Sekuat tenaga aku menahan desahan ditengah badai kenikmatan yang melanda. Dengan mataku, aku menyaksikan Pram menjilati dan menghisap dadaku, dan dibawah sana, jemarinya sukses membuat bagian bawahku basah dan licin karena banyaknya cairan yang keluar.
Setelah puas melahap dadaku, lidahnya bergerak perlahan, melusuri belahan dadaku, dan terus meluncur kebawah hingga akhirnya wajahnya berada tepat didepan kemaluanku.
Jantungku semakin berdebar, menanti apa yang akan dilakukannya. Aku tahu, ia akan melahap kemaluanku, sama seperti ketika ia menikmati payudaraku. Namun kepiawaiannya telah memberiku kenikmatan dahsyat yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Dengan perlahan, Pram mendekatkan wajahnya ke bagian bawahku, dan dengan satu sapuan lidah, ditelusurinya belahan kemaluanku, mulai dari atas hingga ke bagian bawah. Tubuhku tersentak, bak teraliri listrik bertegangan tinggi.
Kedua tangannya berusaha membuka bibir kemaluanku, lalu lidahnya yang hangat menjulur, menjilati bagian dalam bagian bawahku yang sangat sensitif. Mataku kembali disuguhi pemandangan erotis dan panas, dan aku sangat menikmatinya.
Hanya tinggal menunggu waktu saja, aku akan merasakan klimaks hebat, klimaks pertamaku lewat oral seks yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Detik-detik yang mengantarkan klimaks itu semakin dekat ketika ia melumat bibir kemaluanku, bak sedang melumat bibir diwajahku saat kami berciuman. Sontak saja kujambak rambutnya, kutekan pinggulku kearah wajahnya. Tubuhku setengah melengkung dengan bagian punggung atas yang bersandar di daun pintu yang tertutup. Aku benar-benar terangsang hebat dibuatnya hingga cairan yang keluar dari bagian bawahku mengalir melalui pahaku.
Dan kenikmatan itu semakin bertambah ketika bibirnya menempel erat tepat diatas bagian bawahku, sementara didalam mulutnya, lidahnya menari mengerjai segumpal daging kecil yang menjadi salah satu titik sensitif wanita.
Hisapan dan jilatannya sukses membuatku mendesah pelan. Tubuhku terasa semakin panas, dan keringat mulai bercucuran. Hal lain yang semakin membuatku tak mampu menahan ledakan klimaks adalah ketika 2 jarinya mulai memainkan liang bagian bawahku, sementara bibirnya masih terus menghisap bagian inti.
Dan benar saja, tak sampai 5 menit ia melakukannya, kurasakan otot-otot disekitar selangkanganku menegang, jantungku berdetak lebih cepat.
'Ssssshhhhhh…. Hhhhmmmmppphhh'
Aku mencapai klimaksku! Kepalanya kudesakkan dengan sangat kuat kearaah kemaluanku hingga terhimpit kedua pahaku. Aku sangat yakin, cairan klimaksku masuk kedalam mulutnya, dan mungkin saja ia menelannya.
Tubuhku benar-benar lemas, tenagaku benar-benar terkuras akibat klimaks hebat yang baru saja melanda. Dari bawah sana, Pram menatapku, seutas senyum tersunging dibibirnya.
Beberpa saat berlalu dan Pram berdiri, tangannya menempel dikedua sisi pipiku. Dengan lembut ia kembali melumat bibirku. Aroma khas bagian bawahku tercium dari wajahnya, namun aku tak memperdulikannya. Aku membalas ciumannya sambil memeluk tubuhnya yang bermandikan keringat.
"Kamu hebat.." gumaku pelan ditelinganya.
Ia hanya tersenyum, kemudian kembali mengecup keningku. Aku menarik lengannya, mengajaknya ke pinggiran ranjang, dan kembali melumat bibirnya disana. Seutas senyum kuberikan saat bibir kami saling berpisah.
'Sekarang gilirangku' kataku dalam hati. Sambil mengecup perut, kedua tanganku sibuk melepaskan ikat pinggangnya. Selesai dengan ikat pinggang, selanjutnya kancing celana jeans yang ia kenakan pun segera kubuka. Dengan perlahan, celana itu kuturunkan hingga ke lututnya. Aku menengadah, tersenyum padanya. Kini kemaluannya tepat berada didepanku, dan hanya terhalangi oleh celana dalam bwrwarna hitam.
Sekilas kulihat kemaluan Pram telah mengeras, berdiri dengan gagah dibalik celana dalam. Tanpa membuang waktu, aku langsung menurunkan celana dalamnya.
