Kini Nathan menatap penuh tanya pada Jodi, dia menjelaskan bahwa wanita suruhan Steven itu sebenarnya sudah menangkap Anna sejak semalam, hanya saja mereka mengawasi sebelum memberitahu Nathan.ada yang janggal menurut jodi di sini.
"awalnya ada lima pengawal laki laki, sekarang sisa empat, lalu kemana satu lagi?" Tanya jodi antusias.
Nathan mengerutkan kening, berfikir sejenak mungkin saja.
"Pulang lebih awal?" Jawab nathan dengan nada bertanya.
"Yap betul." celetuk jodi.
Bletak. Satu jitakan penuh emosi di terima jodi, apa hubungannya dengan penyihir dan pengawal yang pulang, dasar penguras emosi, entah apa yang merasuki jodi selama di jepang, dia terlalu banyak bercanda ketika atasannya sangat serius.
Baru saja Nathan akan main terjang pada sebuah pondok bambu dengan atap jerami, ini bukan rumah modern Ringlight bisa di katakan gubuk namun layak huni? Jepang memang luar biasa, sebuah pondok yang bisa di kategorikan tidak terurus saja sangat kokoh, bagus dan bersih.
Muncul keluar seorang wanita berpakaian serba merah, heels merah, rok ketat merah, dengan croptop merah serta rambut merah.
"Menurutku dia model." Terka jodi, menelisik pada wanita yang saat ini pergi, terlalu mencolok siang hari memakai pakaian membara satu itu.
"Seperti cabai." Ringis Nathan, matanya menyipit saking benderangnya merah di terpa sinar matahari. Oke, lagipula wanita modis tidak boleh terlibat perkelahian, menunggu wanita itu pergi dengan sedan yang kebetulan warna merah pergi menjauh.
Nathan keluar dengan bebas menghampiri pondok, memasukan kedua lengan pada celananya dan berjalan santai bahkan tersenyum.
Sontak ke empat pengawal yang berjaga mendekatinya, nathan santai melambaikan tangan, dan buak, serangan pada ke empat pengawal ini di lakukan dari belakang oleh dua orang, angap saja latihan bela diri, jika bawahannya tidak sanggup menangani, maka di bantu dua orang lagi nantinya.
Jantung nathan bergetar hebat, semakin mendekati pintu, semakin besar saja harapan bahwa wanita itu masih bernafas, jangan sampai mati, harus dia yang menikmati momen setiap erangan dan sujud permohonan ampun dari Anna.
Kriett
Anna membuka mata perlahan, apa lagi yang di inginkan Slendrina saat tubuhnya sudah tidak bertenaga, atensinya membulat melihat presensi lain yang masuk, deritanya akan bertambah dua kali lipat termasuk saat nathan memberikan smirk yang menggetarkan hati.
"Aku mendapatkanmu." Lontar nathan penuh kemenangan, sesuai dugaan Anna tidak menyangka dia akan di kejar sampai sini oleh nathan, bahkan ini sudah sebulan lalu sejak kejadian dia memperdaya semua orang, kini Anna mencoba meronta melepaskan diri dari tiang yang menempel pada pungungnya, tangan dan kaki di ikat, begitupun tubuh yang di ikat serta mulut yang bungkam.
Anna akan baik baik saja jika hanya di ikat, tapi tali berwarna coklat dengan garis hitam ini sedikit istimewa baginya, ini membuat dia lemas dan bisa saja mati jika tidak kunjung di lepas.
"Kau apakan tiga milyarku hm?" Tanya Nathan, Anna masih meronta dan sesekali membelalakan mata pada Nathan.
"Setelah ini, aku ingin mengelupas kulitmu." Jelasnya, Anna masih saja meronta, dia mengerang beberapa kali hingga membuat Nathan Kesal, berakhir dengan membuka lakban yang membungkam mulut Anna.
"Pergi dari sini, bahaya!" tekan Anna, Nathan terkekeh setelah sepersekon stagnan dengan pernyataan wanita ini. Hampir saja dia termakan dengan ekpressi mengkhawatirkannya itu.
"Jdi kau bisa lari lagi? Begitu?"
"Tidak ak_." Belum sempat Anna melanjutkan, Nathan menutup lagi mulut Anna, dia melepaskan tali pada tubuh yang mengikatnya di tiang, tapi tidak dengan tangan dan kaki, terpaksa menggendongnya di pundak seperti karung beras hanya untuk membawanya pergi.
