Chereads / The Garden Indipendence / Chapter 20 - 20. Katapiang

Chapter 20 - 20. Katapiang

Risu pergi bersama ibunya. Perjalanannya star lewat Pasailalang hingga mereka sampai mereka menemukan 3 persimpangan. Kalau belok kanan menuju arah ke pantai Kata dan bisa juga melewati Pantai cermin serta Gandoriah.

Kalau belok Kiri, Desa Taluak, pantai Sunur, muaro pauh kambar, pantai Tiram dan Katapiang. Ini merupakan jalur arah ke Kota Padang yang kedua setelah dari Kuraitaji sampai ke Lubuk Alung. Kebetulan rumah Risu berada di Pasailalang, mereka jadinya belok kiri.

Dalam perjalanan, sang ibu tampak berbunga-bunga. Seperti anak gadis yang baru saja menemui pacarnya yang sudah lama tidak bertemu. Maklum selama ini sang ayah bekerja menjadi Nakhoda selama 6 bulan di Papua. Makanya dia sangat senang. Risu mempunyai ibu yang sangat cantik dengan wajah yang hampir mirip dengan Dona Harun.

"Mama tampaknya cinta banget sama papa? sampai berbunga-bunga kaya gini. Memangnya asal mula ketemu sama papa gimana?" Tanya Risu.

"Mendapatkan papamu, mama harus bersaing dengan yang lain. Soalnya banyak cewek yang suka sama dia"

Cinta, butuh namanya sebuah persaingan namun hadir dalam situasi yang aneh dimana sulit dimengerti.

"Papamu itu dulu sangat populer. Dia itu dulu anggota randai sebelum jadi nakhoda." Kata ibunya yang menceritakan nostalgia.

"Bersaing mendapatkan papa? Hehehehehe" Ujar Risu yang seakan berfikir buat apa bersaing dengan masalah percintaan? sungguh tidak berguna rasanya.

"Papa kamu itu ganteng banget lo Risu. Sampai mama beneran bucin parah waktu itu. Sekarang tetap ganteng kok" Kata mamanya memuji ayahnya yang terkenal terlihat lempeng diluar. Tapi kalau sama istri alias mamanya manjanya melebihi anak TK. Mereka lalu kemudian sudah tiba di wilayah baru, daerah Sunur. Terus hingga sampai ke Ulak-an. Sebuah desa dimana, katanya ada masjid yang didalamnya ada pemakaman Syekh Burhanuddin. Konon katanya mayat Syekh Burhanuddin ini diangkat kelangit berdasarkan sejarah yang ada.

"Mah, mama tau tentang cerita Syekh Burhanuddin gak sih"

"Oh Tau, kenapa?

"Katanya mayatnya Syekh Burhanuddin ini diangkat kelangit. Terus diganti sama batang pisang. Apakah benar?"

"Katanya sih gitu. Cuman belum ada kejelasannya"

Mengingat ibu dan ayahnya orang Pariaman, dia penasaran berapa ibunya membeli ayahnya sebelum ia menikah.

"Dulu mama beli papa berapa sih?" Tanya Risu penasaran.

"Dulu mama beli papa sekitar 2.000.000. Uang sebesar itu udah gede banget pada masanya"

Pariaman memang terkenal dengan tradisi yang satu ini. Yaitu tradisi membeli laki-laki dengan uang bajapuik. Tradisi ini sudah ada sejak dulunya. Jika sebelumnya banyak orang mengenal bahwa tradisi menikah dimana perempuan dibeli laki-laki, maka disini laki-laki yang dibeli perempuan dengan perjanjian dari pihak keduanya yang ditetapkan.

"Kenapa ya Pariaman ini mempunyai tradisi yang berbeda dibandingkan dengan yang lain?"

"Tradisi laki-laki itu, dulu ceritanya ada saudagar kaya ingin menikahkan anak perempuannya kepada salah satu laki-laki yang baik. Cuman laki-laki itu miskin, sehingga dibeli sama pihak perempuan. Namun, ada juga yang beranggapan bahwa karena Minangkabau menganut adat bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah dimana sumber hukumnya berdasarkan Al-Qur'an maka mereka mencontoh apa yang dilakukan oleh siti Khadijah kepada Nabi Muhammad Sallahualaihi Wassalam"

"Oh begitu ya. Banyak orang diluar Pariaman itu yang nyinyir akan ini. Tapi mau bagaimana lagi ya mah, emang adatnya begitu"

"Kalau kamu nikah dengan sama-sama orang Pariaman, kamu akan mengenal namanya uang Bajapuik, masa Joadah, Uang badantam. Banyak yang akan kamu jumpai"

Joadah merupakan makanan yang dominannya berasal dari gula putih, kelapa dan merah. Didalamnya ada berbagai cemilan manisan seperti umbuik nenek dimana bentuknya warna putih seperti bihun berukuran tipis, ada kipang, ada dodol dan sejenisnya. Ini ditemukan ketika orang Pariaman mengadakan resepsi pernikahan.

Karena mereka asik berbincang sambil berkendara, mereka tanpa sadar sudah sampai disekitar Pantai Tiram. Ini adalah jalur yang sudah hampir dekat menuju bandara internasional Minangkabau. Jalur ini bisa juga menjadi alur alternative menuju Unand jika perjalanan lanjut. Karena kalau lewat jalur ini maka lebih dekat menuju UNAND. Mereka pergi ke BIM yang berada didaerah Katapiang.

Dibandarapun sudah ada stasiun khusus untuk kereta api menuju bandara. Kereta itu berwarna hijau dimana, didalamnya terdapat berbagai macam fasilitas seperti TV, dan tempat duduknya sedikit. Tapi sayangnya mereka tidak naik kereta api. Tapi naik mobil.

Sampai di BIM, sang ibu memarkirkan mobilnya. Setelah diparkirkan, mereka kemudian keluar dan menutup pintu lalu dikunci. Mereka kemudian masuk menyusuri kepala keluarga mereka. Sang ibu kemudian menelvon sambil jalan diikuti Risu. Namun, gadis itu merasakan sesuatu yang aneh. Dia melihat sosok perempuan cantik dengan baju batabua lagi mengikutinya. Perempuan itu tersenyum dengan tatapan yang amat ramah. Dia memakai lisptik berwarna merah seperti orang yang habis beralek.

Perempuan itu memang tidak terlihat . Cuma dia saja yang melihat. Risu menganggap itu adalah orang yang lewat saja. Sampai akhirnya, mereka bertemu dengan seorang pria tampan yang perawakannya seperti idaman para penulis online. Pria paru-baya berperawakan sugar daddy. Dia terkesan mirip Won Bin. Pantas saja ibunya tergila-gila padanya. Mereka berpelukan karena sudah lama tidak bertemu.

"Uhm, Papa kangen sama kalian berdua"

"Kami juga"

Pria tampan itu menyita pengunjung bandara karena saking kameknya. Kamek itu artinya tampan. Bisa juga imut. Mereka jalan bertiga sambil melihat orang-orang yang sedang membidik ayahnya Risu. Namanya namanya Arthur Chaniago. Dia jalan dengan menggagah sambil membawa koper.

"Gantengnya"

Mereka terpesona hingga membuat Risu geleng-geleng kepala. Sampai diparkiran, ia kemudian membuat pintu bagasi belakang. Dia memiliki postur tubuh yang sempurna. Sama seperti ibunya, memliki tubuh yang ideal walau umur sudah tua. Risu memandang, ternyata mereka memang cocok.