Chereads / Cupid Love Mission / Chapter 5 - e m p a t

Chapter 5 - e m p a t

"Tentu. Selama itu tidak membuatku terkena masalah. Ah, sebelum itu, bisakah kau memberiku sebuah nama?"

Ramora mengetuk-ketukkan telunjuknya ke dagu. Kedua bola matanya melirik ke atas kanan seolah berpikir.

"Emh, tunggu," ucapnya sembari melempar lirikan ke sosok yang tengah berdiri menatapnya, "Bisa kau membuka masker hitammu itu?"

"Bisa. Tapi ... ada satu syarat."

Ramora mengangkat sebelah alisnya heran, "Syarat?"

"Jangan sampai kau menyukaiku karena aku tampan."

"Cih! Takkan pernah itu terjadi," balas Ramora dengan tawa hinanya.

"Oke. Aku akan membukanya." Sosok tanpa nama itu membuka maskernya. Memperlihatkan wajah tampan dengan hidung mancung dan bibir sexy-nya. Ada tahi lalat kecil di pipi bagian kanan. Membuat sosok itu makin terlihat tampan.

"Tampan!" Ramora berteriak dalam hati. Ia mati-matian menahan keterpukauannya pada wajah tampan sosok tanpa nama itu.

Tiba-tiba sosok itu terkekeh pelan, "Tentu saja aku tampan. Itu mengapa aku memakai masker hitam ini. Agar kau ... tidak jatuh cinta padaku."

"What?!" Ramora memutar bola matanya malas. Lalu ia kembali menatap lekat-lekat wajah si Tanpa Nama, "Tapi saat melihat wajahmu, aku hanya terpikir satu nama."

"Siapa?"

Dengan yakin, Ramora mengatakannya, "Geovano."

Si Tanpa Nama mengangkat alisnya sebelah, "Nama siapa itu?"

Ramora menggeleng pelan, "Aku tak ingat. Hanya saja, nama itu sempat muncul akhir-akhir ini. Dan saat melihatmu, aku ingin memanggilmu dengan nama itu."

"Oke. Panggil aku Geovano, Nona," ucap si Tanpa Nama yang secara terbuka menerima pemberian nama dari Ramora.

Ramora tersenyum dan mengangguk, "Temani aku, Geovano."

▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️

▪️

▪️

▪️

9/04/2044, 6:25 p.m.

@CupiDiaries at Human World

Tepat pukul tujuh malam, Jenny akan bertemu dengan sosok yang selama ini ia kagumi diam-diam. Untuk first date, Jenny sibuk membongkar isi almari untuk menemukan gaun terbaik. Tentu saja untuk bertemu dengan Kaleo, ia harus tampil sempurna. Jangan sampai ada lecet sedikitpun.

Ada beberapa pilihan pakaian yang sudah ia tata rapi di ranjang. Gaun mini selutut warna pink peach, satu stel celana jeans dan kemeja polos warna maroon, gaun mini selutut warna abu-abu, dan jumpsuit warna pink peach. Beberapa kali ia mencoba keempat pilihannya. Namun, tak kunjung menemukan pilihan yang tepat. Akhirnya ia pun memilih untuk merebahkan diri sejenak di ranjang. Menatap langit-langit kamar dan membayangkan apa saja yang akan ia lakukan malam ini bersama Kaleo.

Mungkin membeli permen kapas dan bermain di game zone akan mengasyikkan. Namun, menonton bioskop dan memilih genre horor akan lebih seru. Atau, berkeliling kota dengan motor sport milik Kaleo.

"Ah! Semua terasa mengasyikkan jika dilakukan bersama Kaleo."

Di lain sisi, Ramora terkekeh pelan. Ia duduk di ranjang Jenny dan memantau gadis yang tengah asyik berhalusinasi itu.

"Sebahagia itukah dirimu, Jen?" bisik Ramora. Tak lama setelah itu, Jenny bangkit dari ranjang dan bergerak menuju kamar mandi. Ramora pun bergegas membuka briefcase dan mengambil sebuah cincin. Namun, sebelum memakainya, Ramora teringat sesuatu, "Geovano? Di mana kau?" Ramora celingukan mencari sosok yang ia beri nama Geovano itu.

Tak lama kemudian, Geovano muncul tepat di samping Ramora, "Ada apa, Nona?"

"Kau ini benar-benar seperti hantu! Dari mana saja kau?" kesal Ramora.

"Aku mengintai targetmu yang bernama Kaleo. Sepertinya dia sangat bersemangat malam ini."

Ramora tersenyum, "Tentu. Karena malam ini mereka akan dating! First date!"

"Apa rencanamu?" Pertanyaan itu membuat Ramora terdiam. Berpikir.