"Sisakan sepuluh, yang lain pulang." Titah Nathan, berencana sehari menginap di Ringlight, untuk melihat reaksi ayahnya mengenai wanita yang dia incar lagi lagi hilang, apakah dia akan terbang ke jepang, seperti dirinya saat ini? Menghamburkan banyak uang untuk tiga puluh orang tiket indonesia jepang lalu sebaliknya.
--
"Arghh, aku terlalu boros saat kritis." Akhirnya Nathan mengeluh, hanya untuk wanita yang saat ini berada di pangkuannya dia menghabiskan banyak uang. Di tambah sekarang mencari sebuah penginapan.
"Kita pakai Villa sederhana agar anak anak mudah berjaga." Jelas jodi, Nathan hanya mengangguk, dia tidak ambil pusing mengenai tempat yang bahkan belum tentu ditiduri olehnya, meski jodi memberinya hutan belantarapun itu tidak masalah.
Jodi juga akhirnya pulang ke Purple Winter setelah mengantar Nathan pada rumah satu bilik dengan perkarangan Kecil, para pengawalnya langsung berpencar di sudut sudut tertentu untuk berjaga, sedangkan dia masuk membawa tangkapannya.
Anna pingsan setelah berontak namun tidak ada yang mengindahkan atau bertanya keadaan dirinya.
Brugh,
Nathan menurunkan Anna di lantai dengan kasar hingga wanita ini meringis kecil, dia tersenyum melihat ketidak berdayaan wanita angkuh, dan nathan membuka lakbannya, melepas jaket lalu mengambil gelas untuk minum.
"Kau mau?" Tanya Nathan, Anna hanya diam tanpa merespon apapun.
crassss.
air membasahi tubuh Anna yang terkulai di lantai, memang sudah terniat Nathan menyiramkan air pada Anna, dia gemas untuk uang yang di keluarkan hanya untuk menangkap wanita tidak berdaya satu ini.
Masih tidak ada pergerakan apapun, Anna benar benar kehabisan tenaga.
Dan Nathan mendadak bingung sendiri, harusnya Anna mengap mengap karena di siram, diam membuatnya salah tingkah, belum juga apa apa, sudah pasrah?
Nathan pada akhirnya menarik lengan Anna agar dia terduduk. Wanita ini seperti sekarat, dia harus menyiksanya sebelum Anna mati tanpa sebab.
"Beri-aku kekuatan." Rintih Anna pelan, meski nathan bisa mendengarnya.
Pluk.
Anna hampir saja jatuh terkapar lagi sebelum Nathan menopang kepalanya agar tidak berbenturan dengan lantai.
Wanita menyedihkan ini membuatnya garuk garuk kepala, sungguh tidak sesuai harapan, dia ingin jeritan, ingin rontaan seperti tadi, bukan mendadak lemah dengan wajah pucat seperti seseorang yang menghadap sakaratul maut.
"Le-pas.. sa-kit." rintih Anna lagi, Nathan nampak berfikir sejenak, bergelut dengan jiwanya apa yang harus dia lakukan pada wanita ini? Berputar putar seluruh kinerja otak dan hanya meninggalkan tanda tanya besar, pada akhirnya Nathan melepaskan tali pada tangan dan kaki Anna, lagipula selemah ini bisa lari kemana, untuk berdiripun dia akan kesusahan.
Ctas
Nampak merah menyala pada kaki dan tangan Anna setelah lepas dari tali, tangan mungil ini merayap memegang tangan Nathan, di hanya menaikan satu alis melihat setiap tingkah wanita ini.
"Lari!" Kini Nathan mengerutkan kening, hanya dalam hitungan belasan detik, suara Anna kembali stabil dia bahkan beranjak duduk dengan rambut kelimis dan baju basah.
"Lari! Pergi dari sini!" Tekan Anna, Nathan tersenyum ketus, dua kali terbodohi oleh seorang perempuan, dia pura pura tidak berdaya hanya agar talinya di lepas, sekarang dia bahkan menekan dan meremat kaos miliknya penuh tenaga.
Ini yang Nathan mau, kini Anna meronta, sesuai ekpentasi miliknya, dia suka, tidak peduli dengan puluhan kali Anna menekan kata pergi dan mendorong histeris, Kini Nathan ikut balik memegang tangannya, dia senang saat Anna menepisnya beberapa kali.
"Dengarkan aku Nathan!"
Brugh.
Napas Anna tersegal, saat Nathan menekannya ke lantai dan kini tertimpa badan besar, begitupun wajah Nathan yang terlalu dekat.
