"Hai cantik, lagi apa?" Sarah menyapa si pipi gembil- Andrea- yang berdiri di depan pintu menyambutnya.
Matanya yang bulat besar memandang Sarah sambil tersenyum lebar. "Dia sangat mengagumi ku." Sarah berdecak, dia menjawil pipi Andrea yang terlihat menggemaskan.
"Sepertinya aku punya saingan, biasanya dia hanya memandang kagum pada mamanya." Rianti bicara sambil menepuk pelan dadanya.
"Lama-lama dia akan semakin jatuh hati padaku. Kami akan mulai berjalan-jalan ke mall berdua, menonton bioskop dan dia mulai curhat tentang pacar-pacarnya atau cowok-cowoknya yang mencoba mendekatinya. Bisa jadi nanti kami akan sedekat itu." Sarah terkekeh membayangkan alangkah asyiknya suatu saat nanti bisa punya hubungan seakrab itu dengan Andrea.
"Capek ya kesini?"
"Nggak, rumahmu nggak jauh dari kantorku." Sarah menyerahkan oleh-oleh yang dibawanya.
"Coklat!" Rianti berteriak bahagia begitu melihat bungkusan kertas yang dibawa Sarah.
"Ya, merk kesukaanmu."
"Duh, harus hati-hati makannya. Nanti aku jadi gendut." Rianti terseyum kecut, "Terima kasih ya," katanya lagi. Sarah hanya mengangguk kemudian meletakkan bokongnya di sofa empuk yang terletak di depan tv.
Dia selalu merasa betah berada di rumah Rianti, ada perasaan nyaman dan hangat saat berada disitu. Sama seperti dia berada di rumah Rembulan. Hanya kalau ada Bimo, baru Sarah sedikit segan. Padahal Bimo tidak pernah mengusik mereka berdua kalau sedang bicara. Hanya sesekali mengajak Sarah bicara atau sekedar berbasa-basi menyapa Sarah.
"Inka, telepon meminta aku mendesain kantornya yang baru juga rumahnya." Rianti mendekati Sarah dengan membawa nampan berisi minuman dan kue-kue. "Nih, kue kesukaanmu sengaja aku beli untuk menyambut kedatanganmu," katanya lagi.
'Sepupu yang baik hati tuh memang begini. Makanya aku selalu kangen datang ke rumahmu. Makasih ya." Sarah menyambut sepiring cheese cake yang disodorkan Rianti.
"Katanya dia mau bikin perusahaan manajemen artis bareng temannya."
Sarah langsung ingat pada sosok David. Mungkin kemarin mereka bertemu untuk itu. Tapi tatapan mata itu adalah tatapan orang yang jatuh cinta. Bukan tatapan pertemanan biasa. Sarah hanya diam mendengarkan, sekali-kali dia mengarahkan pandangan matanya ke arah Andrea yang sedang bermain dengan pengasuhnya.
"Dia juga akan menikah, makanya aku disuruh mendesain rumah yang akan ditempatinya bersama suaminya. Kayaknya tiga bulan lagi Inka akan menikah. Aku diundang, sekalian dengan kamu juga diminta untuk datang."
"Oh." Sarah menjawab malas, dia tidak bergairah mendengar cerita Rianti. Dia tahu siapa calon suami Inka dan dia jatuh cinta padanya.
Huh! jatuh cinta pada pandangan pertama sangat menyebalkan. Dia mengutuki dirinya punya perasaan seperti itu.
"Buat apa dia mengundang aku, dia kan baru mengenalku."
"Aku tak tahu, tapi datanglah! Dia sudah meminta untuk datang."
Sarah mengangkat kedua bahunya, "Aku tidak bisa berjanji, entah di tanggal itu ada sesuatu yang penting yang harus kukerjakan." Sarah hendak mengelak, dia tidak akan datang. Bagaimana mungkin dia sanggup melihat David berada di pelaminan. Walaupun baru sebatas jatuh cinta, namun Sarah sudah kecewa dan patah hati.
"Inka bilang calon suaminya pengusaha properti."
"Hah!" Sarah nyaris melonjak karena terkejut. Berarti bukan David, lalu kemarin apa arti tatapan itu. Cinta bertepuk sebelah tangan? Tuhan masih sayang padaku dan memberiku harapan. Mata Sarah tampak berbinar bahagia, kali ini dia akan berusaha untuk mendapatkan David entah bagaimana caranya.
