"Kau harus tau, Oscar. Kami dulu memang membenci ayahmu. Tapi, selama ini bukan kah kami mengurusmu dengan baik? Kami hanya ingin kau membantu kami dengan menikahi Imelda. Perusahaan yang sudah susah payah didirikan oleh almarhum kakekmu bisa bangkrut tanpa suntikan dana. Dan, mereka hanya mau memberikan dana jika kau menikahi Imelda!" Seru Frans.
"Tolonglah, Oscar. Imelda itu mencintaimu sudah sejak lama. Lagi pula dia gadis baik- baik. Apa salahnya sih, Nak? Cinta itu bisa hadir dengan sendirinya. Percayalah pada Ibu." Sahut Marini.
Oscar menatap Frans dan Marini penuh amarah. "Jadi, selama ini kalian mengharap balas budi karena sudah membesarkan aku? Selama ini kalian tidak ikhlas?"
"Bukan begitu, tapi, kau kan tau bahwa penghasilan terbesar kita dari pabrik itu. Jika sampai tutup kasihan karyawan yang sudah lama bekerja di sana. Ini bukan tentang menyelamatkan satu orang saja." Kata Frans.
"Dan kalian mengorbankan aku,begitu?!" Seru Oscar marah.
Bug...bug...
Tanpa di duga Frans menyarangkan tinju nya ke wajah dan perut Oscar. Marini yang sedang duduk tersentak dan langsung berdiri.
"Kau gila , pa?! Apa- apaan ini? Memukul? Sejak kapan kau main kekerasan seperti ini?!" Jerit Marini berusaha menengahi.
Ia langsung menghampiri Oscar. Ada darah di sudut bibir Oscar. "Kamu tidak apa- apa, nak?"
Oscar menepis tangan Marini lalu menyeka darah di sudut bibirnya. Ia menatap Frans dengan marah. Suasana menjadi tegang. Tanpa berkata apapun, Oscar bermaksud untuk pergi. Namun, Frans menghadangnya.
"Kau tidak tau sopan santun? Pergi di saat orang tua sedang bicara?!" Hardik Frans.
Oscar menatap Frans dengan nyalang. "Lepaskan, atau kau akan menyesal!"
"Ah, hahahaha anak ini mulai berani melawan rupanya. Darah memang sama. Kau, sama saja dengan ayahmu yang bajingan itu!!"
Seketika mata Oscar memelotot. Dengan kasar ia melepaskan cekalan di tangannya.
"Kau akan menyesal!"
"Silahkaaan...!! Aku mau tau apa yang kira- kira bisa kau lakukan."
Tanpa di duga, Oscar menyambar pisau dapur yang tergeletak di meja. Dan tanpa ragu ia menghujamkan pisau itu tepat di dada Frans. Dan seketika Frans pun roboh, karena tikaman pisau itu tepat mengenai jantungnya.
"Aaaaarrgghhhh....papaaa!!!" Jerit Marini. Ia langsung menghampiri suaminya yang menggelepar di lantai.
"K-kau...bajingan! Bangsat! Anak tidak tau diri, tidak tau terimakasih!!" Seru Marini.
Oscar tak peduli lagi, ia menghampiri Marini dan langsung mencekik ibu angkatnya itu. Tubuhnya yang tinggi besar tentu tidak mengalami kesulitan untuk mencekik Marini dan mengangkat tubuh Marini dari lantai. Marini memukul- mukul tangan Oscar berusaha untuk melepaskan diri. Ia merasakan napasnya sesak dan lehernya terasa sakit. Ia tak mampu menjerit atau mengeluarkan suara. Marini menatap suaminya yang terkapar dan berada di ujung maut. Cekikan di lehernya kian menguat. Marini merasa begitu sakit dan akhirnya ia pun bebas, terlepas dari raganya.