'wwoww' seruku dalam hati karena takjub dengan milik Pram. Aku belum menyentuhnya, namun dari pandanganku, aku yakin pentungan Pram sedikit lebih besar dan panjang dari pentungan suamiku. Sesuatu yang sedikit lebih istimewa untuk ukuran kemaluan pria lokal.
Dan benar saja dugaanku, pentungan itu tak mampu kugenggam seutuhnya ketika tanganku mulai memegangnya. Segera saja kukocok dengan pelan dan bibirku mulai bergerak mengecup bagian ujungnya.
Pram tercekat ketika lidahku mulai menelusuri batang pentungannya. Sekilas kulihat Pram memejamkan mata, menikmati setuip sapuan lidahku. Sambil memainkan pentungannya, kuarahkan lidahku kebagian bawah dan bukan hanya jilatan saja yang kuberi, sesekali aku menghisap kulit yang membungkusnya. Aku tak segan mempermainkan lubang kecil diujungnya dengan jemariku, karena aku yakin Pram pasti sangat menikmatinya.
Beberapa menit berlalu, kocokanku menyebabkan sedikit cairan keluar dari ujung kemaluannya. Aku berhenti sejenak kemudian kembali menatapnya sementara pentungannya masih dalam genggaman tanganku. Aku hanya sekedar ingin tahu, apakah Pram menyukai caraku, apakah Pram menikmatinya.
Pram membuka matanya dan menatapku, tampaknya ia heran mengapa aku menghentikan permainanku. Hanya beberapa saat saling tatap, Pram lantas memajukan pinggulnya, mendekatkan pentungannya kemulutku lagi. Aku menyambutnya dengan membuka mulutku, dan akhirnya masuklah pentungan itu.
Rongga mulutku terasa sesak dan penuh sekali. Pentungan Pram benar-benar memiliki ukuran yang istimewa. Kini, mulutku yang bertugas memainkannya, menganti peran tanganku yang sedang mencengkram kedua belah pantatnya.
Dengan gerakan pelan dan lembut, Pram menggoyang pinggulnya, maju dan mundur sehingga pentungannya bergerak keluar dan masuk dimulutku, seolah sedang menyetubuhiku. Air liur mulai menumpuk didalam sana, bahkan meluber keluar melalui sudut-sudut bibirku akibat goyangan pinggul Pram. Akibatnya, kemaluannya semakin licin dan lancar menyetubuhi mulutku.
Hanya beberapa saat kemudian, kurasakan pentungannya mulai berkedut, seolah memiliki jantungnya sendiri. Aku yakin, sebentar lagi Pram akan mencapai puncak klimaksnya. Pram lantas sedikit mempercepat gerakan pinggulnya, dan khirnya ia mendesah pelan disertai dengan hembusan panjang nafasnya.
"Ssshhhhhhhh...."
Benih Pram keluar didalam mulutku, bercampur dengan air liurku sendiri! Tanpa pikir panjang, Cairan klimaks itu kutelan, kuhabiskan hanya dalam 1 tegukan.
Pram melirik jam di dinding kamarku. Pukul 2 lewat beberapa menit.
Aku menepuk kasur disebelah tubuhku, mengajaknya duduk bersamaku. Kami duduk sesaat, lalu merebahkan diri disana, dengan kaki terjuntai kelantai. Kami saling menatap mesra, tanpa satu kata pun terucap.
Aku kembali mengusap pipinya dan memberikan 1 kecupan. "Terima kasih…" bisikku pelan.
Pram mengangguk, lantas mengecup pipiku dengan lembut. Hanpir setengah jam kami berbaring, mengistirahatkan tubuh yang lelah, dalam keadaan telanjang hingga akhirnya Pram pamit padaku untuk kembali ke ruang tengah.
Sebelum Beranjak pergi, ia menutupi tubuhku dengan selimut dan mengecup lembut keningku. Aku tidur dengan lelap, dalam keadaan telanjang hingga suara adzan subuh membangunkanku.
Hari masih gelap ketika Pram telah bersiap untuk kembali ke kota. Segelas kopi panas dan pisang rebus tersaji dimeja makan. Bapak dan ibuku pun berada disana.
"Pagiii…"
"Pagi bu.."
"Gimana tidurnya Pram..? Nyenyak?"
"Iya bu, nyenyak pake banget."
"Maaf lho nak Pram, Cuman bisa tidur di sofa." sambung ibuku.
"Gak apa-apa bu, lagipula bisa tidur nyenyak kok."
"Saya yang terima kasih ke bapak dan ibu, ke bu Rindi, udah diberi tumpangan buat istirahat, dapet makan gratis lagi, hehehehehe." balas Pram.
"Jangan sungkan nak, bapak dan ibu sudah menganggap nak Pram sebagai anak kami, sering-seringlah mampir kerumah ini." Sambung bapak.