Beberapa menit kemudian, aku, Reta dan pria yang tadi hampir dilahap oleh si wanita setan, sudah berada di dalam mobilku, yang dikemudikan oleh Reta. Kami bertiga, masih saling terdiam sejak lima menit pertama mobil melaju.
Karena kegilaan yang terjadi barusan. Aku tidak sanggup untuk mengemudi, disebab tubuhku yang terasa bergetar, dan, astaga, bahkan aku berkeringat-yang hawanya dingin, bercampur dengan tetesan gerimis. Sementara Reta, kulihat meski dia pun hampir sama kacaunya dengan aku dan pria yang duduk di kursi belakang, namun dia setidaknya masih bisa fokus untuk mengemudi. Dua kali aku melirik ke arahnya, dengan kebingungan tentang dia. Gadis yang selama ini terlihat lemah itu, ternyata...
Dia bahkan menjadi yang paling berani saat menghadapi setan tadi. Aku bingung, heran, kaget, entahlah.
"Kamu punya stok air mineral di sini gak, Natan?"
Pertanyaan gadis yang sedang memegang setir itu, membuyarkan pikiranku.
Aku langsung mengeluarkan botol air mineral dari ransel yang selalu berada di dalam mobil.
"Kasih ke si Mas itu aja, kasian,"
Katanya lagi. Aku menuruti ucapannya dan menyodorkan botol air mineral pada pria di belakang kami. Wajah pria itu nampak masih ketakutan dan kaget.
"Minum, Mas. Biar agak tenang,"
Ujar Reta.
Pria itu mengangguk dan segera mengambil botol air mineral dari tanganku.
"Makasih..."
Suaranya pelan, begitu juga dengan tangannya yang tampak gemetar. Sama denganku.
Pasti, dia baru pertama kali mengalami kejadian seperti tadi. Tentu saja, aku pun sama, hanya saja, sebelumnya aku telah beberapa kali diperlihatkan hal-hal yang mengerikan baik di mimpi, maupun di dunia nyata.
Dua menit kemudian, aku meraih kotak tisu di atas dashboard untuk menghapus keringat yang mengucur di dahi, serta campuran tetesan gerimis. Lalu kusodorkan kotak tersebut pada Reta, kemudian pada pria di kursi belakang.
Wajah mereka juga berkeringat dan basah, sama denganku.
"Jalannya, arah mana, Mas?"
Tanya Reta, pada pria di belakang.
Pria itu tidak langsung menjawab. Sepertinya tadi dia sedang melamun karena masih syok. Beberapa detik kemudian, barulah dia menjawab.
"Eh, maaf-belok kiri..."
Karena pasti dia syok juga bingung akibat kejadian tadi, aku dan Reta akan mengantar pria itu langsung ke rumahnya saja.
Syukurlah, nasibnya beruntung kali ini, tidak seperti para korban wanita setan yang lain, ya, sejauh ini dia beruntung dipertemukan dengan aku dan Reta. Semoga saja, dia tidak bertemu lagi dengan makhluk pemakan manusia itu.
Kukatakan demikian, karena aku sudah pernah melihat dengan mata kepala sendiri, seorang pria yang tubuhnya dirobek dan menjadi santapan malam si setan wanita. Itu sungguh mengerikan sekaligus memilukan.
Kukatakan demikian, karena aku sudah pernah melihat dengan mata kepala sendiri, seorang pria yang tubuhnya dirobek dan menjadi santapan malam si setan wanita. Itu sungguh mengerikan sekaligus memilukan. Ditambah, saat itu aku dan temanku tidak bisa menolong si korban, hanya menonton sesaat, melongo, ketakutan dan lari.
Tapi kali ini...
Aku melirik pada Reta yang terus fokus mengemudi.
Kali ini, entah kenapa aku memiliki keberanian tadi, saat hendak menolong pria di belakang. Dan itu, aku yakin kareba aku bersama Reta.
Astaga! Aku bahkan baru menyadari sekarang, bahwa aku...memiliki keberanian untuk menolong seseorang dari jeratan setan pemakan manusia?!
Astaga! Kok bisa? Sedangkan kemarin, saat bersama Erwin, aku hanya bisa ketakutan dan kabur?!
Aku yakin, ini karena Reta ada bersamaku. Lihat saja, dia yang paling berani dibanding aku.
Gadis itu, aku tidak menyangka...
"Di sini?"
Beberapa menit kemudian, mobil tiba di depan sebuah gang.
"Iya, rumah saya masuk ke dalam gang,"
Si pria di belakang, menjawab pertanyaan Reta barusan. Reta memundurkan mobil, sampai posisinya pas untuk parkir, di pinggir jalan. Area ini sudah sepi, meskipun belum larut malam. Pasti karena cuaca hari ini.
Syukurlah ternyata aku masih bisa berjalan, begitu juga dengan Reta dan pria itu. Kami turun dari mobil, untuk mengantar si pria hingga rumah. Selanjutnya Reta yang memimpin perjalanan memasuki gang yang dijejeri oleh banyak rumah, kost, serta kontrakan.
Seekor anjing menggonggong saat kami melewati sebuah rumah berlantai dua dengan cat warna biru mendominasi bangunannya.
"Di sini,"
Kata pria di sebelahku. Kami berhenti tepat di depan sebuah gerbang kost yang sedikit terbuka. Terlihat ada Beberapa orang yang duduk-duduk di depan sana, mengobrol.
Aku dan Reta masuk, mengikuti langkah pria itu.