"Sebelum mati, mau tanda di leher tidak?" Tanya Nathan, itu juga termasuk salah satu ambisius Nathan ingin menemukan wanita ini, Nathan merasa di lecehkan untuk gosip bercinta denganya namun padahal tidak melakukan apapun.
"Pilih, di ukir oleh pisau atau besi panas? Hm?" Tanyanya lagi, Anna yang merontapun mendadak diam, memandang ke arah pintu keluar dan "terlambat." Lontar Anna.
Arghhh
Nathan pun ikut menoleh kini pada pintu keluar, jeritan pengawalnya sudah di pastikan ada seseorang di sini. Apa ayahnya tahu dia di sini, sempat hendak Nathan pergi mengambil pistol, mendadak di tarik Anna, berguling dan giliran Anna menimpa badan Nathan hingga kini dia yang tidak berdaya, sejak kapan wanita ini kuat, kekuatannya sebanding dengan miliknya.
Dengan tergesa, Anna melepas sepatunya lalu merogoh isi sepatu, sebuah batu sebesar kelereng berwarna putih jatuh dan menggelinding, buru buru Anna mengambilnya dan mendadak memegang lengan Nathan dengan batu di tengahnya.
Argh
Jeritan pengawal lagi, Nathan hendak berdiri.
"diam, kau bisa mati!" Ancam Anna, mengerakan bibirnya, dan Nathan fokus melihat Wajah yang membuatnya di hujam ribuan rasa penasraan, terlali fokus menatap wanita setengah basah hingga tanpa disadari bahwa tangannya dan Anna mengeluarkan cahaya hijau.
Klotak, klotak
Suara heels perempuan melangkah pada sebuah lantai papan kayu, sukses membuat Anna gemetar.
"Jangan lepaskan tangannya." Bisik Anna, kini membekap Nathan, pria ini kesulitan karena rambut Anna sekilas menutup wajah, meski tangan satunya bebas, dia tidak mau pindah memegang pinggang Anna yang sedang terduduk dan menelungkup di atasnya.
Brakkk
Pintu terbuka, dan Nathan mengerutkan kening, nampak seorang cabai yang dirinya lihat tadi siang tengah celingukan di ruang ini, apa wanita itu buta?tidak melihat badan sebesar dirinya dan di tambah Anna yang kini menempel?
"Sayang, jangan main petak umpet denganku." Si Wanita mengalunkan kata katanya, semakin membuat Nathan melipit semua lipatan wajah, Anna tersegal dan gemetar, tangannya basah hingga lengannya pun ikut ikutan terkena peluh, dia sembunyi di dada bidang Nathan, terlalu takut menatap wanita yang bisa di bilang, biasa saja?
Nathan hampir saja akan bangun melihat beberapa pengawal ayahnya datang, mendadak Anna menatapnya dan menggeleng, penuh penekanan agar dia diam dan tidak melakukan apapun.
"Nyonya, sepertinya mereka lolos" Ucap si pengawal, Nathan kini tertimpa lagi dengan sebuah tanda tanya besar menjulang setinggi monas.
Pengawal itu tidak buta, bahkan saat ada tiga rekannya menyusul mereka semua tidak bisa Nathan dan Anna.
"Laporkan pada Cristian dan pulang, pengawalnya milikku." Titah si wanita, suruhannya pergi namun dia masih enggan keluar.
"Argh, aku tidak tahu kau punya kelereng Rimuba." Keluh si wanita, dia berjalan jalan di ruangan, menelisik bahkan hingga ke kamar mandi, nafas Anna semakin tersegal, terlebih ketika wanita itu mendekat pada keberadaan dirinya, Nathan kini yang berinisiatif membekap mulut Anna, perlahan berguling saat Heels merah hampir saja menyenggol kaki, hingga kini Nathan yang pada akhirnya menutup tubuh Anna di lantai, tentu saja wanita itu tidak akan pergi karena bisa merasakan deru nafas Anna, pikirnya, mungkin.
Setelah Nathan menekan bekapan agar Nafas Anna tidak terdengar, akhirnya wanita itu keluar, sudah Nathan kira, dia enggan pergi karena merasakan nafas Anna.
Masih tidak ada satu hal pun yang dapat Nathan cerna, termasuk sekarang ini, dia memperhatikan pungung wanita berbaju merah di ikuti oleh para bawahannya yaang keluar dari persembunyian, hanya lima, apa mereka penghianat?
Tapi itu juga terbantahkan ketika ada satu pengawal terseok kakinya pincang dengan lengan kanan terkulai serta bisa di pastikan patah, ikut menyamakan langkah.
