Night king : Kebangkitan Sang Kucing Hitam
Chapter 25 : Kekuasaan Lin Tian
"Setelah Lin Tian yang selalu membuatku pusing dengan semua pertanyaannya, sekarang Lin Xiao yang menghilang," gerutunya seraya membuang napas berat. "Mengapa, aku harus diberatkan dengan dua pria yang selalu membuatku repot, yang satu selalu saja bertanya dan yang satunya lagi kerap kali menghilang tanpa memberi kabar. Aduh ..."
Bukan kali ini saja Lin Xiao menghilang di tempat umum tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Sudah sangat sering hati Lin Hua dibuat cemas oleh tingkah Lin Xiao yang kerap kali menghilang tanpa meninggalkan pesan.
Lin Tian akhirnya sampai di sana juga. Hal yang pertama dia lakukan adalah mencari keberadaan Lin Xiao, sama halnya dengan yang Lin Hua lakukan.
"Kemana perginya Lin Xiao?" sembari berkacak pinggang, Lin Hua membawa matanya untuk menjelajah sekitarnya.
Tanah dengan luas sepuluh hektar tersebut, memiliki beberapa pasilitas bukan hanya lapangan hijau yang luas saja, tetapi beberapa kafe pun berdiri kokoh juga di sana juga.
"Apa mungkin dia mencari makanan?" pikir Lin Hua, matanya tertuju tepat pada salah satu kafe yang sebenarnya menjadi langganan Lin Xiao. Pemuda itu kerap kali berkunjung ke kafe tersebut, walaupun mereka jarang berkunjung ke lapangan tersebut.
"Aku ingin tahu, siapa pemilik tempat ini dan kenapa tempat ini tampak sepi?"
Lin Tian baru menyadari kalau tempat seluas ini, dia tidak menemukan orang-orang lain selain dirinya dan Lin Hua.
Lin Hua pun memiringkan tubuhnya, "Tempat ini adalah milik keluarga Lin. Ayah yang sudah membuat tempat ini dan karena kita akan berkunjung kemari, maka Lin Xiao meminta petugas yang mengurus tempat ini untuk menutupnya sementara dari umum. Itu sebabnya, lapangan ini tidak ada orang lain selain kita."
Lin Hua menutup penjelasannya, "Ayo! Sepertinya Lin Xiao ada di sana!" tunjuknya seraya memicingkan mata. Fokusnya langsung menangkap sosok pemuda yang sedari tadi memang menjadi incarannya.
"Ayo!" Lin Hua tanpa sadar telah menggenggam tangan Lin Tian dan menariknya bersamaan dengan dia yang mulai melangkah.
Lin Tian tidak menolaknya, sebaliknya dia mengikuti langkah cepat dari gadis ayu bersurai panjang itu.
Sementara itu, dijajaran kafe-kafe mewah di salah satunya, Lin Xiao tengah duduk santai seraya meneguk secangkir kopi Amerikano dengan sepotong kue yang masih berada di atas meja.
"Ah, sungguh menyegarkan. Rasa kopi ini tidak pernah berubah," gumam Lin Xiao, saat rasa lezat dari kopi yang dipesannya menari-nari di mulutnya.
Ketika tengah asyik meneguk minumannya, saat itu Lin Xiao melihat sesuatu yang seketika merubah moodnya, yang semula senang berubah menjadi kurang baik.
"Ah, mereka mengganggu saja," gumamnya malas.
Lin Hua dan Lin Tian pun sampai di kafe tersebut. Guratan besar menghias di kening Lin Hua, membuat gadis ayu bersurai panjang itu tempak lebih tua beberapa tahun.
"Ternyata kamu ada di sini, Ya. Mengapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya, ah? Kirim pesan singkatlah setidaknya aku tidak cemas dibuatnya," oceh Lin Hua tanpa henti, sampai air liurnya membuncah keluar.
Lin Xiao sedikit menjauhkan dirinya dan mengangkat piring berisikan sepotong kue itu. "Hei, kau ingin meracuniku dengan air liurmu itu. Sangat menjijikkan," protes Lin Xiao dengan gayanya yang ceplas-ceplos.
"Ah, kau saja yang terlalu berlebihan," timpal Lin Hua, sedikit menutupi rasa malunya karena sudah bersikap demikian.
Lin Hua tentu tidak bermaksud untuk menyemburkan air liurnya karena itu adalah spontan tanpa adanya faktur kesengajaan.