Kami melewati lorong kostan dengan pintu-pintu berjejer. Salah seorang yang berpapasan dengan kami, menyapa pria itu. Sepertinya itu adalah kenalan akrabnya, karena orang tersebut bercakap agak lama pada si pria, menanyakan beberapa hal, juga menyapa aku dan Reta.
Beberapa menit kemudian, barulah kami sampai di pintu kamar kost yang dituju. Letaknya paling ujung dari jejeran kiri, berhadapan dengan sebuah kamar mandi umum khusus penghuni kost, yang cukup terawat dan bersih.
Pria itu merogoh kunci di saku celana, lalu segera membuka pintu kamar kost-nya.
"Silakan masuk,"
Ujarnya, pelan. Aku menoleh pada Reta.
"Kayaknya kita sampai sini aja, Mas. Yang penting sekarang Mas udah aman dan selamat,"
Reta yang menjawab. Dia sudah jauh lebih tenang dibanding dua orang lelaki yang sedang bersamanya. Senyumnya terbit meski tipis saja.
"Mas liat berita-berita? Sekarang banyak korban pembunuhan yang sadis banget. Matinya ngeri. Mas hampir jadi korbannya. Saran saya, ke depannya Mas hati-hati kalau deket sama cewek. Pastiin dia beneran manusia, atau bukan. Bahaya,"
Pria itu mengangguk, "Iya, saya denger sih kabar-kabar soal itu, cuma gak begitu percaya, ya soalnya gak pernah liat langsung,"
"Nah. Berarti sekarang Mas-nya bisa percaya dan bisa hati-hati ya,"
"Iya Mbak, saya makasih banget sama kalian berdua. Kalau gak ketemu kalian, mungkin saya udah gak tau gimana sekarang, masih hidup atau enggak,"
Pria itu menoleh bergantian padaku dan Reta.
"Semua karena kuasa yang di atas, Mas. Umur Mas masih dipanjangin,"
Setelah memastikan kondisi pria tersebut benar-benar aman, barulah aku dan Reta kembali ke mobil.
Reta memilih tetap duduk di kursi kemudi, menggantikan aku membawa mobil, tanpa kuminta. Sementara aku, duduk di sebelahnya, tidak banyak bicara, dan meminum air mineral yang sempat dibeli oleh Reta sewaktu perjalanan kembali dari kostan pria tadi. Untung juga, ada minimarket tepat di depan gang, jadi tidak perlu lagi mencari warung.
"Aku antar kamu pulang, nanti aku naik taksi,"
Kata Reta. Aku mengangguk setuju, seraya memutar tutup air mineral. Sebenarnya aku ingin mengantar dia pulang dan biar aku saja yang mengemudi. Namun, dengan kondisiku yang seperti ini, tidak akan fokus untuk mengemudi dan itu akan sangat membahayakan keselamatan kami.
Makanya aku tidak protes, dan mengiyakan ucapan gadis di sebelahku.
Jalanan ramai, namun gerimis belum reda. Aku melirik arloji di pergelangan tangan. Baru pukul delapan lewat. Ternyata memang masih awal malam.
Sepuluh menit kemudian, mobil tiba di depan apartemen.
"Aku langsung pulang ya, kamu udah baik-baik aja kan?"
Reta menoleh ke arahku. Aku sedikit ragu sebelum mengangguk. Kasihan dia harus pulang sendirian setelah mengemudi cukup lama.
Apalagi setelah kejadian gila yang kami alami, melawan setan.
"Oke, kalau gitu pesen taksi dulu,"
Dia mengangguk, "Makasih Natan,"
Kulihat wajahnya agak memerah. Aku segera membuka ponsel, untuk memesan taksi bagi gadis itu.
"Udah dibayar ya, jadi gak usah bayar lagi. Mau minum?"
Aku memasukan kembali ponsel dan menyodorkan botol air mineral yang kupegang. Reta mengangguk dan menerima benda tersebut.
"Tapi kalau bau jigong jangan diminum ya,"
Kataku. Itu kan memang botol air yang baru kuteguk tadi. Gadis di sebelahku menyengir.
Tapi rupanya tidak ada bau, karena Reta meneguk botol air tersebut dengan tenang. Atau karena dia sedang haus, mungkin. Aku tidak tahu juga.
Lima menit menunggu, taksi yang dipesan tiba. Reta segera pamit pulang.
"Iya, hati-hati juga ya,"
Setelah itu, aku segera masuk apartemen. Mandi, setelah kekacauan yang terjadi. Iya, kekacauan akibat kejadian yang tidak pernah kuduga sebelumnya, menghadapi seorang makhluk mengerikan di jalanan. Untung saja ada Reta, aku dan pria tadi bisa terselamatkan.
Seandainya tidak ada, mungkin aku tidak berani sedikitpun mendekati pria itu, dan nasibnya, entahlah, mungkin sudah dilahap oleh si wanita setan.
Tapi, ada hal lain yang juga membuatku heran. Yaitu, kenapa Reta bisa seberani itu menghadapi si makhluk mengerikan? Bukankah selama ini dia selalu terlihat lembut, penakut dan tidak tampak keberanian untuk hal ekstrim sama sekali.
Atau...aku memang tidak tahu?
Ya, tentu saja aku tidak tahu jauh tentang gadis itu. Aku tidak begitu dekat dengan dia, tidak seperti kedekatanku dengan Erwin...
Ternyata memang benar apa kata orang, bahwa kita tidak akan tahu detail kehidupan dan diri seseorang, terkadang sedekat apapun kita dengan orang tersebut.
Reta, apa yang terlihat selama ini, mungkin bukan yang sebenarnya tampak...