Chereads / Pesky Of Demand / Chapter 28 - Let's Sleep

Chapter 28 - Let's Sleep

Nathan bersiul keluar kamar, Alan, Crystal dan Jodi ada di sana, mereka masih penasaran dengan Anna yang menangis keras di dalam sana.

"Kakak apakan?" Tanya Alam, dan Nathan hanya memberikan kedipan mata padanya. Dia sungguh sangat senang.

"Biarkan saja, ayo tidur." Ajak Nathan.

--

Pada akhirnya tidak ada yang bisa tertidur, mereka berkumpul di ruang tengah lalu saling merenung, Anna terlalu berisik, dan Nathan bahkan terkekeh ciut melihat beberapa arwah gentayangan nampak ikut murung mendengarkan Anna. Hanya Jodi dan Crystal yang tidak melihat bahwa rumah ini di penuhi orang.

"Di apain sih!" Crystal mulai risih dengan kakaknya, sudah berjam jam dan tangis Anna belum juga reda, nampak Nathan sama mulai tidak nyamanya, setidak mau itukah berbagi jiwa dengannya, hidup Nathan juga separuh ada di tangan Abba, tapi dia senang senang saja atau bisa di katakan bahagia.

"Aku membuat ikatan tanpa persetujuannya."ucap Nathan, membuat mereka bertiga melotot padanya, tentu saja ini bagai penjara bagi Anna, dia punya tujuan hidup sama seperti mereka bertiga, kenapa Nathan tega sekali mengurungnya.

"Aku tidak mau dia pergi, kalian juga bukannya tidak mau dia pergi?" Bela Nathan, bukankah hidup serasa hampa tanpa Anna kini, siluman itu berhasil mencuri banyak perhatian mereka.

"Tapi bukan berarti seperti ini, kakak tidak berhak melakukan ini." Sanggah Crystal, mereka paham apa arti dari rasa ketidak bebasan, kesana kemari pun sulit dan harus mempertaruhkan hidup. ada sedikit penyesalan dalam diri Nathan, menyukainya bukan berarti dia harus di miliki, mendadak benang hijau di tangannya terasa menyesakan dengan isak tangis Anna yang tiada hentinya, keinginan sesaat membuat Nathan kini kebingungan, tidak, sebenarnya bukan sesaat, dia memang selalu menginginkan Anna.

"Ann?" Nathan mencoba membuka kamar, hanya saja di kunci.. terpaksa Nathan menyuruh Jodi membukannya, dia memegang kunci cadangan kamar utama.

Brak.

"pergi!" Maya melempar sepatunya saat Nathan masuk, berantakan sekali karena Anna mengobrak abrik kamar, bahkan baju Nathan sudah tidak ada yang di lemari.

Bugh

"pergi!" Anna melempar sepatu satunya lagi tepat di dada Nathan, mendadak berontak style ala manusia, mau menggunakan power juga bingung, malah menyakiti diri sendiri nantinya. Alam dan Lusi juga mengerlingkan Mata pada Dirgan yang melihat mereka, begitpun termasuk Jodi dengan lancangnya bersikap sama. Jadi mau bagaimana, Nathan juga menggaruk kepala, biasanya dia menyobek mulut wanita atau memotong lidahnya agar tidak menangis, lalu sikap apa yang harus di lakukan Nathan.

"Bicaralah." Crystal mendorong Nathan lalu menutup pintu

, sedangkan Anna menelungkupkan wajah pada pinggir ranjang, dia tidak bisa berhenti menangis. Dan Nathan?dia merutuk adiknya tidak mau membantu, Nathan bergegas ke laci, mencari sesuatu yang mungkin bisa menenangkan Anna, semisal pisau, pistol, atau, silet dan cutter.

"Hah" Nathan mengacak rambutnya frustasi.

"Ah berhentilah! Sampai kapan mau menangis hah!" Bentak Nathan, tapi Anna tidak menghiraukan dan kini malah meremat dadanya, kan.. bingung lagi Nathannya.

(Cara menenangkan wanita yang menangis)

Yah, itu yang di lakukan Nathan sekarang, berselancar di internet dan mencari padanan pas untuk apa yang akan di lakukannya pada Anna. Dan semuanya malah buang buang waktu, Nathan keburu mengorek telinga dengan suara Anna yang terasa melengking. Dan terpaksa Nathan dengan gagah berani menghampiri Anna, hanya saja otaknya berputar sekarang, sentuh? Jangan? Sentuh? Jangan?

"Eih!" Nathan bergernyit, baru memegang lengannya saja tampak cahaya oren menggebu keluar dari tubuhnya. Bisa bisa hanya dalam hitungan menit dia tidak sadarkan diri, apa bungkus dengan selimut lagi, tidak selimutnya sudah basah dengan soda yang dia minum tadi.

"Berhenti atau aku akan membekapmu!"ancam Nathan, dan lagi lagi hasilnya hanya berahir dengan garukan kepala.

"Maya ayolah, ini bentuk penyatuan kita." Dan Anna kali ini malah menjerit hingga Nathan tercekat, malah semakin kencang menangis sukses membuat Nathan mendadak migrain.

