Chereads / Shousetsuka ni Mainichi ga Muzukashii / Chapter 4 - Bertemu Dengan Gadis Puisi Bagian 2

Chapter 4 - Bertemu Dengan Gadis Puisi Bagian 2

Semua orang pasti akan merasa gugup saat pertama kali bertemu orang lain, malah ada rasa 'tidak pantas' saat berada di hadapannya atau di dekatnya. Tapi, seiring berjalannya waktu, rasa itu kan memudar dan setiap pertemuan dengan orang lain akan melahirkan kenangan yang membekas bahkan tidak pernah bisa untuk dilupakan.

________

'Dia dan aku berlawanan, bak kutub selatan dan utara. Tapi, kita sama-sama kutub.'

*Kutub diibaratkan sebagai orang yang menjadi perwakilan lombanya walaupun berbeda bidang.

Gadis yang pemalu itu akhirnya tersenyum tipis juga di depannya, 'Cocok gak ya, senyumanku ini?' dia hanya bisa bertanya-tanya di dalam hatinya.

Para perwakilan lomba sebelum berangkat jauh-jauh hari sering diberikan pembinaan dan mereka selalu dikumpulkan di ruang yang sama.

Karena sering berkumpul bersama di ruangan yang sama itu, akhirnya dia menjadi dekat dengan sang gadis puisi. Namun, gadis puisi itu adalah orang yang sibuk, setiap mereka hendak bersama, pasti ada saja orang yang terus memanggilnya dan memisahkannya.

Waktu itu saat pulang sekolah ....

"Oh, ya, ngomong-ngomong rumahmu di mana?" tanya sang gadis puisi padanya.

"Ah~ cukup dekat dari sini, kok. Terkadang aku jalan kaki." Jelasnya, tapi, dia bertanya-tanya dalam hati untuk menimbang perkataannya, 'Jarak 1KM ke sekolah itu dekat tidak, ya?'

Dengan penasaran sang gadis puisi itu memandangnya.

Untuk pertama kalinya, seorang bidadari yang mengajaknya bicara itu menjadi dekat dengannya, "Um~ mau main ke rumah, kah?" tanyanya yang sempat memasang ekspresi ragu sambil menggaruk-garuk kepala bagian belakang.

"Um, boleh–"

Dengan sangat imut dan sikapnya yang menggemaskan, gadis puisi itu mengangguk tanda dirinya setuju, tapi ....

"Oi, Olivia, bisa minta tolong bantu aku kerjakan ini?" seseorang selalu memanggilnya dan membuatnya mengerjakan sesuatu untuk kepentingannya.

Gadis puisi yang merasa dipanggil itu, tidak bisa mengabaikan teman di kelasnya.

"...?" Dia tidak menyangka kalau gadis puisi tersebut menghampirinya dan bersungguh-sungguh membantunya.

'Eh, kupikir gadis yang dirasa pandai-pandai di kelas ini bakalan mengabaikan temannya, karena mereka terlihat berkelompok, cuek, dan sombong. Tapi, tidak dengan dirinya ..., Olivia ...."

Sebelum menghampiri teman-teman yang kesulitan di kelas, Olivia berpesan padanya kalau mau main ke rumahnya lain waktu saja.

Dia pun memakluminya, "Baiklah, tidak apa-apa."

****

Sepulang sekolah, dia menceritakan pada sahabatnya, gadis puisi yang ada di sekolahnya yang baru-baru ini dekat dengan dirinya.

"Olivia namanya ...."

"Eh, bagus namanya."

"Ya, dan dia tadinya kutanyai 'mau mampir ke rumah?' tapi, dia sibuk lagi. Dia bilang lain waktu. Aku ingin memperkenalkanmu dengan Olivia." Jelasnya.

"Tuh, kan. Kamu bisa punya teman!" seru sang sahabat masa kecilnya ini sambl menepuk pelan pundaknya.

"Hiyaaa, awalnya kan aku tidak yakin. Entah kenapa aku dan dia malah jadi akrab." Jelasnya sambil memasang senyum penuh keraguan.

"Habisnya dia itu anak yang imut dan auranya beda dengan kita loh~" tambahnya yang terlihat melebih-lebihkan.

"Ah, masa' sih, bukannya anak SMP itu masih imut-imut, ya?" ujar sang sahabat.

"Y-ya, memang sih. Tapi, dia jauh lebih imut dari yang lain, dia baik hati juga."

"Wah, hebat dong temanmu!" serunya.

Tapi, dia meminta satu hal pada sahabatnya ini. Kalau Olivia berkunjung, mungkin, dia tidak bisa mempersilakan ke rumahnya karena akhir-akhir ini di dalam rumah, suasananya kurang mengenakkan. Dia berharap bisa mengajaknya di rumah sahabatnya dan itu jika gadis yang menjadi sahabatnya ini bersedia.

