Setelah makan pagi yang digabung dengan makan siang, Karin dan Hamish memilih menghabiskan sisa-sisa waktunya untuk pergi melihat pantai di arah timur. Pantai yang berlawanan dengan penginapan pantai mereka. Pantai ini biasanya menjadi panorama untuk melihat matahari terbit, pantai yang lebih kecil dari sebelumnya. Meski begitu tetap memiliki pasir putih yang sama lembutnya. Memang ciri khas dari pantai di pulau kecil dan tersembunyi di peta Indonesia.
Karin duduk di ayunan yang terbuat dari kayu dan tali seadanya, ia bermain dengan ayunan dengan perasaan senang. Perasaan yang berbeda. sebelumnya ia pergi bersembunyi sendirian untuk melepas semua kemarahannya, kali ini pun masih sama. Meski Hamish menawarkannya pelarian, perjalanan kali ini terasa sangat berbeda.
Ia sesekali tersenyum saat membiarkan ayuanan membawanya terbang semakin tinggi dan tinggi. Karin meluruskan kakinya, seolah ia ingin menyentuh awan dengan ujung jari kakinya yang telanjang.
Hamish yang melihat kesempatan langka itu, segera memotret melalui ponsel barunya yang baru saja ia beli setelah makan siang. Awalnya hanya ingin mencoba ponselnya, ia ketagihan mengambil gambar Karin yang terlihat seperti bocah polos yang baru pertama kali berayun. Ia memotret diam-diam dan tersenyum memandangi foto terakhir yang ia tangkap.
Karin masih tidak sadar ia menjadi objek dari tangkapan gambar Hamish. Beberapa saat setelah ia berayun dengan gembira dan semangat yang membara, Karin menahan kakinya di pasir pantai. Ia memegangi perutnya, mencoba berdiri dan terhuyung ke depan, dan ia terjatuh di tanah.
"Kau kenapa hei?!" Hamish terkejut melihat temannya terjatuh tiba-tiba.
Karin hanya menggeleng-geleng kepalanya. Mengisyaratkan Hamish untuk tidak perlu khawatir. Tapi lelaki itu, ia sudah terlanjur panik. Dan mencoba memapah si gadis tersebut, tapi dengan cepat Karin menolaknya. Ia mendorong Hamish untuk menjauh darinya.
Hamish tidak menerima penolakan ia tetap memapahnya. Karin yang tidak bisa melepas tanganya dari Hamish, tidak sengaja mengeluarkan setengah makan siangnya setengah di pakaian Hamish dan setengah di pasir. Karin tertunduk malu dengan apa yang terjadi.
"Em, kau sedang sakit?" tanyanya.
Hamish yang tidak bisa, takut takut muntah, segera melepas sweeternya, ia kini hanya memakai kaos oblong tipis berwarna putih.
Karin hanya menggeleng-geleng kepala, ia merasa tidak enak hati. Dan mengambil sweater Hamish yang telah dilepaskan. "Kalau laundry, tidak akan sempat. Biar aku cucikan untukmu."
"Tidak-tidak. Ini bukan apa-apa."
"Jika dibiarkan saja akan bertambah bau!" bentaknya. Karin segera merebut sweeter itu dan pergi ke toilet umum.
[Hhh dasar bodoh. Bisa-bisanya aku main ayunan sampai muntah!]
"Apa dia tidak apa-apa?"
[Dia bahkan belum minum. Atau aku belikan makanan ringan supaya perutnya hangat ya. Di mana ya…]
Hamish menoleh kesana kemari, mencari pedagang keliling yang menjual makanan hangat dan berkuah. Ia baru menyadari pantai tempatnya berdiri, meski akhir pekan tidak terlalu ramai. Berbeda dengan pantai di tempatnya menginap, jam 8 saja sudah mulai orang berdatangan. Bahkan keluarga yang membawa koper seperti perjalanan jauh.
-
Hamish menunggu Karin di ayunan yang sama sambil memainkan ponsel barunya. Yang sedari tadi ia terus pandangi, adalah foto Karin yang sedang bermain ayunan. Ia bahkan belum menautkan akun pesan surel dan sosial medianya untuk mendapatkan berita terbaru, dan malah asik dengan gambar-gambar yang telah ia tangkap. Terlebih lagi itu gambar Karin.