"Kau mau aku bagaimana?" Tanya Nathan akhirnya kalah, Anna langsung diam, mengacungkan jari kelingkingnya dan mulai berhenti menangis meski masih sesegukan.

"Berjanji untuk tidak memanggil namaku." Pinta Anna, tentu saja Nathan melipit dahi, dia mengikatnya agar bisa memanggil Maya sesuka hati jika merindukannya, dan Anna tidak mau itu terjadi, bagaimana jika dia sedang bersusah payah mendaki gunung pas sampai dipuncak Nathan memanggil namanya hingga berakhir muncul di samping pria ini. Dan Anna melanjutkan tangisnya ketika Nathan tak kunjung mengapai lengan.

"Kenapa tidak bersamaku saja." Ajak Nathan, tentu saja di sambut gelengan Anna, Matanya merah sekali dan bisa saja air matanya berubah jadi darah sebentar lagi.

"Berhenti, dan katakan padaku kenapa?" Tanya Nathan lembut kali ini, kenapa Anna tidak mau bersamanya, kenapa tidak ikuti alur yang Nathan buat karena setelah ini, dia akan berencana dan berusaha keras agar Anna bisa menyukainya.

"Aku harus mencari barang." Ucap Anna sesegukan. Nathan kini ikut duduk di samping Anna bersandar pada pinggir ranjang.

"Untuk apa mengumpulkan benda antik?" Tanya Nathan hanya saja Anna tidak menjawab, dadanya sakit kini, tapi Nathan tidak ikut merasakan apapun, dia jadi bingung, apa Anna sedang berpura pura.

Uhuk.

Tidak, dia serius, Anna memegang lehernya dan batuk batuk.

"Anna?" Nathan linglung, Anna berdiri dengan menengadah dan kini memegang lehernya, seperti di cekik, hanya saja tidak ada siluman atau jin bahkan arwah di ruangan ini.

Cahaya hijau keluar dari gelang Nathan, ctass, mengeluarkan sengatan seperti petir pada Anna dan brugh.. dia jatuh, Nathan membantunya bangkit.

"Tidak, tidak boleh."racau Anna, dia mengetuk Kantung tamashi dan meminta cermin.

"Cermin!" Teriaknya untuk kedua kali, alat itu bekerja, Anna tidak perlu bersusah payah membuka tutup koper, benda itu langsung di tangannya, Nathan ikut melihat, cukup membuat pria itu membelalak, pasalnya ada penampakan duyung berekor biru tua mengkilat di cekik oleh, "Rey?" Anna langsung menatap nyalang Nathan.

"Kau membuat perjanjian dengan duyung?" Tanya Nathan, tentu saja Anna menangis karena membuat ikatan dengan teman temannya, sesama siluman bisa lebih dari satu ikatan, tapi gegara Nathan, dia putus hubungan dengan seirina, dan dia tidak bisa merasakan saat teman temannya dalam bahaya atau tidak.

"Aku memerlukan alat untuk menyelamatkannya" kini Anna terbuka, jika Nathan mengenalnya berarti dia bisa membantu. Nathan memperhatikan lagi cermin, seekor duyung yang di lempar masuk dalam kolam sempit, lemah tak berdaya.

"Siapa itu?" Tanya Nathan, menatap seorang wanita di rangkul Rey, bisa di bilang buah dadanya besar, Anna saja kalah, dan itu sukses membuat Maya menatap sinis.

"Apa?" Tanya Nathan, lupa mereka berdekatan saat ini, Anna dapat melihat Nathan sedang membandingkan dada miliknya dengan milik siluman Dziwozona ini. Anna sekarang paham, kenapa nenek buyut mengatakan bahwa semua lelaki itu sama.

"Eih, apa itu penting sekarang." Nathan mencoba mengalihkan topik, salah tingkah dengan tatapan Anna.

"Ya, penting!" Tekan Anna, Nathan melakukan dua kesalahan hari ini, jangan membandingkan dada wanita, itu menyakiti hati, mendadak Anna berceramah panjang lebar hingga Nathan merasak Migrain semakin menjadi dan terasa berdenyut hebat Oke, pelajaran untuknya.

Mamuna, dia adalah iblis penghuni rawa, dan rawa yang ada beberapa blok dari rumah Nathan ini, terdapat banyak sekali anak buah si Mamuna. Terbentuk dari para Mayat yang entah kenapa banyak sekali di sana, untung saja yang keluar 5 malam itu, sedangkan bisa Anna pastikan, ada lebih dari 50 di rawa sana. Dan Nathan tertegun, sukses membuat amarah Anna membuncah parah.

"Jangan bilang..!" Ucap Anna menatap lagi Nathan yang kini menatap langit langit.

"Ya, aku membuang Mayat ke rawa." Nathan ngaku, dan Anna gemas ingin rasanya meremas pria bodoh ini lalu mengunyah kasar dirinya, Nathan secara tidak langsung membantu mamuna mengumpulkan tentara untuk dirinya.