Rianti menangkap perubahan raut wajah Sarah. "Kamu kenapa sih?"
"Apanya yang kenapa?" Sarah malu, dia seperti tertangkap basah sedang melakukan tindak kejahatan.
"Kayaknya tadi nggak bergairah. Sekarang apa tuh matamu seperti orang yang punya hutang terus sama pemiliknya diikhlaskan."
"Sialan! Nggak bisa cari perumpamaan yang lebih bagus lagi!" Sarah tertawa bahagia.
"Kamu tahu, aku baru saja berdoa...Ya Tuhan, kalau dia memang jodohku tolong dekatkan. Tapi kalau bukan, dipangku kan masih bisa." Sarah bicara dengan mimik yang serius.
Rianti tertawa terbahak, tawanya tak henti sampai Andrea harus mendekat dan memeluk mamanya.
"Rupanya ada yang jatuh cinta dengan seseorang?" Rianti bisa membaca kisah dibalik perubahan Sarah.
"Begitulah! Dan kali ini aku akan berusaha mendapatkannya." Kali ini nada suara Sarah menjadi optimis. Dia langsung ingat pada Rembulan lalu tersenyum lebar.
***
Teman-teman Rembulan masuk ke rumah dengan ribut seperti orang yang sudah tidak bersua bertahun-tahun lamanya. Hanya Adrian yang terlihat kalem, bukankah dari dulu Adrian selalu begitu. Adrian hanya memandangi Rembulan disaat dia disibukkan menyambut teman-temannya. Ketika tatapan mereka saling bertaut, Adrian tersenyum. Dia berdiri tegak, kedua tangannya diselipkan di dalam kantong celana. Kepalanya sedikit dimiringkan, memandangi Rembulan, senyumnya tak lekang.
Adrian masih semanis dulu, hanya postur tubuhnya sedikit jangkung dan kekar. Waktu telah merubah mereka berdua. Adrian datang mendekat, menyapa Rembulan dengan suaranya yang selalu terdengar lembut. "Apa kabar Bulan?"
"Seperti yang kamu lihat." Rembulan merentangkan kedua tangannya seolah-olah berkata bahwa aku baik-baik saja.
"Ah, sudahlah kalian berdua ini! Tidak perlu basa-basi, langsung kau peluk saja si Bulan itu. Dari tadi di mobil ku tengok resah kali kau Adrian!" Robert mulai berkicau disambut tawa dan sorakan teman-teman yang lain. Rembulan tampak salah tingkah, sedangkan Adrian tetap dengan tatapannya yang kalem seolah tak terpengaruh dengan sekitarnya.
Dari dulu Adrian selalu bisa menguasai keadaan dan dirinya. Rembulan selalu salut dengan hal itu. Diganggu dan digoda seperti apapun saat dia mendekati Rembulan, Adrian hanya sekedar tersenyum, tertawa pelan atau melambai menjauh. Sedangkan Rembulan biasanya langsung salah tingkah atau menunjukkan ekspresi tak suka. Teman-temannya ini memang tidak pernah berubah, selalu bicara sesuka hati tanpa mau tahu perasaan orang lain, apalagi kalau itu teman akrab. Rembulan sudah memaklumi namun kali ini pipinya bersemu juga digoda begini. Sialan!
Teman-temannya selalu tanpa malu-malu langsung berjalan ke dapur dan melihat meja makan, untuk melihat makanan yang disiapkan Rembulan. Jhon langsung memeluk pundak Adrian dan mengajaknya mengambil kudapan yang ada di meja lalu membawa ke lantai dua. "Kita duduk diatas saja!" Adrian hanya mengikuti teman-temannya, dia menoleh ke belakang mencari Rembulan.
"Nanti aku susul!" Rembulan berteriak sambil menggebah mereka agar langsung naik ke lantai dua seperti biasa. Rembulan menarik napas setelah teman-temannya tak terlihat, dia bertanya dalam hati apakah dia sanggup mendengarkan suara-suara usil dari para bedebah itu.
***
Raditya membuka pagar rumahnya, dia terkejut mendengar suara-suara ribut dari rumah Rembulan. Apalagi suara yang didengarnya suara laki-laki yang saling bersahutan. Sejak kapan Rembulan punya teman laki-laki sebanyak itu? Raditya berusaha mengintip dari pembatas tembok rumah. Namun tak terlihat. Raditya didera rasa penasaran.