Tiba-tiba Hamish terpikirkan untuk membuat Karin sebagai karakter utama di ceritanya selanjutnya. Ia akan mulai menggambar nanti. Hari ini terasa melelahkan untuknya. Setelah tenggelam kemarin sampai sekarang, ia bahkan belum tidur barang sejam pun.
[jika ia tidur sekarang, bisa-bisa ia akan melewatkan keberangkatan kapal.]Hamish lagi-lagi menguap. Ia mendongakkan kepalanya ke atas menatap langit yang cerah tapi di atas laut pantai terlihat gumpalan awan abu-abu. Hamish memejamkan matanya saat masih mendongakan kepalanya beberapa saat, ia membuka matanya dan Karin wajah Karin di depannya. Ia terperanjat seketika.
"Ah maaf. Aku kaget."
Karin hanya tertawa. Melihat tingkah temannya itu.
[Bukannya seharusnya aku yang meminta maaf? Dasar aneh.]
"Sudah aku cuci. Tapi ini jadi lembab," ucapnya memegang sweater biru di tangannya.
Hamish mengambil sweeter itu, "Dua jam lagi sebelum jam tiga. Kita makan bakso dulu yuk," ajaknya. Memilih makanan hangat setelah melihat Karin muntah karena bermain ayunan, mungkin pilihan yang tepat. Ia juga berencana menjemur pakaiannya di atas pagar kayu di pondok pantai. Di pantai biasanya, untuk duduk di pondok pantai, harus memesan makanan atau minuman di warung dekat lahan pondok tersebut. Sebagai tanda sewa, atau jika tidak ingin memesan makanan, harus membayar sewa.
[Entah mengapa aku jadi tambah tidak enak. Aku sudah muntah di bajunya. Dia malah tambah peduli.]
Karin mematung. Hamish yang melihat gadis itu tidak bergerak dari tempatnya berdiri memegang tangannya dengan lembut.
--
Mereka sudah di atas kapal yang sebentar lagi akan bergerak. Karin tidak sabar ingin segera keluar melihat hamparan laut yang luas tapi saat sudah berada di atas lambung kapal. Ia ikut mengantuk melihat Hamish yang sudah terlelap duluan. Tapi sayangnya matanya tak mau terpejam.
Karin memilih berpindah di kursi belakang, ia teringat pernah membeli buku tts saat masih di penginapan. Saat mengantuk dan tak dapat tidur, Karin akan mencoba mengisi tts untuk beberapa saat ia akan langsung tertidur. Selain bisa membuatnya cepat tidur. Mengisi tts bisa menghilangkan kebosanannya.
Saat sedang mencari-cari Karin tidak sengaja melihat kedalam tas Hamish. Ia melihat buku berwarna hitam, ia sengaja membukanya sedikit dan mendapati itu buku sketsanya. Karin tambah penasaran dengan isinya, ia melupakan buku tts miliknya.
[Apa ini. Bagus banget!]
Karin terpukau dengan lukisan hitam putih milik Hamish. Ia tidak menyangka temannya memiliki keterampilan sedemikian rupa. Meski ia ingat Hamish juga bercita-bercita menjadi komikus, ia masih tidak menyangka lukisan tangan nya begitu mempesona.
[Kenapa ia memilih menjadi komikus dan bukannya seniman?]
Karin mulai tamak dengan rasa penasarannya, meski ia belum selesai melihat secara keseluruhan buku sketsa di tangannya. Ia memilih mencari sesuatu di dalam tas Hamish yang dapat membuatnya lebih terpukau, Karin mendapati album foto. Tapi ia tidak tertarik untuk membelinya.
Ia melanjutkan kembali dengan buku sketsanya. Setiap lembaran demi lembaran, Karin hanya bisa tersenyum menatap mahakarya milik Hamish, hingga pada lembaran terakhir, ia memilih menutupnya. Karin bahkan tidak mengembalikan buku sketsa itu dengan benar. Ia segera keluar dari mobil.
Matanya berkaca-kaca, hati sesak, tapi ia tidak bisa apa-apa. Karin memilih pergi segera menuju ke dek kapal. Ia kali ini benar-benar tidak mengantuk. Rasa kantuk itu hilang dengan sekejap setelah ia menuruti rasa penasarannya yang tamak.