"Aku tidak tahu, Mayat bisa hidup lagi." Ucap Nathan, Anna menepuk jidat, entah apa lagi yang di lakukan Nathan untuk membuatnya kecewa. Itu merupakan satu dari sekian iblis yang ingin masuk dunia paralel, dia bersama Rey sekarang, bekerja sama menguasai kegelapan.

"Besok aku akan pergi, jangan coba coba memanggil." Anna memperingati, dia mengetukan lagi cermin pada gelang tamashi hingga dia terhisap masuk, dan mengerlingkan mata lagi lagi pada pria yang sudah dia benci sampai ubun ubun. Membereskan kekacauan yang dia buat agar bisa tidur di sana.

"Jauh?" Tanya lagi Nathan. Anna tidak menjawabnya, masa bodoh lagi pula Nathan sudah tidak bisa menyakitinya lagi.

"Boleh aku ikut?"

"Ini bukan urusanmu." Ucap Anna

"Oke, sejam sekali aku akan memanggilmu besok." Ancam Nathan tentu saja Anna ingin melempar bantal yang sedang dia pegang saat ini, mungkin baru saja dia keluar kota bandung, mendadak balik lagi di rumah, Nathan cekikikan penuh kemenangan hari ini, termasuk saat Anna tidak berkata apa apa lalu hanya menunjukan kekesalannya lewat raut wajah.

"Sampai jumpa besok." Ucap Nathan kini memilih berlaku untuk membiarkan dia beristirahat, dia juga harus bersiap dengan trek yang akan di laluinya besok, mungkin saja Anna membawanya ke hutan, pegunungan atau lembah, dan ternyata para adik masih ada di depan pintu, menunggu Nathan menceritakan apa saja yang terjadi di dalam.

--

Satu jam, Nathan memberikan dongeng pada mereka bertiga yang kini terkapar di ranjang Crystal, si bungsu di peluk Alam dan memunggungi Jodi, lalu Nathan kini tak bisa tidur dengan para adiknya karena parasit satu itu mengambil jatah miliknya.

Dia ingat mengenai selimut yang terkena soda, dengan sangat senang hati, Nathan punya alasan kembali ke kamar Anna, mengambil selimut lalu melambaikan tangan pada arwah yang sedang duduk diam murung di lantai.

"Ann?" Tidak ada seorangpun di sana, Nathan tidak takut lagi Anna pergi jauh, Dia hanya tinggal memanggil namanya, tidak ada tanda tanda kehidupan juga di kamar mandi.

"Kemana dia pergi?" Tanya Nathan pada arwah gentayangan, dia menunjuk ke pintu keluar, malam malam begini Anna keluyuran, Nathan dengan sigap berlari, bisa jadi ada sesuatu genting yang mengharuskan Anna keluar, atau dia sedang mencari cara untuk mematahkan perjanjian dirinya.

Nathan menutup Mata merasakan Anna tidak jauh dari dirinya, namun saat membuka mata tidak dapat menangkap presensi apapun.

"Ayah." Anna memanggil, Nathan pun menghampiri sebuah pohon, oke, wanita ini ternyata masuk ke dalam sini.

"Kenapa kau membuatku kewalahan." Keluh Anna, pohon ini hasil dari serbuk coklat yang Nathan hasilkan, Anna bisa menangis ataupun berteriak di dalamnya tanpa seorangpun bisa mendengarnya terkecuali Nathan, pria ini hanya perlu menutup mata untuk mendengarkan Anna mengoceh.

"Cabut saja nyawa Nathan, pilih orang lain, dia orang gila ayah, hanya tahu cara membunuh, bukan menolong!" Maki Anna, Nathan tersenyum kecut mendengarnya.

"Beritahu Ares, cari orang yang tepat, bukan psikopat!" Lanjutnya, dengan terisak.

"Aku akan mencari ramuan pemisah kontrak, setelah itu, persiapkan saja orang lain, aku tidak bisa jika itu Nathan, aku tidak bisa bersama seorang pembunuh." Ah sukses membuat hati Nathan berdenyut nyeri, hanya saja dia kini mulai fokus lagi, pada angin yang ada di dalam pohon.

"Aku bicara dengan ayah, bukan kau-heno onna." Ucap Anna, ada sosok lain di dalam pohon, Nathan pikir Anna mengoceh sendirian.

Anna gemetar melihat Heno onna pertama datang padanya, dia benci melihat tulang belulang bergantungan dengan jubah merah dan membawa lampion tempat dia menyimpan energinya.

Heno pertama memberi Anna sebuah ramuan, untuk membuat Anna memutus rasa berbagi dengan Nathan, setelah meminum ini, dia tidak akan ikut merasakan sakit jika Nathan terluka ataupun sebaliknya, Nathan akan baik saja jika Anna terluka, Anna menerimanya dengan senang hati, setidaknya dia tidak ikut menderita jika Nathan menusuk dirinya sendiri lagi.

Ctas.

Gelang Nathan bercahaya, tentu selalu bersamaan dengan Gelang Anna, satu saraf Mantra, terputus.

"Putuskan ikatanku dengan Nathan, aku akan langsung membunuhnya." Ucap Anna

To Be Continued...