Chereads / Aflif dan Rahasia Agro / Chapter 1 - Cita-cita Seniman Bela diri

Aflif dan Rahasia Agro

🇮🇩Ideabadar
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 74.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Cita-cita Seniman Bela diri

Dunia sudah lama dalam keadaan yang kacau, Aflif adalah lembaga yang dibentuk di seluruh dunia untuk membuat perdamaian. Sayangnya, tidak semua orang baik yang masuk dalam Aflif. Mereka memiliki tujuan masing-masing ketika memasuki Aflif dan mendapatkan misi. Di antara para seniman bela diri, ada yang mengharapkan uang, ada yang mengharapkan popularitas, ada yang ingin menuntut balas dendam. Dan, ada yang benar-benar ingin mencapai puncak Aflif, yaitu menjadi pemimpin Aflif.

Satu hal yang menjadi catatan penting dibentuknya organisasi Aflif yang melebihi semua organisasi di dunia. Afilf dibentuk untuk menjaga kedamaian dunia dari ancaman Black Secret.

***

Di sebuah pulau terpencil dan di sebuah tempat berlatih dari perguruan satu-satunya di pulau terpencil itu. Perguruan Angin Timur, banyak sekali para murid perguruan yang berlatih disana. Hal ini wajar karena setiap anak di seluruh dunia ingin menjadi anggota Aflif dan mendapatkan uang yang banyak dan juga cita-cita tertinggi mereka. Dengan menjadi anggota Aflif mereka akan menjadi kebanggan bagi orangtuanya dan juga bagi desanya.

Pelatihan yang terus dijalani oleh anak-anak di perguruan itu sangat ketat dan penuh kesungguhan. Para guru atau master perguruan di perguruan Angin Timur itu kini tengah mengajari dua puluhan murid di depan alun-alun di dalam pintu masuk gerbang perguruan. Ada plang yang sederhana di gerbang tersebut bertuliskan Perguruan Angin Timur.

Pulau mereka memang terpencil, namun ada beberapa desa di pulau tersebut. Melihat ada beberapa desa, Aflif pusat meminta lima orang anggota Aflif dari pulau tersebut untuk mengabdikan diri mereka untuk mendirikan perguruan bela diri dan mengangkat para murid di desa-desa sekitar. Mereka mengajar dan mendapatkan gaji dari Aflif. Hal itu karena Aflif membutuhkan banyak pendekar untuk direkrut.

Jadi, misi mereka sendiri pada dasarnya melatih para murid untuk disiapkan menjadi anggota Aflif di masa depan dan juga mengabdi pada desa dimana mereka juga dilahirkan. Para master perguruan Angin Timur itupun memiliki lisensi penuh sebagai seorang Aflif meskipun dengan rank yang masih rendah.

Perguruan bela diri itu terbilang megah untuk ukuran pulau terpencil dan terbelakang dan jauh dari perkotaan. Pulau yang bahkan tidak teridentifikasi oleh dunia.

Di perguruan Angin Timur anak-anak berumur 11 hingga 20 an tahun masih berlatih dengan giat dibimbing oleh seorang master. Dia mengajarkan gerakan dasaran dan pengembangan kekuatan. Di masa depan, master itu berharap para muridnya menjadi bagian Aflif dan dapat membawa rasa bangga bagi desa dan perguruan Angin Timur.

Seseorang remaja melewati perguruan Angin Timur, angin menerpa wajahnya yang tenang dan setetes keringat terlihat normal membasahi wajahnya. Seperti biasa, dia akan menerima penghinaan dari murid-murid perguruan, namun dia akan tetap tenang dan melewatinya.

"Bocah kuli air lewat lagi, masa depanmu pasti di bawah kaki!" Baron tertawa ditemani rekan-rekannya. Masa depan di bawah kaki adalah peribahasa bahwa masa depan seseorang itu akan suram.

"Benar Bos! Hidupnya akan sengsara selamanya, menjadi budak si Kakek Noran," Sahut Bowo yang selalu menjadi tangan kanan Baron.

Remaja itu tanpa ekspresi tetap berjalan, satu kayu pikulannya memikul ember di kanan dan kiri, sedangkan tiap tangannya masih memegang ember berisi air. Jumlahnya jadi 4 ember air. Dia harus membawanya tiap hari dan harus menerima hinaan setiap harinya.

Seorang wanita berumur 12 tahun meminta Baron untuk berhenti menghina, "Sudahlah Kak, Biarkan dia!" Itu adalah Putri, adik kandung dari Baron.

"Membiarkannya? Hahahaha," Baron mengambil batu sebesar kepalan tangan dan melemparkannya ke salah satu ember remaja tersebut.

