Tanggal 23 Desember pagi, begitu bangun Toneri segera mandi dan bergegas membangunkan salah satu temannya yang menginap di rumahnya, yang saat ini tidur di ranjangnya. Ia mengguncang tubuh sang teman hingga terbangun.
"Apa kau lupa ini masih pagi buta Tone- chan?" ucapnya tanpa beban. Matanya masih terpejam dan ia masih bergelung di atas ranjang memeluk guling.
Toneri berdecak. Honorifik chanmembuatnya terganggu. "Apa kau juga lupa pagi ini aku ada jadwal bertemu dia, huh?"
Mata laki-laki itu terbuka. Ia bangkit dari pembaringan. "Dia siapa? Dan apa hubungannya denganku?"
"Kau mau kuhajar ya?" ancam Toneri main-main.
Laki-laki itu tertawa. "Aku bisa lupa kalau kau itu pembunuhbayaran kalau begini. Asmara itu menggelikan ya,"
"Gantikan tugasku hingga akhir tahun-eh tidak! Sampai Januari hari ketiga ya, aku ingin merayakan natal dan hari kelahirannya. Mungkin tahun baru juga,"
Sai-temannya itu-bersorak menggoda. "Kau sudah menyatakan cinta padanya?"
"Masih belum. Akan kukatakan saat perayaan tahun baru." Toneri tersenyum bahagia. Pancaran mata indah yang berbinar itu menggambarkan betapa tak sabarnya dia.
Toneri naik kereta sampai ke Tokyo. Ia tak sempat sarapan karena inginnya bertemu Hinata di tempat biasa. Shitakaalin Mahilapasti sudah menanti, begitu pikirnya.
Setelah sampai, ia berlarian menuju tempat biasa ia bertemu Hinata. Jika dihitung, ini adalah pertemuan kesepuluh mereka.
"Maaf aku terlambat, Mahila," ucapnya pada Hinata yang sudah duduk manis di bangku sembari menatap sungai. Seperti biasanya.
Ini masih pukul delapan dan Hinata sudah sampai di tempat ini. Toneri tak habis pikir, mengapa tidak Hinata saja yang terlambat datang.
"Tidak apa-apa," katanya.
Tidak ada yang tahu apa nama hubungan mereka. Tak terucap lisan, walau tahu kedunya memiliki rasa yang sama.
"Aku sungguh meminta maaf, pasti kamu menungguku lama ya," Toneri duduk di sebelah Hinata.
"Aku yang datang terlalu cepat, kurasa," Hinata menyergah.
"Maukah kau menungguku sebentar? Aku akan membeli sesuatu untuk kita. Sebentar saja,"
"Tidak, aku mau ikut saja. Orang-orang di sana terus memandangiku dengan mesum. Aku risih," Hinata menggerakkan telunjuknya ke arah segerombolan laki-laki pemabuk yang tak jauh dari mereka.
" Kami-sama! Mahila-ku, maafkan aku." Toneri tak bisa membayangkan jika Hinata lebih lama menunggunya bisa habisdia.
"Baiklah, ayo!"
Mereka mulai berjalan meningglkan tempat itu. Mungkin menuju tempat makan. Toneri tidak sempat sarapan, dan ia pikir Hinata juga pasti juga demikian.
"Boleh aku bertanya?" Hinata mengawali percakapan tepat saat mereka tiba di salah satu kios untuk membeli roti lapis.
Toneri mengangguk.
"Apa benar kalau laki-laki itu senang melakukan masturbasi?"
Mata Toneri membulat. Untung saja ia belum memakan roti lapisnya. Jika sudah, maka dipastikan ia tersedak saat ini. Dan untung yang lain adalah Hinata berbisik ketika menanyakannya.
"Kenapa kamu menanyakannya?" Toneri balik bertanya, berbisik pula.
Ia menarik Hinata dari kios itu dengan tergesa-gesa.
"Hanya sekadar ingin tahu,"
Toneri menghela napas. "Mungkin seperti itu."
Mereka kembali berjalan.
"Mungkin? Apa maksudnya itu? Anda tidak tahu?"
"Bukan, artinya aku belum pernah melakukan hal semacam itu."
"Belum? Artinya akan melakukannya?"
"Bu-bukan seperti itu juga."
"Lalu?"
"Kenapa topik kita vulgar sekali?"
Toneri menghentikan langkah. Hinata juga ikut berhenti melangkah. Pipi Hinata merona. Merasa malu karena mengangkat topik seperti itu. Namun, rasa penasaran membuatnya lupa.
"Maaf,"
Toneri mengusap kepala Hinata. "Sudah tak mengapa. Jangan merasa tidak enak. Jangan angkat topik yang begini lagi kalau dengan laki-laki lain, ya?"
"Maksudnya kalau dengan Anda boleh?"
"Barusan aku tak mempermasalahkannya. Hanya kuhentikan, karena aku takut benar-benar melakukannya secara langsung nanti, bukan hanya membayangkan di malam hari."
"Melakukan langsung? Membayangkan di malam hari? Apa memangnya?"
"Melakukan hal yang tidak benar."
Aduh! Gadis ini lugu atau bagaimana sih?
"Masturbasi itu hal yang tidak benar ya?"
"Tergantung."
Eh, Ayo kita ke Nara! Melihat rusa yang indah. Kamu mau?" Toneri mengalihkan topik.
"Sungguh Anda akan mengajakku ke sana?" Hinata antusias. Pasalnya ia memang ingin sekali melihat rusa di distrik Nara. Lalu ia akan berpotret kemudian memamerkannya kepada Sasuke, Shino, dan Couji, tetangganya sekaligus teman-temannya.
Toneri mengangguk semangat.
"Kapan?"
"Saat ulang tahunmu,"
"Eh!" Lagi-lagi pipi mulus Hinata terhias oleh rona merah.