Oscar melemparkan tubuh mungil yang tak bernyawa itu ke lantai dengan keras. Lalu ia menghampiri tubuh frans yang masih menggelepar. Ia mencabut pisau yang masih menancap di dada Frans dengan sekali hentak. Dan tanpa ampun menancapkan pisau itu kembali ke leher Frans. Dan, Frans pun menemui ajalnya. Oscar tertawa terbahak-bahak. Ia mengusap pisau yang berlumuran darah itu dan menjilati nya.
"Aku sudah bilang bukan? Jangan pernah berbuat hal yang tidak baik denganku. Kau berjanji untuk menyayangi aku bukan? Tapi, kau mengingkarinya. Kau mau menjodohkan aku dengan wanita itu? Yang bahkan aku saja jijik melihat kelakuannya yang mengejar- ngejarku. Wanita tidak punya harga diri! Dan kau mau aku menikahi wanita tidak punya harga diri itu?! Sekarang membusuklah di neraka bersama kedua orang tuamu. Dan sampaikan salamku pada ibuku. Kalian tidak lebih dari orang-orang yang senang mengingkari janji." Kata Oscar bermonolog.
"Papa....mama dimana? Aku punya berita ba...aaaghh!!!"
Tiba- tiba Nadia masuk dan ia menjerit melihat kedua orang tuanya terkapar. Ia menatap Oscar tajam. Sementara Oscar masih memegang pisau di tangannya. "K-kau apa yang kau lakukan hah?! Papa...mamaaaa....!!"
Nadia langsung menghampiri tubuh Frans dan Marini. Oscar mengamati gadis itu, Nadia mengenakan t-shirt berwarna putih yang mencetak bentuk tubuhnya dan memadukannya dengan rok span berwarna hitam. Membuat paha nya yang putih mulus itu terlihat. Oscar menelan salivanya, dan ia pun langsung memukul tengkuk gadis itu dari belakang hingga Nadia pun jatuh tak sadarkan diri.
Dengan mudah, Oscar mengangkat tubuh gadis itu dan membawany ke kamar. Ia membaringkan tubuh Nadia di atas ranjang. Perlahan, ia membuka seluruh pakaian Nadia sehingga tubuh putih mulus itu terekspos di hadapannya dengan begitu indah. Oscar mengambil tali yang ada di laci kamarnya. Lalu ia mengikat kedua tangan Nadia ke ranjang. Setelah itu ,ia menyiramkan segelas air ke wajah Nadia membuat gadis iu tersadar. Nadia gelagapan dan saat menyadari tangannya terikat ia pun mulai berontak.
"Bajingan, lepaskan aku, lepaskaaan...!!" Jeritnya sambil mulai menangis. Oscar tertawa, ia menikmati pemandangan di hadapannya. Perlahan, ia membuka seluruh pakaian yang ia kenakan. Beruntung bagi Oscar , rumah keluarga Frans terletak agak jauh dari tetangga- tetangga. Sehingga, jeritan- jeritan tentu tidak akan terdengar. Dan, kebetulan pembantu- pembantu sedang mereka liburkan karena tadinya mereka memang berencana untuk keluar kota.
Perlahan, Oscar mendekati tubuh Nadia. Mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya, Nadia pun mulai menangis.
"A- aku...aku mohon jangan, tolong. Aku masih perawan, aku belum pernah melakukannya. Aku janji tidak akan melaporkan mu pada yang berwajib. Ki- kita kuburkan saja papa dan mama. Tidak akan ada yang tau. Tapi, lepaskan aku..." Nadia berusaha membujuk Oscar. Namun, Oscar tak peduli. Langsung membungkam Nadia dengan ciuman di bibirnya. Dengan rakus Oscar mulai melumat bibir mungil itu. Nadia hanya bisa pasrah. Dengan tangan nya yang terikat jelas ia tidak mampu untuk melawan.
