisa berkutik ketika pria itu menginginkan wanita si pemilik perusahaan.

Lagi pula putrinya sudah menjalin hubungan dengan seseorang. Pria tampan yang adalah sahabat kecil Livia, lebih tepatnya cinta pertama Livia.

"Bagaimana jika aku tidak mau." Livia tetap bersikeras. Ia tak ingin menikah dan kehilangan kebebasannya.

"Mencari investor itu tidak mudah. Apalagi dalam kondisi perusahaan kita yang goyah. Kalau Kamu bisa mencari investor sendiri silahkan menolak pernikahan ini." Hirawan terlihat putus asa.

Mata coklat Livia menangkap kesedihan di wajah ayahnya. Ternyata memang perusahaannya mengalami masalah.

Livia tak ingin menikah, tapi ia harus mempertahan perusahaan mendiang kakek dari ibunya. 

'Kakek pasti sangat kecewa jika aku tak menyelamatkan perusahaan.'

Livia semakin bingung, untuk mencari investor pun tak mudah. Teman-temannya lebih banyak di luar negri. Akan sulit mengajak untuk bergabung.

'Ah! sial! kenapa buntu,' kesalnya dalam hati.

"Aku akan memikirkannya." Livia berdiri dengan wajah murung. Berjalan perlahan dengan tak bersemangat.

Baru beberapa langkah berjalan. ia berhenti, memutar tubuhnya kembali.

"Siapa nama putra pertama keluarga Vardhaman?" 

"Reiga Evandharu Vardhaman," jawab Hirawan dengan napas tertahan. 

Memikirkan nama gagah itu segagah si pemilik.

"Reiga Evandharu Vardhaman," kata Livia sambil mengingat-ingat. Ia akan mencari profil pria itu di internet.