Chereads / Secangkir kopi untuk Raditya / Chapter 46 - Aku cemburu

Chapter 46 - Aku cemburu

Tayangan iklan yang dibintangi Raditya masih terbayang di matanya. Perasaannya menjadi campur aduk. Dia tidak suka melihat Raditya bermesraan dengan perempuan lain walaupun itu hanya sekedar akting tuntutan skenario, seperti kata Sarah.

Rembulan jadi bertanya-tanya sampai berapa lama hubungan mereka bisa bertahan. Apakah dia bisa menerima Raditya dengan profesinya?

Dia tahu Raditya seorang aktor, tapi tidak pernah melihat saat laki-laki itu menjalankan profesinya. Sepertinya memang nuraninya menolak. Janjinya pada Raditya untuk menonton film Kesatria dan Dewi Langit sampai sekarang belum ditepati. Rembulan bersyukur Raditya tidak pernah menanyakannya.

Rembulan juga mengingat ketika Raditya dikerumuni para penggemarnya, mereka saling berdesakan dan saling dorong, bahkan Rembulan pernah mengalaminya sendiri. Ketika itu diantara mereka berdua belum ada hubungan yang spesial. Bagaimana kalau suatu saat nanti mereka pergi berkencan setelah mereka menjadi kekasih, dan terpergok wartawan atau penggemar Raditya. Apakah dia bisa merasa nyaman dengan situasi seperti itu? Apakah dia suka ketika mereka mulai ingin tahu tentang dirinya? Entah lah semua terasa membingungkan.

Rembulan terbiasa menyepi, menghindari keramaian, misterius.

Dia mencintai Raditya, dia yakin soal itu, tetapi apakah cinta saja cukup dalam membina suatu hubungan? Rembulan nyaris merasa sakit kepala memikirkannya.

Kemarin dia sok menasihati Sarah untuk menghindari laki-laki yang membuat sakit kepala. Sekarang, dia malah mengalaminya walaupun ceritanya berbeda. Rembulan tersenyum kecut. Lagi pula mana ada sih suatu hubungan yang mulus-mulus saja? Pasti ada "sakit kepala" dengan kadar yang berbeda-beda. Ada yang merasakan sakit kepala yang hebat, ada juga yang kadarnya biasa-biasa saja. Entah yang mana yang akan dialaminya nanti bersama Raditya.

Ponselnya bergetar, Rembulan tahu yang menelpon pasti Raditya. Hanya laki-laki itu yang menelponnya di malam selarut ini. Tadi dia juga mendengar suara mobil Raditya. Rembulan mendesah, dia masih dibayangi rasa cemburu. Hatinya bimbang antara harus menerima telepon atau pura-pura tidak tahu. Rembulan takut dia akan menjawab dengan ketus. Sebisa mungkin Rembulan menghindari bicara saat dirinya sedang dalam keadaan emosi, yang keluar dari mulutnya akan merusak suatu hubungan, dia tidak ingin Raditya terluka hanya karena dia sedang cemburu.

Rembulan terus menatap ponselnya yang bergetar, akhirnya tangannya terulur untuk meraih ponsel yang berada di atas meja.

"Hai, aku mengganggumu?" Suara Raditya terdengar bersalah, mungkin karena Rembulan lama baru menerima teleponnya. "Kamu sudah tidur?"

"Belum." Rembulan menjawab pendek. Dia masih jengkel. Namun kadar kejengkelannya sudah turun ketika mendengar suara Raditya. Suara itu terdengar manis ditelinganya.

"Aku bisa melihatmu seperti biasa?" Raditya bertanya dengan nada ragu, dia sedang berusaha membaca situasi, tidak biasanya Rembulan seperti ini menjawab pendek-pendek dan suaranya terdengar malas.

"Ya." Rembulan melangkahkan kakinya ke balkon, Raditya sudah berdiri menghadap ke arah Rembulan. Raditya melambai, tersenyum sangat lebar. Rembulan luluh melihat senyumnya. Ah, aku tak pernah bisa merasa sebal berlama-lama dengannya.

"Bagaimana harimu? Menyenangkan?" suara Raditya terdengar semakin manis di telinga Rembulan. Ah, madu!

"Menyenangkan, tapi ada sesuatu yang sedikit mengganggu?"

"Apa?" Rembulan tidak terlalu jelas melihat ekspresi Raditya, namun Rembulan membayangkan laki-laki itu sedang mengerutkan dahinya.

"Aku tadi melihat iklanmu yang baru saat sedang duduk di kafe."

"Oh, bagaimana menurutmu?Bagus?"

"Tidak bisakah kamu memakai kaos yang sedikit longgar? Semuanya tercetak jelas di kaos yang kamu pakai." Rembulan langsung mengutarakan salah satu kejengkelannya soal pakaian Raditya. Tubuh itu terlihat begitu sempurna. Imajinasinya saja sudah menjadi liar saat melihatnya, apalagi perempuan lain. Sungguh tak rela !