Perlahan Oscar mulai bermain dengan dada Nadia. Ia menangkupkan tangannya di atas bukit kembar itu. Dengan rakus ia mulai menghisap dan memilin. Nadia hanya mampu menangis. Namun ,ia mulai merasakan getaran aneh di sekujur tubuhnya. Hatinya berontak, namun reaksi tubuhnya berkata lain. "Jangaan...jangan...aku mohon." Ujar Nadia lirih. Oscar hanya tersenyum sinis. Lalu,ia pun beralih menuju daerah inti Nadia , ia membenamkan wajahnya dan menghisapnya. Perlahan lidahnya mulai menggelitik, seketika tubuh Nadia pun menggelinjang. Oscar tertawa, dan tanpa ampun lagi ia pun langsung memposisikan tubuhnya dan langsung memasuki tubuh Nadia.
Nadia menjerit perlahan, ia merasakan ada yang sobek di bagian intinya. Namun Oscar tidak peduli. Ia langsung memacu tubuh yang tidak berdaya itu. Sementara Nadia hanya mampu menangis, sambil menahan getaran- getaran aneh di sekujur tubuhnya. Oscar memacu dan memacu sambil bermain- main di dada Nadia. Sementara tangannya juga tidak bisa diam bergerilya kemana- mana. Tidak lama Nadia merasakan ada yang mau meledak dari dalam tubuhnya dan ia pun menjerit saat ia merasakan sampai ke puncaknya.
Tawa Oscar meledak seketika. "Gadis munafik, mulutmu berkata jangan, tapi kau menikmatinya juga kan? Hahaha.."
Nadia hanya diam, ia merasa begitu terhina. Perlahan, Oscar membuka ikatan di tangan Nadia. Lalu, ia membalikkan tubuh yang lemas itu dan menusuknya dari belakang. Nadia menjerit kecil karena merasakan perih. Namun ia tidak bisa berbuat apapun selain menahan tubuhnya dengan kedua tanganny. Oscar pun semakin leluasa, ia memaju mundurkan tubuhnya sambil meremas dada Nadia dengan kasar membuat gadis itu merintih.
Saat ia merasa akan mencapai puncak. Dengan cepat di balikkan nya lagi tubuh Nadia dan memuntahkan cairan cintanya di rahim Nadia.
Nadia meraung, ia melihat noda darah di atas sprei. Hilang sudah kehormatan nya yang seharusnya ia jaga dan ia persembahkan kepada suaminya kelak.
"Bunuh saja aku.." kata Nadia lirih.
"Kau mau mati?"
"Hidupku sudah tidak ada artinya lagi. Kau sudah merenggut nya. Bahkan,mungkin aku bisa saja hamil karena perbuatanmu. Bunuh saja aku..." Kata Nadia. Oscar tertawa kecil. Perlahan ia mengelus pipi Nadia dengan lembut, namun dengan gerakan yang tidak di duga ia langsung mencekik Nadia tanpa ekspresi sampai akhirnya gadis itu pun mengembuskan napasnya yang terakhir.
Tawa Oscar meledak seketika. Ia meraih ponselnya dan menelepon seseorang.
"Rencana itu mendadak aku lakukan hari ini. Kita bisa melakukannya seperti yang sudah aku bicarakan bukan? Baiklah...aku akan memghancurkan ponsel ini . Kau tentu tau nanti di mana harus menemuiku."
Oscar mematikan ponsel itu lalu mengambil tongkat yang ada di sudut ruangan dan menghancurkan ponsel itu hingga hancur berkeping-keping. Dan membuangnya keluar jendela. Lalu ia pun menyeret tubuh Nadia yang sudah tidak bernyawa lagi ke lantai bawah.
Seperti anak kecil yang di beri mainan, Oscar pun bermain- main dengan ketiga tubuh yang sudah tak bernyawa itu. Ia memotong- motong tubuh Frans dengan golok yang ada di dapur menjadi 12 bagian. Lalu setelah selesai. Ia meraih gagang telepon, "Hallo, kantor polisi...."
Bersambung