Nathan masuk membawa pisau, karna mau bagaimanapun ternyata Nathan tidak bisa melepas Anna, jika Wanita yang di inginkan Nathan tidak bisa di ajak kerja sama, maka dia akan menaklukannya.
Alam senang di sini, dia melihat wanita yang membuatnya rindu, menatap lekat dan ingin sekali menyatukan bibir mereka kembali, sedangkan Anna diam tidak bisa berkutik ketika dirinya dalam kunkungan wanita bernama Crystal, dia juga memeluk erat seperti sudah satu abad tidak bertemu.hanya saja Anna bingung, antara membalasnya atau tidak, lagipula dia ada urusan dengan Nathan hingga terpaksa harus kembali kemari.
ke tempat salah.
"Naik." Lontar Nathan, Anna mengangguk meski dia sudah melihat Nathan penuh bercak darah. Bersusah payah mengangkat dua koper yang langsung di bantu Alan dan Jodi. Mereka menuju kamar utama yang sudah kembali pada pemiliknya kini. Nathan menganti pakaian dan menyeka wajah kasar. Alam dan Jodi kembali keluar setelah menyimpan koper. melambaikan tangan pada Anna meski wanita ini gelagapan harus merespon bagaimana, jangan so akrab atau nanti mereka tidak akan melepaskannya lagi.
"Bisakah ak-aku memeriksa rumahmu?" Tanya Maya langsung bicara pada intinya.
"Untuk?" Tanya Nathan mengambil soda dan meminumnya. Merileks kan tubuh pada sofa dan melihat Anna yang mengusap leher belakang untuk tanda sungkan yang dia tampilkan, dirinya tidak yakin dengan apa yang di lakukan sekarang, penerawangannya menunjukan benda yang sangat dia butuhkan ada di sini, gelang tamashi atau mungkin sekarang sudah berubah bentuk karena tidak bertuan.
"Bagaimana bentuknya?" Tanya Nathan.
"Dari kayu, seperti pulpen dengan ukuran 15 cm." Nathan mengangguk kecil mengingat barang yang Anna cari, lekas berdiri menuju nakas dekat ranjang seraya merogoh barang yang dia dapat dari mentri brazil, tadinya memang akan di berikan pada Anna, hanya saja lupa.
"Ini?" Tanya Nathan mengacungkan ranting setelah mengambilnya dari laci, Anna mengangguk, dia senang dan tidak perlu bersusah payah lagi.
"Boleh?" Tanya Anna menghampiri dan meminta barangnya, lagi pula Nathan tidak akan bisa memakai alat seperti ini.
Nathan tidak menjawab, bahkan sampai dirinya duduk lagi di ranjang setelah menghela nafas lelah..
"Memberi dan menerima." Ucap Nathan menengadah, Maya mengerutkan kening, apa lagi yang Nathan mau? Karna laki laki ini tiba tiba memegang tangan Anna hingga dia merasa mual, langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahan seisi alam lambung.
Semakin gila dan mengerikan saja Nathan ini, menurut Anna, pilihan Ares memang luar biasa monster.
"Kenapa membaca pikiran ku jika tidak kuat?" Tanya Nathan, dia masih santai saja minum soda menunggu Anna.
"Reaksi spontan." Jawab Anna lemas, meski perut kosong namun entah kenapa masih terasa mual.
"Apa yang kau mau?" Tanya Anna cepat, gelang tamashi masih saja santai diam di atas laci, Nathan menatap Anna, begitu banyak arti dan deskrifsi untuk wanita Tsuyoi sentoki ini, kebengisan Nathan bukan karena dia ingin jadi monster lagi, hanya saja merasa frustasi dengan hati dan pikiran berkecamuk bahwa dia menyatakan, meski di beri mantra seperti pandangannya menjadi buruk atau menakutkan jika melihat Maya tetap saja akan selalu begini.
Nathan memegang tangan Anna, wanita ini tidak menerawang isi pikirannya lagi, mengusap pelan punggung lengannya seraya berkata..
"Beri aku kecupan."
"Nathan?" Anna mulai meragukan suasana yang sedang terjadi saat ini, padahal dia sudah bersungguh sunguh membuat racikan penangkal pemikat untuknya, itu bersifat permanen, Atau "hasratku sedang menggebu, dan aku kekurangan wanita, jelek juga tidak apa, yang penting ada." Jelas Nathan, Anna mendadak gugup dengan tatap pria yang ada di hadapannya.
