Brak!
"Dasar anak tak tahu diri, sampai kapan kau akan seperti ini hah?" bentak Julian murka melihat anaknya pulang dalam keadaan babak belur tanpa rupa.
Rayhan hanya menunduk pasrah dengan kemarahan Julian sang Papa.
"Akan aku tarik kau dari jabatanmu jika kau tak segera berubah, kali ini Papa benar-benar marah dengan mu!" ucap Julian penuh penekanan.
"Annisa tolong Om ya menikahlah dengannya dan ubahlah dia menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya."
Mendengar perkataan Julian lima pasang mata memandang Julian bersamaan. Annisa membeku di tempatnya.
"Julian kau tak bisa membuat keputusan sepihak, anakku baru saja pulang dan tak mengerti apapun bagaimana bisa kau mengambil keputusan seperti ini tanpa bicara terlebih dulu dengannya," protes Dendy dia tak ingin anaknya ikut menjadi korban.
"Benar Pa, kenapa kau tak bicara dulu dengan Annisa tadi pagi Papa sendiri menolaknya kenapa sekarang Papa berubah pikiran?" tanya Reina penuh penekanan.
"Papa sudah lelah melihat kelakuannya Ma, sudah besok kita nikahkan saja dengannya, nak Annisa kamu mau ya menikah dengan anak Om, buat dia sadar akan kekeliruannya selama ini."
"Tapi om Annisa juga ma----"
"Om akan kasih apapun yang kamu mau nak, asalkan kau mau menikah dengannya besok. Om benar-benar bingung hanya kau harapan Om satu-satunya."
Annisa hanya mendesah pasrah mendengarkan perkataan Julian. "Boleh saya mengajukan syaratnya Om?" tanya Annisa.
Dendy yang mendengar putrinya berkata seperti itu sangat terkejut untuk apa syarat dan kenapa dia mau menikah dengan Rayhan apa ini bentuk dari rasa kecewanya terhadap Hanan.
"Nak," ucap Dendy.
"Tenang Pa," balas Annisa mencoba menenangkan Dendy.
"Rayhan tak mau Pa, Papa gila menyuruh Rayhan menikah dengan gadis kampungan seperti dia. Dia bukan level Rayhan Pa," sahut Rayhan menolak Annisa.
"Kamu pikir kamu adalah tipe saya? Bukan, kamu jauh dari kriteria calon suami idaman, maaf ya bukannya saya menghina tapi itu faktanya. Dan kampungan menurut anda bisa jadi dia lebih berkualitas dari wanita yang sering anda ajak tidur semalam." balas Annisa berang.
"Kau,----"
"Sudah Ray, Annisa ada benarnya kau memang keterlaluan. Nak Om tunggu syaratnya besok pagi, lebih baik kau pulang dulu beristirahat sekarang sudah malam. Maaf om jadi beban untukmu," ucap Julian menyesal telah melibatkannya dalam masalah keluarganya.
"Baiklah Om saya permisi," pamit Annisa.
"Sampai besok ya Jul," pamit Dendy
"Kami pamit Om, Tante, Ray," ucap Damian.
"Hati-hati di jalan," balas Reina.
Sesaat setelah mereka pergi Julian kembali mengamuk pada Rayhan.
Plak!
Tamparan keras melayang dari tangan Julian ke pipi kanan Rayhan.
"Kamu pikir Papa akan terus diam saja melihatmu seperti ini Ray," ucap Julian kesal.
"Sudah berapa kali Papa bilang jauhi club' tapi kau masih saja ke sana tanpa sepengetahuan Papa dan selalu membuat onar apa kamu tak malu dengan citra buruk yang akan kau sandang jika terus seperti ini?"
"Pa, Ray sudah dewasa bukan anak kecil yang bisa Papa atur seenaknya sendiri," protes Rayhan.
"Benar kata Annisa tadi kau bukan kriteria calon suami idaman, di luar sana wanita yang mengincar dirimu hanya karena uang selebihnya tak akan ada cinta untukmu,"
"Mulai besok Papa takkan kasih kamu toleransi lagi, selesai urusan kantor harus segera pulang ke rumah."
Julian berjalan ke kamarnya dengan perasaan kesal tak terkira melihat perilaku anaknya yang semakin hari semakin parah menurutnya.
"Kamu dengar kan Ray, Mama tak bisa bantu kamu jika Papamu sudah seperti itu sebaiknya kau cepat berubah, sadarlah buat Papa bahagia bukan malah terus menekannya." Reina berjalan menyusul suaminya.