Ketika Lin Hua dan Lin Xiao tengah berdebat, Lin Tian mengambil kesempatan tersebut untuk memakan sepotong kue yang telah dipesan oleh Lin Xiao tadi.
Lin Tian melahapnya dengan satu kunyah, Lin Xiao yang mendapati kuenya sudah habis pun mulai meredam.
"Kakak!" seraya berkacak pinggang, "Kenapa kakak makan kueku? Itu kueku, Kak. Kakak tidak boleh memakannya."
Lin Tian pun berhenti mengunyah, "Apa katamu?" tanyanya dengan mulut yang masih terisi penuh oleh kue.
Ketikan Lin Tian berbicara, secara tidak langsung kue yang ada di mulutnya itu memucah keluar sehingga Lin Xiao dan Lin Hua pun dibuat jijik olehnya.
"Habiskan dulu kue yang ada di mulutmu, baru setelah itu berbicara," pinta Lin Hua, yang segera mendapatkan anggukan kepala dari Lin Tian.
Lin Tian pun kembali mengunyah kue yang ada di mulutnya, beberapa menit kemudian kue itu habis dan tertelan ke perutnya. Setelah itu, Lin Tian mencari sesuatu yang dapat melancarkan tenggorokannya yang sedikit serat.
Di sana Lin Xiao hanya memesan secangkir kopi dan tersisa beberapa tegukan saja. Lin Tian pun menyasar pandangannya pada cangkir tersebut. Lin Xiao pun bisa membaca arah pikiran Lin Tian saat ini.
Lin Xiao ingin meraih cangkirnya tersebut, tetapi sebelum tangannya mampu menyentuh cangkir itu, Lin Tian sudah lebih dulu menyambarnya cangkir tersebut, lalu meneguk sisa kopinya hingga habis.
"Ah, segarnya," gumam Lin Tian, seraya menyandarkan tubuhnya pada kursi yang didudukinya.
Lin Xiao pun semakin marah, dia tampak mengepalkan tangannya dan napasnya juga menggebu-gebu. Bagaimana tidak marah, kue yang dipesan bahkan belum sama sekali dirinya sentuh sudah habis dimakan oleh Lin Tian tanpa rasa bersalah, bahkan sisa minumannya pun ikut dihabiskan oleh Lin Tian.
Lin Tian pun bersendawa, dia menutup mulutnya dengan satu tangan. Lin Hua dan Lin Xiao pun semakin geleng-geleng kepala, melihat sikap Lin Tian yang semakin tidak tahu malu.
"Lin Hua, pesan lagi makanannya," perintah Lin Tian, seraya meletakkan tangannya di dada.
Lin Hua batuk pelan, dia tersedak napasnya sendiri. Sementara itu, Lin Xiao membuka mulutnya membentuk huruf O besar. Lalu, setelah itu dia mendorong dagunya untuk mengantupkan mulutnya.
"Kalian ini kenapa? Lin Hua apa kamu tidak mendengar perintahku? Cepat pesan makanannya lagi, aku masih lapar. Makanan yang Lin Xiao pesan sungguh tidak memuaskan rasa laparku," katanya tanpa ada rasa bersalah.
Lin Hua menepuk jidatnya beberapa kali. Perintah Lin Tian adalah sesuatu yang harus dirinya patuhi. Namun, hatinya sedikit berat untuk bergerak mematuhi permintaan tersebut.
"Lin Hua!" panggil Lin Tian, sembari mengetuk-ngetuk meja di depannya.
Lin Hua pun masih terdiam di posisinya. Dia mengelah napas panjang, sebelum akhirnya membentuk senyuman kecil di bibirnya yang dapat terlihat oleh mata, senyuman itu dilakukan karena terpaksa.
"Baik, Tuan. Aku akan memesan makanan untukmu. Jadi, mohon tunggulah di sini," katanya sembari menekan kalimatnya.
Lin Hua menunjukkan deretan giginya yang putih itu, baru setelahnya dia melangkah, mengayunkan kakinya menuju tempat pemesanan makanan.
Lin Xiao pun tersenyum penuh kemenangan. Baru kali ini dia merasa sangat berkuasa. Tampak dirinya menutup mulutnya yang sedang menahan tawa penuh kebahagiaan.
Lin Xiao yang masih berdirinya di sana terus menggelengkan kepalanya. Tidak tahu setan apa yang sedang merasuki raga Lin Tian sekarang.