Sejemang melihat gelang yang akan memudahkan perjalannya, meminta sebuah kecupan bukan hal yang terlalu di junjung tinggi Anna. Maksudnya..itu bukan masalah kecuali Nathan memintanya bermain ranjang.
"Akan ku incar jika kau menghisap tenagaku." ancam Nathan saat Anna mengusap kedua rahangnya, memang itu yang di rencanakan, cahaya oren di jari Anna yang kini meredup lagi saat terkena sebuah tekanan, menjadi ragu menyelusup di setiap pori pori. Mendadak mendebarkan bagi Anna, terlbih saat Nathan menutup mata dan merasakan sensasi yang bahkan tidak di nikmati sama sekali olehnya.
Nathan menaruh soda di atas selimut dan berpindah menarik pinggang Anna, hingga dia terduduk di pangkuannya, memang hasrat Nathan saat ini menggebu, mendadak Anna takut pria ini tidak bisa berhenti, hingga berakhir dengan punggungnya secara perlahan menyapa sprei, Nathan menggigit bibir Anna karena tak kunjung membuka mulutnya, dan langsung mencumbu lagi siluman untuk memuaskan sesuatu yang tertahan selama satu bulan.
Crak.
Nathan juga menggigit bibirnya sendiri hingga berdarah, saling menghisap lembut, hinga berakhir dengan nafas memburu masing masing.
"Cukup." Ucap Nathan menaikan kedua sudut bibirnya samar.. Anna menjadi tidak nyaman kali ini dia harus cepat pergi, menyambar ranting yang berada di atas nakas lalu menyimpannya di lantai, membaca Mantra lalu berubahlah tamashi ini menjadi sebuah kayu dengan bentuk sama namun besar.
"Apa ini?" Tanya Nathan santai.
"Kantung ajaib." Jawab Anna, dia bersemangat karena tidak perlu membawa koper kesana kemari lagi, langsung dia menggeledah dua koper dengan satu isi sama yang di lihat Nathan satu bulan lalu, dan satu lagi alat alat yang asing.
"Sepatu?" Tanya Nathan menghampiri dan memegangnya, dia melihat sepatu lusuh yang bisa di perkirakan usianya sebelum nenek buyut dia lahir, kotor, dan terbuat dari batu yang sudah lapuk, apa ini bisa di sebut batu berbentuk sepatu?prasasti? Namun Nathan yakin ini bisa di pakai.
"Punya teman, sini." Jawab Anna, dia menata barang barangnya masuk kedalam kayu, dan meminta sepatu yang di pegang Nathan, uh, dia harus mendaki gunung ciremai selama lima hari untuk mendapatkan ini. Anna bahkan bersenandung hingga membuat Nathan terkekeh kecil.
"Arkhhh."tiba tiba Anna meremat dadanya, begitupun Nathan yang kaget karena dia dengan sangat jahilnya memakai gelang yang sedari dulu menarik perhatian dirinya.
Anna mulai sadar apa yang akan di lakukan Nathan, dia tertatih mencoba berdiri, Nathan melakukan pertukaran darah denganya tadi, lalu sekarang memakai gelang yang merupakan separuh dirinya ada di sana, gelang itu juga yang menunjukan bahwa Nathan adalah orang pilihan Ares di rumah si plontos dulu.
"Bergabunglah dengan jiwaku Anna." Nathan sangat senang dan tersenyum licik sekarang, sedangkan Anna menggeleng dan terus mencoba berdiri untuk pergi dari sini.
"Ah, atau heno onna?"
"Nathan!" Bentak Anna, dadanya semakin sakit sekarang, gelang yang di pakai Nathan mengeluarkan cahaya hijau yang terus membuat detak jantung Anna terasa di genggam, ini hanya sebuah penyatuan Jiwa, jika dia ingin menaklukan Anna, maka dia setidaknya hrus memakan setengah hati milik Heno onna, itu yang di katakan cermin Anna, setiap siluman, memang berbeda cara penyatuan jiwa, yang terpenting adalah pertukaran darah. Nathan melakukannya tadi. Memang Niatnya dia setidaknya akan melukai tangan Anna hanya saja setelah di pikir kembali itu tidak akan berhasil, terlebih ketika Memaksa Anna menelan darahnya.
"Tomoni hataraku-"
"Tidak, jangan." Sergah Anna ketika Dirgan merapal mantra yang setiap harinya di hafal Nathan bahkan dia catat untuk mencegah yang namanya lupa.