"Jelek ya? Aku nggak cocok pakai kaos seperti itu?" Raditya bertanya bingung, kayaknya kemarin nggak ada yang protes dia memakai baju seperti itu. Malah mereka memuji-muji tubuhnya yang atletis terlihat pas dengan baju itu. Apalagi ini iklan minuman berenergi. Dimana letak salahnya?

Dia jadi penasaran ingin tahu pendapat Rembulan.

"Sudahlah! Kamu nggak akan mengerti!"

"Aku jelas tidak mengerti kalau kamu tidak menjelaskannya."

"Apakah harus semesra itu beradegan untuk iklan minuman?" Rembulan membelokkan pembicaraan, tapi tetap masih seputar iklan yang dilakoni Raditya. Rembulan harus menuntaskan yang ada dipikirannya sekarang juga, dia tidak mau tidur dengan rasa jengkel.

Raditya tertawa terbahak, akhirnya dia mengerti kekasihnya sedang cemburu. Rembulan terlihat menggemaskan kalau sedang cemburu. Andaikan Rembulan berada di sampingnya, sudah dipeluknya perempuan itu.

Rembulan mencebik begitu mendengar Raditya tertawa. Dasar laki-laki nggak peka!

"Aku akan membicarakannya dengan kamu besok pagi. Hal-hal seperti ini lebih enak dibicarakan ketika kita berdua sedang bersantai. Kebetulan besok jadwalku tidak terlalu padat. Mau?" Raditya membujuk, dia tidak ingin bertengkar dengan Rembulan karena hal-hal sepele. Kekasihnya hanya sedang cemburu dan belum terbiasa dengan pekerjaannya. Besok Raditya akan bicara dengan Rembulan.

"Ya."

"Lan..." panggilnya pelan, "aku rindu."

Dari kejauhan Raditya bisa melihat Rembulan tersenyum.

***

Pagi ini aroma kopi sudah memenuhi ruangan, ditambah lagi dengan wangi butter yang menggugah selera. Rembulan mengintip roti yang dipanggangnya di dalam oven. Warnanya terlihat cantik, coklat keemasan. Hanya roti manis tanpa isian kesukaan Rembulan. Sebentar lagi matang, pikirnya.

Sembari menunggu rotinya matang, Rembulan mandi dan sedikit berdandan. Memberi wajahnya dengan sentuhan bedak. Bibirnya dipulas dengan lipgloss berwarna nude. Rembulan menanti kedatangan Raditya.

Lima belas menit kemudian terdengar ketukan di pintu.

Begitu Rembulan membuka pintu, Raditya masuk dan langsung memeluk Rembulan.

"Dit!" panggilnya pelan, dia tidak menduga dengan reaksi Raditya ketika bertemu dirinya.

"Aku kan sudah bilang kalau aku rindu."

***

Raditya dan Rembulan memilih duduk di lantai dua, menikmati sarapan yang disiapkan Rembulan.

"Sudah berapa lama aku tidak sarapan disini?"

"Hampir satu minggu."

"Pantas saja aku merasa sangat rindu." Raditya beringsut mendekati Rembulan. Diselipkan rambut Rembulan yang menjuntai menutupi sebagian wajahnya. "Jadi kemarin kamu cemburu."

"Aku...cemburu? Oh, yang benar saja!" Rembulan mengelak.

"Oke, kamu tidak cemburu...hanya tidak nyaman." Raditya menarik bibirnya, perempuan ini semakin membuatnya merasa gemas. Jelas dia merasa cemburu, namun terlalu gengsi untuk mengakui. Raditya tidak memaksakan pendapatnya, walaupun dia suka dicemburui Rembulan.

"Ya."

"Lan, begitulah profesiku. Semakin lama kamu akan semakin terbiasa dengan itu semua. Walaupun aku harus melakukan adegan mesra dengan orang lain, tapi hatiku, cintaku hanya untuk kamu." Raditya memeluk bahu Rembulan. "Tak ada yang berubah. Aku harap kamu mengerti."

Rembulan hanya diam. Ya, dia harus mulai belajar menerima Raditya dengan pekerjaannya. Tadi malam sebelum tidur dia merenungi semuanya. Jauh sebelum Raditya mengenal Rembulan, laki-laki itu sudah menjadi seorang aktor. Rembulan tidak boleh egois.

"Kapan-kapan aku akan mengajakmu ke lokasi syuting untuk melihat prosesnya. Terkadang yang kamu lihat di layar tidak sedramatis saat aku melakukannya." Raditya membujuk, tangannya membelai lembut kepala Rembulan. Setelah itu dia menarik kepala Rembulan untuk rebah dibahunya. Perempuan ini selalu membangkitkan sisi romantisnya.

"Dit...!" suara Rembulan memanggil perlahan.

"Hmm..."

"Ada yang mau aku tanyakan tentang David. Boleh?"

"Apa?" Tangannya masih membelai kepala Rembulan.

"David sudah punya pacar?"