"Hmm ... baiklah, aku mengerti."

"Eh, beneran?" tanyanya memastikan kesungguhannya.

"Tentu. Boleh kok, bawa saja temanmu ke rumahku." Jawabnya lagi dengan optimisnya.

Dia langsung memeluknya dengan erat, "Aaaakh!! Kamu memang sahabat terbaikku." Saking senangnya.

"Iih, lebay deh!"

Selain baik, sahabatnya juga mendukung lomba yang dia ikuti.

****

Tapi, nyatanya ....

Sampai hari-hari tenang itu habis dan kini sudah saatnya mereka berangkat lomba, Olivia tidak sempat mampir ke rumahnya sama sekali.

Suatu kejadian tidak menyenangkan menimpa gadis imut nan cantik jelita waktu itu.

Hari itu, di pagi harinya, semua orang yang menjadi perwakilan lomba berkumpul di halaman sekolah lebih dulu. Lalu ....

Dia melihat keanehan yang terjadi pada diri Olivia, 'Gadis itu ... tidak seriang seperti sebelumnya.'

Namun, Olivia tetap melambaikan tangan padanya dan bersenyum lembut sambil memanggil teman sekelasnya yang hendak berangkat bersama ini.

*Berangkat ke lokasi lomba naik bus.

"Olivia!" serunya menyapa gadis cantik itu sambil melambaikan tangan juga tapi, dia agak ragu ketika hendak tersenyum padanya karena melihat ada keanehan dari gadis itu.

"...?" dia menatapnya lekat-lekat tapi, Olivia yang peka itu tidak terlalu memedulikannya dia bahkan hanya menjawab perkataannya dengan singkat. Padahal dia sangat mengkhawatirkan gadis itu. Namun, dia tidak ingin berpikir buruk dan hanya berkata dalam benaknya, 'Ah~ palingan dia terlihat lesu hanya karena gugup saja.'

Ketika semuanya sudah lengkap, akhirnya mereka semua (peserta lomba) dan guru pendamping di berbagai bidang pun berangkat.

Perjalanan dari sekolah ke lokasi cukup lama, dia menggenggap segenap harapan yang dititipkan padanya, dia juga berjanji untuk mengharumkan nama sekolah dengan karya yang akan dia buat. Jika dia memenangkan lomba desain nanti, dia ingin menjadi seorang mangaka suatu saat nanti. Itu adalah impian terpendamnya!

Dia belum mengatakan pada siapa pun impian itu pada orang lain namun, gadis yang duduk di dekatnya dengan mata yang terkatup-katup ini tiba-tiba berkata.

"Aku ... mungkin bisa mewujudkan impianmu ...." Celetuknya dengan lirih.

Mereka berdua duduk di bus di tengah-tengah. Memang ada suasana canggung saat duduk bersama dengan teman tapi, dia mencoba untuk mengakrabkan diri.

"Apa maksudmu?" tanyanya pada gadis imut yang tiba-tiba menoleh menatapnya dengan mata yang sayu.

"Maaf aku terlalu sibuk sehingga aku tidak bisa mengunjungimu waktu itu."

"Eh, tidak apa-apa. Kamu kan sedang membantu teman sekelasmu ...."

"Tidak! Bukan itu!" Olivia serius.

Dalam benak gadis yang sedang menyimak perkataan Olivia yang membantah dengan lirih ini berkata, 'Ah, apa maksudnya? Apa maksud keanehan ini?'

"Aku sudah banyak melihat kemampuan seseorang, dan aku pikir ... kau tidak akan menang."

Mendengar perkataan Olivia yang terdengar agak sombong dan meremehkannya itu, 'Oi, oi, ini tidak benar, kan? Dia mau mengajak gelud, ya?'

"Tenang dulu! Nanti aku jelaskan!" tegasnya.

Dia masih belum mengerti apa maksudnya?

Lalu, sang gadis imut dengan begitu lemasnya berkata serius padanya, "Jika kau ingin menang, kau bisa melakukannya dengan cara menggantikanku!"

"Hah!?" mendengar perkataan dari gadis imut ini, dia pun langsung terkejut seakan-akan tidak percaya. Lalu, dia menatapnya dengan tatapan malas, "Kau tidak sedang bercanda, kan?" lagian siapa yang mau menggantikan pekerjaan seseorang kalau bukan sang ahli dalam bidangnya, pikirnya dengan rasa enggan.

"Tentu saja tidak."

________

Seakan-akan saat itu kekhawatiran yang tersisa hanyalah sebuah kekonyolan.