Ember sempat limbung namun remaja itu sudah tiap hari membawa ember air itu dan dia sudah bisa menyeimbangkan air. Jika ada goncangan atau lainnya dia bisa mengatasinya, meskipun dia hampir jatuh dan dia menyangga kuat kaki kanannya sehingga dia dapat mencapai keseimbangannya kembali.

Putri berlari mendekati Remaja itu, "Kaja, maafkan Kakakku," wajah gadis itu terlihat memohon dan akan membantunya untuk tegak lagi.

KAJA, 13 Tahun. Tanpa Kemampuan, bisa dibilang kemampuan beladiri 0 dan tak pernah berlatih, Tingkatan Tembaga. Seseorang yang dibilang memiliki Tingkatan Tembaga tidak akan bisa menjadi apapun di dunia ini, kecuali mungkin hanya menjadi pesuruh, menjadi pedagang atau hanya petani.

"Tidak Perlu Nona, Aku bisa meneruskan jalanku," Kaja menolak bantuan Puteri, "Aku Pamit Nona, Terimakasih. Oya, terimakasih untuk apelnya, suatu hari aku pasti membalasnya, aku janji itu."

Kaja melangkah pergi meninggalkan murid-murid perguruan yang masih tertawa. Dia sama sekali tidak memiliki dendam ataupun berkomentar apapun. Dia menjalani rutinitas hari-harinya seperti biasa. Kakeknya, Noran. Noran selalu mengajarkan kebersihan hati dan ketenangan pikiran. Kaja harus memiliki itu semua sebelum apapun di dunia ini.

Kaja belajar untuk bisa tenang dalam pikirannya. Entah kenapa, Kaja merasa pikirannya selalu jernih dan tenang. Kakeknya, Noran selama ini hanya mengajarkan kesabaran dalam melakukan apapun. Tenang saat dihina orang lain dan peduli kepada hewan-hewan yang terluka.

Putri menatap punggung Kaja, rasa kasihan menyeruak padanya. Dia hanya kasihan pada masa depan remaja itu, terasing tak berteman dan hanya bekerja keras tinggal di gubuk bersama kakeknya.

Sebutir apel, Putri memberikan pada Kaja dari bekalnya saat Kaja berumur 6 tahun dan kelelahan membawa dua ember air dari gunung. Putri melihat Kakek Noran sebagai kakek yang kejam, membiarkan Kaja terus membawa air dari gunung, bukankah di rumah juga ada air. Saat itu, Kaja terjatuh dan airnya tumpah, Kaja kelelahan dan akan kembali ke gunung mengambil air dari sumber di pegunungan itu, Putri memberinya sebutir apel.

Putri, Tingkatan Perunggu Bintang 1

Baron, Tingkatan Perunggu Bintang 2

Dan tingkatan Tembaga, adalah tak ada harapan, Sampah.

Memasuki Tingkatan Perunggu, masa depan seseorang bisa digambar indah, tinggal kerja keras dan berlatih sungguh-sungguh. Ada harapan.

Kaja terus berjalan, dia hanya berharap segera sampai dan beristirahat sejenak. Jangan sampai terlambat, atau dia akan mendapatkan hukuman lagi dari kakeknya itu.

***

Tepat pukul 12.02 siang, Kaja sampai rumahnya. Gubuk sederhana, di depan gubuk itu tanah lapang dan tempat menjemur sesuatu, rempah dan hasil kebun.

"Salam Kakek, aku pulang," Kaja tersenyum, kakeknya memang terlihat keras padanya dan bahkan memaksanya bekerja keras. Namun, dia tahu Kakeknya sangat menyayanginya karena setiap malam, kakeknya selalu di sampingnya dan mengelus kepalanya. Kaja sadar akan hal itu, dan itu perasaan yang nyaman.

Kaja menaruh ember-embernya pelan ke tanah. Satu untuk minum sehari, dua untuk kakeknya dan satu lagi untuk dirinya. Itulah peraturannya. Kaja membawa satu untuk dituangkan ke bak mandi disana sudah ada rempah yang disiapkan kakeknya.

"Kaja!! Kau telat dua detik lagi, siapkan hukumanmu! Kau berendamlah dan mandilah dulu!" Kakek Noran terlihat memilih rempah-rempah dan juga membiarkan TV menyala.

"Iya Kakek."

Kaja pun berendam air yang sudah ada rempah disana. Rasanya nyaman dan sejuk, energi yang dilepaskan selama pagi hingga membawa air seolah hilang dan tertinggal hanya kesegaran. Meskipun lelah seperti apapun, jika berendam maka dirinya akan segera pulih, dia tahu kakeknya adalah pembuat obat dan penawar terbaik.