"Tsuyoi sentoki" Blash, cahaya hijau dari gelang membuat Nathan merintih, begipun Anna yang kini warna matanya berubah menjadi hijau, sedikit melayang dengan jubah merah dan cahayanya memutar di kedua tubuh mereka, Nathan panas dingin sekarang, sakit luar biasa di rasakan hingga dia ingin memotong lengannya.
Uhuk
Nathan Muntah darah, hingga gelangnya memberikan garis tidak beraturan pada lengan sampai leher Nathan, menyiksa jiwa lancang hingga berubah jadi benang berwarna hijau.
Sesaat keheningan melanda hingga di sambut dengan isak tangis kencang Anna saat semua cahaya meredup, dia juga punya gelang seperti seutas benang yang sama, hanya Nathan yang tertawa puas, dia senang, terjebak bersama Anna, karena bagaimanapun.
Dia menyukainya
Bukan karena Mantra atau karena Anna keturunan iblis pemikat, tapi Karna Nathan benar benar menyukainya.
"Kak?" Alam mengetuk.
"Jangan masuk" sergah Nathan, dia masih mengagumi lengan yang berhias benang ini, ternyata simple namun unik dan cantik, tidak seperti milik si Mentri yang kini jadi tas untuk Anna, terlihat kuno dan merepotkan.
Anna histeris, perjalananya baru saja akan di mulai, bukan seperti ini, sesal mendalam karena dengan berani datang pada Nathan, harusnya dia menyelinap saja, di banding seperti ini.
"Aku merindukanmu Ann." Ucap Nathan menatap Anna yang kini menelungkup di lantai. Ini sebuah petaka bagi Anna, ramalannya tidak boleh terjadi, Nathan tidak, jangan dia, Nathan hanya orang gila.
Anna mengeluarkan sedikit kekuatannya, jubah merah keluar lagi dengan wajah salah satu mata sampai tulang pipi adalah tengkorak tanpa kulit atau daging.
Nathan berdiri saat Anna menghampiri, mencengkram rahang pria ini penuh amarah, cahaya oren dengan cepat keluar dari interaksi jari Anna dengan kulit wajah Nathan.
"Lancang sekali kau!" Tekan Anna, mau bagaimana lagi, sejak awal seharusnya dia menghisap habis tenaga Nathan hingga mati, sekarang membunuhnya saja tidak bisa, Nathan mati, maka Annapun mati, tujuannya masih belum usai, dia hrus menyelamatkan teman temannya untuk membuat benteng dunia paralel kembali kokoh. Atau Slendrina si iblis berambut api akan menguasai dunia tentram itu.
"Cantik sekali.. Annaku." Nathan malah semakin senang, pertama kali melihat wujud Anna yang sangat memukau di matanya. Maya menghentikan aksi berontakan percumanya, beringsut dengan pudar jubah merah begitupun tulang pipi yang kini mulai berkulit lagi hingga seutuhnya, Nathan lekat menatap wanita dengan bibir tertekuk ke bawah dan berkaca kaca ini.
Anna kembali membenahi barang barangnya untuk masuk dalam tamashi, sedang Nathan mengambil jaket, membungkus Anna lalu memeluknya dari belakang, ini sebagai pecegahan Anna menghisap energi miliknya.
"Maaf karena aku egois dan tanpa persetujuan melakukan ini, aku.... tidak bisa melepasmu Anna."
"Aku harus pergi!." Ucap Anna tegas. Dia mengibaskan jaket dan tangan yang membuatnya gerah, menutup tamashi hingga dia menciut dan berubah lagi menjadi sebuah tongkat sebesar pulpen, Anna mendekatkannya pada pergelangan tangan, dan tamashi kini melekuk berubah jadi gelang. Sangat memudahkan Anna tidak perlu menggiring koper bahkan saat naik gunung.
"Lebih baik, ayo kita uji coba." Jelas Nathan, hanya saja Anna tidak peduli dan tidak memandangnya, memilih berlalu untuk keluar kamar.
"Arkhh." Anna meringis memegang tangannya, Nathan sedang sangat gila, dia menusuk lengannya sendiri hingga Anna ikut merasakan.
"Ah berhasil ternyata" Ucapnya senang, melempar pisaunya lalu menekan agar darahnya tidak keluar.
"Kau milikku." Lanjutnya,
To Be Continued...