Night king : Kebangkitan Sang Kucing Hitam
Chapter 29 : Masa Lalu Jian Kun
Li Mubai mengangkat tubuh Jian Kun dengan sebelah tangan. Dia seperti sedang mengangkat seekor anak kucing, padahal berat tubuh Jian Kun berkisar enam puluh kilogram.
"Cepat, akhiri ini! Aku tidak akan menyesalinya," kata Jian Kun, dengan napas yang sudah terputus-putus.
Li Mubai pun menyeringai dari balik topengnya. "Tanpa kau meminta pun, aku akan mengakhirinya, tetapi aku menginginkan kematian yang begitu mengerikan sehingga kau akan merasakan seperti apa kesakitan itu," geram Li Mubai, yang semakin mengangkat tinggi-tinggi tubuh Jian Kun.
Jian Kun pun tertawa mendengar kalimat tersebut. "Merasakan rasanya kesakitan, Ya. Ya ... Ya ...," Katanya mengulang kalimat terakhir dari Li Mubai.
Jian Kun pun tertawa, pikirannya seolah dibawa mengingat kembali dengan semua kejadian yang telah lalu. Mengingat bagaimana satu persatu orang-orang yang dirinya sayangi mulai meninggalkannya.
Pertama, ayahnya pergi dari rumah demi menikah kembali dengan wanita lain. Dia menelantarkan Jian Kun dengan sang Ibu. Berselang beberapa bulan, sang Ibu pun meninggalkan Jian Kun saat usianya masih tujuh tahun.
Usianya yang di mana masih sangat membutuhkan belaian kasih sayang dari kedua orang tua. Ibunya itu menelantarkan Jian Kun, menitipkannya di sebuah panti asuhan, sedangkan dirinya menikah kembali dengan pria kaya.
Jian Kun pun akhirnya mejalani hidupnya di panti asuhan. Dia sebelumnya cukup berharap akan mendapatkan kehidupan yang layak di panti asuhan tersebut. Akan tetapi, pikiran tersebut sangat berbanding terbalik dengan kenyataan. Nyatanya, kehidupan yang Jian Kun jalani di panti asuhan lebih menyeramkan dibandingkan kehidupannya yang lalu.
Pemilik panti asuhan tersebut memerintahkan semua anak-anak di sana untuk mengemis, mencari uang di jalanan atau menjadi seorang pengamen.
Jian Kun bersama anak-anak yang sebaya dengannya dipaksa untuk mengemis di jalan raya guna memenuhi kepuasan sang pemilik panti asuhan tersebut.
Setiap hari, Jian Kun harus mengemis dan meminta-minta di jalan raya. Uang yang Jian Kun dapatkan bersama anak-anak yang lainnya langsung dikuasai oleh pemilik panti asuhan.
Sang pemilik menggunakan uang tersebut bukan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak di sana, melainkan digunakan untuk berjudi dan membeli minuman keras.
Setiap malam pemilik panti asuhan tersebut selalu pergi ke club malam untuk memuaskan dirinya dengan para gadis-gadis penghibur di sana. Sementara itu, anak-anak yang ada di panti asuhan tersebut hanya mendapatkan makanan yang tidak layak.
Mereka kerap kali memakan roti kering, nasi kering dan sering kali mendapatkan makanan yang sudah basi. Mereka ingin protes dan meminta agar bisa memakan makanan yang layang. Namun, ketika mereka merengek saat itulah sang pemilik panti asuhan tidak segan-segan memukuli mereka sampai terluka parah.
Jian Kun yang sangat sering mendapatkan pukulan karena dirinya kerap kali tertangkap basah menyelipkan uang di dalam saku celananya.
Jian Kun melakukan hal tersebut semata-mata hanya untuk bisa membeli makanan yang layak untuk teman-temannya. Namun, tindakannya tersebut malah membuat Jian Kun dipukuli sampai jatuh pingsan.
Hari-hari yang begitu mengerikan itu terus berjalan hampir setiap hari dan berlangsung sampai dua tahun lamanya. Saat itu Jian Kun tengah meminta-minta di lampu merah. Dia sering kali mengemis di sana. Saat itu, kondisi Jian Kun begitu buruk, wajahnya dipenuhi luka lebam dan juga di beberapa bagian tubuh lainnya, seperti tangan.