"Aarrghh!!!"
Rayhan kesal dan frustasi mengacak rambutnya sendiri.
***
Sesampainya di rumah Dendy dan kedua anaknya langsung duduk di ruang keluarga. Dendy menatap tajam ke arah Annisa meminta penjelasan.
"Maafin Annisa Pa," ucapnya mengetahui Dendy menatapnya.
"Apa maksudnya nak?" tanya Dendy mulai melunak mendengar kata 'maaf' meluncur dari bibir Annisa.
"Annisa gak mau Pa, nikah tanpa cinta makanya Annisa kasih syarat buat Rayhan."
"Apa syaratnya nak, kamu tahu bukan pernikahan bukan untuk main-main."
"Annisa tahu Pa, maka dari itu Annisa mengajukan syarat itu pada Rayhan, jika dalam waktu 375 hari atau setahun tak ada cinta diantara kita maka kita akan berpisah Pa," ucap Annisa.
"Besok Annisa akan jelaskan sama Om Julian," lanjutnya.
"Baiklah Papa mengerti yang penting semuanya nanti tak membuatmu merugi kamu itu perempuan nak, sekarang istirahat sana," ucap Dendy.
"Pa, Damian kurang setuju dengan keputusan Annisa kenapa dia begitu ceroboh mengambil keputusan tersebut, bukankah Papa tahu bagaimana Rayhan itu. Apa Annisa mampu mengubahnya dalam waktu setahun saja," seru Damian.
"Papa bisa apa nak, biarkan adikmu mengejar impiannya sendiri. Mungkin itu yang terbaik untuknya setelah dia tak bisa meraih mimpinya."
"Berarti Papa tahu apa yang sebenarnya Annisa mau?" tanya Damian.
Dendy mengangguk.
"Nanti kamu juga akan tahu sendiri jika dia cerita maka dengarkanlah," pesan Dendy pada anak sulungnya Damian.
"Baiklah, Papa segera istirahat besok harus kembali bekerja bukan?"
"Ya, besok kau antarkan Annisa datang ke kantor selepas dhuhur ya jika sebelum waktu itu takutnya semua orang pergi jadi gak ada teman yang menemani nantinya."
"Siap komandan."
Dendy dan Damian masuk ke kamarnya masing-masing saking lelahnya mereka langsung terlelap dalam mimpi.
Berbeda dengan Annisa yang nyatanya masih belum juga dapat memejamkan kedua matanya, hati dan pikirannya bekerja. Sungguh dia tak mengira jika akan seperti ini jadinya. Melihat bagaimana sombongnya Rayhan membuat Annisa membenci sosoknya, tapi di sisi lain dia tergerak untuk meluluhkan hati laki-laki tersebut.
Diliriknya jam beker yang ada di atas nakas jam 2.40 Annisa bangkit ke kamar mandi mengambil air wudhu dan mengelar sajadahnya. Hal terbaik adalah curhat dengan sang pemilik hati meminta petunjuk Nya.
"Pagi Pa," sapa Annisa yang sudah terbangun sejak sebelum subuh dan sudah menyiapkan sarapan nasi goreng berikut telur mata sapi.
"Pagi kamu sudah siap?" tanya Dendy menatap putrinya lekat-lekat.
"Annisa mau ke rumah teman dulu Pa, boleh ya?" pinta Annisa.
"Boleh, apa dia Siska?" tebak Dendy.
"Papa tahu saja," balas Annisa mengurai senyumnya.
"Dia kan sahabat kamu dari kecil masa Papa melupakan teman anak sendiri," ucap Dendy terkekeh.
"Pulangnya jangan kesiangan ya nanti sebelum sholat dhuhur kamu harus sudah siap selepas sholat langsung berangkat saja, biar Damian yang antar ke sana."
"Baik Pa," balas Annisa.
Selesai menyelesaikan sarapannya Dendy segera pergi menuju tempat kerjanya. Damian masih terbuai dalam mimpinya dan Annisa bersiap keluar dari rumah ke tempat sahabatnya Siska.
Tok...tok...tok...
"Siapa yang datang Papa baru juga pergi?" gumam Annisa.
Ceklek
"Cari siapa ya?" tanya Annisa belum menyadari kehadiran Rayhan.
"Mencari dirimu," ucap Rayhan perlahan Annisa mendongak ke atas melihat Rayhan datang ke rumahnya dalam keadaan yang berantakan membuatnya bertanya-tanya.
'Apakah dia habis begadang semalaman kenapa penampilannya sangat kacau?' ucap batin annisa