Dia perhatikan lagi satu pengawal dengan darah mengucur dari kepala,tetap ikut mengekori si wanita. Meski limbung dan kesulitan menyeimbangkan diri.
Nathan membuka bekapannya, dan Anna terkekeh senang sekarang, nafas lega dia lontarkan meski masih pengap dengan tubuh besar yang menimpa dirinya.
"Jangan di lepas, dia bisa balik lagi." celetuk Anna cepat, Niatan Nathan untuk melepas pegangan tanganpun tidak jadi.
"Tunggu, sebentar." Ucap Anna, dan Kini Nathan bingung, harus tetap seperti ini, apa bagaimana? Dan kenapa mendadak dia menurut, hanya karena orang orang tidak bisa melihat raganya setelah menyatukan tangan dengan Anna beserta sebuah kelereng.
"Apa ini?" Tanya Nathan tidak tahan menghujami Anna dengan pertanyaan, menatap lengan Miliknya penuh peluh dari tangan Anna, wanita ini begitu gugup saat berhadapan dengan seonggok cabai, Nathan diam bukan berarti payah, hanya saja dia penasaran dengan apa apa yang akan terjadi.
"Rimuba, kau bisa menjadi tidak terlihat, bahkan aura atau wangimu akan menghilang." Jelas Anna.
"Magic?" Tanya Nathan polos.
"Bisa di bilang begitu." Ucap Anna.
"Kau siapa?" Tanya lagi Nathan
"Ku jawab saat di rumahmu." Jelas Anna, lagi lagi Nathan di buat terkekeh oleh wanita satu ini, dia tidak berencana membawa pulang siapapun, tadinya Mayat wanita ini akan dia buang di laut dan kalo bisa di makan hiu megalodon sekalian.
"Aku hanya perlu memaksamu di sini bukan?" Ancam Nathan, tangan bebasnya kini merayap pada lengan atas Anna, meremas sedikit kasar agar wanita ini mengaduh.
"Tidak ada gunanya meski kau acungkan pisau sekalipun." gertak Anna, mereka saling mencoba merobohkan satu sama lain, keteguhan hati masing masing untuk tidak mau saling mengalah, berakhir dengan Nathan sabar kini akan membawa wanita ini pulang.
Lehernya luar biasa pegal karena berjam jam dalam posisi yang sama. Dia menelpon jodi, untuk menyediakan kendaraan untuknya di pelabuhan.
bukan hal sulit, hanya saja di saat saat kritis keuangan, dia merogoh kocek lagi, adiknya benar, untuk mendapatkan kembali tiga milyar, dia mengelurkan uang tiga milyar.
"Terimakasih, sudah menyelamatkanku." Lontar Anna di sela sela hawar angin pelabuhan jepang tengah malam.
" jangan terlalu yakin, aku berencana menikmati setiap tangis kesakitanmu " jelas Nathan, wanita ini terlalu percaya diri. Dia bantu lepas dari singa supaya bisa masuk ke kandang harimau.
Tidak ada percakapan lagi selama di kapal, hanya tangan Anna dengan nakalnya terus berada di paha Nathan, saling curi curi pandang hingga pada akhirnya Nathan ingat satu bulan lalu, di dominasi dan dimiliki, sukses membuat dia menjilat beberapa kali bibirnya, ayolah, dia seorang petarung, tidak ada yang namanya menahan diri terlebih saat uang tiga milyar telah berubah wujud jadi jelmaan yang terus menggoda ingin di taklukan.
Nathan memberanikan Diri melingkarkan lengan pada pinggang Anna.
"Jaga jaga." Alasan Nathan, mungkin saja Anna memilih kabur lagi dengan cara berenang di tengah laut, Nathan menelan salivanya.. ada apa dengan suasana malam ini?
Dia rutuki semuanya karena disini serasa canggung, bahkan saat dia mengedarkan pandangan, Anna menatapnya lekat, tolong... disini Nathan berkeringat dingin, apalagi Anna mengusap usap pahanya pelan.
Hingga akhirnya, Anna menarik rahang Nathan, sejemang saling beradu tatap lalu saling menutup mata dalam hening, hanya suara deru mesin kapal mengarungi lautan, bibir hangat mereka mendadak bertautan lagi dengan cahaya oren dari mulut Nathan terus masuk pada kerongkongan Anna.
Luar biasa menggairah dengan sesasi sama seperti sebelumnya, candu, Nathan merasa di dominasi lagi.
To Be Continued...