Jian Kun mengetuk salah satu kaca mobil yang tengah berhenti di sana. Sang pemilik mobil yang duduk di kursi penumpang pun membukakan jendelanya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Jian Kun yang dipenuhi luka lebam.
Hati pria itu pun tergerak, dia mengeluarkan selembar uang kertas dengan pecahan nominal yang besar. Jian Kun pun tersentak kaget saat melihat mangkuk yang selama ini dia jadikan untuk meminta-minta terisi oleh uang kertas yang nominalnya sangat besar.
Jian Kun pun mengucapkan terima kasih pada pemilik mobil tersebut dan pria yang duduk di kursi penumpang itu pun tersenyum, seraya mengusap pucuk rambut Jian Kun.
Setelah mendapatkan uang, Jian Kun pun segera pergi dari sana karena lampu akan segera berganti menjadi hijau. Ketika langkahnya baru berjarak beberapa meter, seketika itu juga Jian Kun ambruk. Dia pingsan di sana, sontak saja membuat pria yang duduk tersebut pun segera keluar dari mobil. Ia bereaksi saat Jian Kun tergeletak tidak sadarkan diri di jalanan.
Hatinya langsung tergerak. Ia buru-buru menggendong Jian Kun dan membawanya masuk ke mobil. Para pengendara lainnya pun ikut menyaksikan kejadian tersebut. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang berniat keluar dari mobil dan ikut menolong.
"Cepat, kita pergi ke rumah sakit, anak ini harus segera mendapatkan perawatan!" perintah pria itu dengan cepat.
Satu pria lainnya yang duduk di kursi pengemudi pun langsung menganggukkan kepalanya. Setelah lampu berubah menjadi hijau, ia segera tancap gas. Mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit, seperti yang sudah diperintahkan oleh pria yang duduk kursi penumpang.
Tiga puluh menit jarak yang harus ditempuh pun dipangkas menjadi lima belas menit. Akhirnya mobil itu berhenti tepat di depan pintu rumah sakit. Sebelum sampai di sana, pria tersebut sudah lebih dulu menghubungi pihak rumah sakit agar menyiapkan ruangan untuk merawat Jian Kun.
Dia belum mengenal siapa anak yang tengah ditolongnya. Namun, hatinya begitu tergerak dan ingin menolong anak tersebut. Ia memiliki keyakinan bahwasanya takdir telah merencanakan pertemuannya itu dengan anak tersebut, sehingga ia ingin menolongnya.
Jian Kun pun buru-buru dibawa ke ruang pemeriksaan. Dokter yang akan menangani pengobatan Jian Kun pun dibuat tercengang saat melihat kondisi Jian Kun yang begitu memperihatinkan. Bahkan tim medis yang membantu pun sama terkejutnya dengan sang Dokter.
Di dalam benak mereka masing-masing, ada pertanyaan terbesit bagaimana bisa seorang anak kecil mengalami banyak luka lebam di tubuhnya? Pria yang tadi membawa Jian Kun ke sana pun tidak dapat memberikan keterangan karena sesungguhnya dia sama sekali tidak mengenal Jian Kun. Ini adalah pertemuan pertamanya dengan anak tersebut.
Dokter pun dapat memahaminya. Dia dan perawat segera memasuki ruangan ICU. Pria tersebut dilarang masuk dan akhirnya ia hanya bisa menunggu di luar ruangan saja.
Pria yang diketahui bernama Bai An itu, mondar-mandir di depan pintu ruangan. Sesekali dia mengintip di jendela. Namun, usahanya itu sia-sia karena dirinya tidak dapat melihat langsung apa yang terjadi di dalam sana.
Tanpa terasa sudah satu jam berlalu, tetapi belum ada yang keluar dari ruangan tersebut. Lima menit berikutnya, Dokter yang sempat berbicara dengan Bai An sebelum memasuki ruangan akhirnya keluar dari sana.
Bai An buru-buru mendekati Dokter tersebut. "Bagaimana kondisinya, Dok? Apa dia baik-baik saja?"
Bai An sangat tidak sabar menunggu hasil dari pemeriksaan tersebut. Dokter itu pun mengelah napas berat, ada guratan sendu menghias di wajahnya.
"Cepat, katakan hasilnya, Dokter! Anak itu baik-baik saja bukan?"