"Entahlah. Untuk sekarang, aku akan memperlihatkan diriku pada Jenny terlebih dulu," jawabnya sembari memakai cincinnya. Akan tetapi, tepat saat ia memakai cincin, Geovano menghilang entah ke mana, "Apa karena aku memakai cincin ini?"

Ramora celingukan mencari Geovano. Hingga ia tak sadar ada sepasang mata yang membulat menatapnya.

"Hei! Siapa kau?! Pencuri?! Ya! Kau pasti pencuri!" Jenny berlari menuju pintu, "Ayah! Ayah! Ada pencu–" Sebelum Jenny berhasil keluar, Ramora berhasil membekap mulut Jenny, menutup lintunya kembali, dan menariknya untuk duduk di ranjang.

Terdengar suara langkah kaki dari luar kamar. Sudah dipastikan bahwa ayahnya mendengar teriakan Jenny. Jenny berusaha untuk melepaskan bekapan Ramora namun Ramora terus menginterupsi untuk diam dengan menempelkan jari telunjuknya di bibir.

"Jenny? Kenapa kau barteriak? Ada apa, Jen?"

Ramora terus berusaha untuk membekap Jenny agar Jenny tak mampu mengeluarkan suara.

Saat kondisi terasa aman karena terdengar langkah ayahnya pergi dari depan pintu kamar, akhirnya Ramora pun melepas bekapan di mulut Jenny dan membiarkan gadis itu menghirup oksigen kembali.

"Siapa kau?! Katakan padaku dari mana kau berasal dan kenapa kau bisa masuk ke kamarku?!" Jenny kembali mengeraskan suaranya.

"Sst! Diamlah. Mana ada pencuri cantik seperti aku? Dan aku akan menjelaskan siapa aku," bisik Ramora penuh penekanan.

Jenny mengerutkan dahinya lalu menatap Ramora dari atas ke bawah dan kembali ke atas lagi. Menatap lekat-lekat wajah Ramora yang berusaha memasang raut termanisnya.

"Kau ... malaikat maut?"

Ramora mendengus, "Sudah kuduga kau akan mengira seperti itu. Tapi ... aku ini Cupid, bukan malaikat maut."

"Apa? Cupid?" ucap Jenny sambil menahan tawanya. Tapi tak lama kemudian, tawa itu pecah seketika.

"Kenapa kau tertawa? Kau pikir aku bercanda?" Tak heran jika Jenny tertawa saat dirinya memperkenalkan diri sebagai Cupid namun pakaiannya lebih pantas disebut sebagai malaikat pencabut nyawa.

"Bercerminlah! Kau ini berpakaian serba hitam dan auramu sangat menyeramkam. Alih-alih seperti Cupid, kau ini justru layak disebut malaikat maut!" Jenny tak kunjung berhasil menahan tawanya. Apalagi saat melihat Ramora tampak kebingungan berdiri di depan cermin dan memperhatikan dirinya sendiri.

"Aku juga berpikir seperti itu," gerutunya, "Namun, aku ini benar-benar Cupid. Aku yang akan membantumu untuk bisa bersama dengan Kaleo," sambungnya sembari menatap Jenny.

Tawa itu terhenti. Jenny menatap lekat ke dalam manik bola mata indah milik Ramora, "Membantuku bersama Kaleo?"

Ramora mengangguk kuat sambil memasang senyuman lebarnya.

"Tidak perlu. Aku dan Kaleo sudah bersama. Lagipula, kau ini orang asing yang tiba-tiba muncul di kamarku dan bersikap mencurigakan. Mana bisa aku mempercayaimu? Oh ya, bagaimana caranya kau masuk? Kau masuk lewat jendela? Atau ... jangan-jangan kau ini hantu? Ah! Apa aku hanya berhalusinasi?" celoteh Jenny sembari memijat keningnya yang mulai pening, "Ah, rasanya aku ingin muntah. Kepalaku mulai pening."

Ramora menghela napas panjang, ia mendudukkan diri di sebelah Jenny dan menepuk bahu gadis yang tengah terpejam sembari memijat keningnya itu.

"Percayalah, aku ada karena kau membutuhkanku. Aku akan membantumu untuk bersama dengan Kaleo. Tapi kau juga harus memiliki keinginan untuk memperjuangkan cinta kalian. Oke?"

Jenny kembali menatap Ramora, "Ini bukan mimpi, kan?"

Tiba-tiba Ramora mencubit pipi Jenny sedikit keras. Membuat sang empu meringis kesakitan.

"Ini nyata. Sekarang, maukah kau menerima bantuanku?"

Jenny menggeser posisi duduknya hingga berhadapan dengan Ramora, "Beri aku alasan kenapa aku harus mau menerima bantuan darimu, kenapa aku harus mempercayaimu, dan kenapa harus aku yang mendapat bantuanmu?"

▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️