Malam yang dingin. Namun, ruangan ber-AC itu tetap terasa panas walau suhu ruangan sudah mencapai titik yang sangat rendah.
Selimut lepek itu menyebar, bantal-bantal terlempar ke segala arah. Sepasang pakaian dalam yang tergantung di sudut ranjang masih terlihat di tempatnya semula. Dan di atas ranjang itu sendiri, terjalin dua tubuh yang saling tumpang tindih dengan keringat lengket yang membasahi setiap inci sprei.
Kaki mulus seorang gadis muda tersampir cantik di pundak kekar lelaki di sana. Di samping gerakan pinggul yang terus bergerak brutal, kedepan, kebelakang, dengan suara lengket yang tercipta akibat tamparan keras antar dua kulit berbeda.
Antony Muhardana memang tidak pernah minum alkohol. Jelas, toleransinya benar-benar mengecewakan. Dia menjadi orang lain hanya dalam sekejap, dan dengan mudah di manipulasi oleh gadis licik bernama Fella Anastasia.
Dan sialnya, kedua orang itu adalah sepasang guru dan murid di kelas yang sama.
"Pak ... kapan anda akan ... berhenti ...."
Gadis itu kelelahan sendiri. Tidak menyangka, jika stamina guru lelaki yang selalu terlihat kalem dan sopan itu bisa menyaingi singa liar di alam bebas. Brutal dan tidak tau ampun.
Setiap inci kulit di tubuh Fella pun tak lepas dari bercak keunguan buatan Pak guru tampannya.
"Sebentar ... lagi." Mengangkat tubuh ramping itu dengan mengalungkan lengan kekarnya di pinggang Fella, Antony memposisikan tubuh pihak lain tepat berada di atas pangkuannya, dan membenamkan kepalanya tepat di ceruk leher berkeringat milik gadis muda itu.
"Kamu yang menggoda saya. Jangan salahkan orang lain."
Fella menghela napas begitu merasakan gerakan di bawahnya berhenti. Dia mengangkat kedua tangan dan mengalungkannya melingkari leher beton milik Antony.
"Saya tidak menyalahkan Bapak." Mendekatkan wajahnya, Fella mengecup singkat bibir cokelat itu. "Saya cuma terkejut," ujarnya, kemudian mengarahkan bibirnya ke telinga sang Pak guru dan memberikan tiupan sensual yang mengundang hasrat. "Saya terkejut karena di balik sikap kalem bapak, ternyata menyimpan banyak tenaga yang tak terduga."
Mata Antony menggelap, dia pun kembali menyambar bibir merah yang sudah membengkak itu. Melumatnya secara kasar sebelum membanting tubuh pihak lain kembali ke atas ranjang.
"Saya belum selesai. Kamu harus siap untuk ronde berikutnya."
Fella mengedipkan satu matanya genit, "En, saya siap. Berapa lama pun waktunya, asal bersama Bapak, saya bersedia."
***