"Ingat ya, Neth! Jangan malu-maluin Papah sama Mamah lagi!" ujar Clara—ibu Annetha.
"Mah! Aku nggak mau tunangan!" tolak Annetha kesekian kalinya.
"Pokoknya kamu nggak boleh nolak, titik!" Clara tidak mau kalah dengan putrinya itu.
Annetha mendengkus kasar, ini adalah rencana pertunangannya yang kelima dan ia sudah bertekad untuk menggagalkan lagi. Annetha adalah gadis yang tidak biasa, meski keluarganya kaya dan mapan bisa dibilang sangat berkecukupan serta berada di atas rata-rata, tak lantas membuat gadis yang bernama Annetha Dianova berniat ikut menikmatinya. Annetha menyukai kebebasan, suka menolong dan tidak pernah memandang harta.
"Kalian! Jaga putriku jangan sampai kabur!" perintah Clara pada dua bodyguard yang disewa.
"Baik!"
Mulut Annetha tampak komat-kamit karena kesal, bisa-bisanya dipaksa bertunangan hanya untuk keberlangsungan kerjasama bisnis. Ia yang bertekad untuk mengubah tradisi pun tidak akan pernah kehilangan akal agar bisa kabur dari perjodohan itu.
"Hei kamu!" panggil Annetha pada salah satu bodyguard ibunya.
"Saya Nona!" pria itu mendekat.
"Aku haus, ambilin minum!" perintahnya.
Pria itu tertegun, ia menoleh pada satu temannya yang menggelengkan kepala tanda untuk menolak permintaan Annetha.
"Tapi saya disuruh menjaga Anda," ucap pria tadi.
Annetha mengibaskan tangan di depan wajah, mengisyaratkan jika dirinya kepanasan meski di kamar hotel itu udaranya dingin karena pendingin ruangan sudah dinyalakan.
"Kamu mau aku laporin ke mamah atau calon tunanganku kalau sudah membuatku kehausan!" Annetha menggertak pria itu.
Akhirnya pria itu mengangguk dan menuruti permintaan Annetha karena takut dengan ancaman gadis itu.
"Kamu!" panggil Annetha pada pria satunya.
"Iya!"
"Aku mau ganti baju, yang ini nggak nyaman aku kenakan. Jadi, kamu keluar sebentar!" perintah Annetha.
"Tapi nyonya meminta saya untuk tetap di dalam!" tolak pria itu.
"Kamu mau lihat aku ganti baju, hah! Atau sebenarnya kamu punya pikiran mesum padaku, ya!" tuduh Annetha yang membuat pria itu menggelengkan kepala karena bingung.
Sebenarnya ini adalah akal-akalan Annetha untuk melancarkan aksinya kabur dari hotel tempat dirinya akan dijodohkan dengan seorang pemuda.
"Lagian, kamu pikir aku Wonder Women atau Catwomen yang bisa loncat dari lantai sepuluh! Sampai takut ninggalin aku meski hanya sepuluh menit!" hardik Annetha untuk menakuti pria itu.
Bodyguard itu kelimpungan karena terus dicecar dengan kata-kata dan tuduhan yang tidak masuk akal, membuat pria itu Akhirnya keluar. Annetha segera mengunci pintu begitu pria itu keluar, membuka pintu balkon di mana angin langsung berembus menerpa wajah dan rambutnya.
Annetha dengan modal nekat mengangkat gaunnya. Ia memperkirakan jarak balkon kamarnya dengan balkon kamar sebelahnya. Gadis itu nekat naik ke atas pagar pembatas, Annetha melirik bawah di mana kalau sampai dia jatuh, maka habislah hidupnya. Annetha menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan, kemudian melompat ke balkon kamar samping.
"Selamat," ucapnya seraya mengelus dada.
Annetha mencoba mengecek apa pintu balkon tempat dia melompat terbuka, gadis itu memutar gagang pintu dan mendapati kalau pintunya tidak terkunci.
"Hah, Tuhan saja berpihak padaku," gumamnya.
Annetha nekat masuk ke kamar itu, ia sendiri tidak tahu siapa atau apakah kamar itu ada yang menempati, yang ada dipikirannya sekarang hanyalah satu, sembunyi.
Gadis itu berjalan mengendap-endap bak maling yang sedang melancarkan aksi, hingga suara pintu kamar mandi terbuka membuatnya terkejut.
Annetha terlihat kalang kabut, mencoba mencari tempat bersembunyi, hingga sebuah suara mengejutkan gadis itu.
"Siapa kamu? Maling, ya!" bentak seorang pria.
Annetha yang berdiri memunggungi pria itu pun mencoba membalikkan tubuh. Ia terlihat menunduk karena merasa bersalah. Annetha mendongakkan kepala dan terlihat begitu sangat terkejut dengan siapa yang dilihat.
"Kamu!!" Annetha dan pria itu berteriak bersamaan.
"Mas duda manis," gumam Annetha.
"Gadis gila," gumam Arlan.
Pria yang sedang menempati kamar itu adalah Arlan Wijaya, pria yang sudah menyandang status duda selama dua tahun lebih itu memang sering disebut dengan julukan duda manis. Mereka pernah bertemu dan pertemuannya kali ini tentu membuat duda manis itu kesal.
"Apa yang kamu lakukan di sini, hah! Dasar gadis bar-bar!" bentak Arlan yang kesal karena harus bertemu dengan gadis itu di sana, terlebih Annetha masuk ke kamarnya tanpa izin.
"A-aku--" Annetha kebingungan menjawab pertanyaan Arlan.
Belum juga Annetha menjawab, Arlan sudah menarik tangan gadis itu dan hendak mengusirnya dari kamar.
Di sisi lain, Clara terlihat panik karena Annetha tidak berada di kamarnya. Dua bodyguard yang ditugaskan untuk mengawal gadis itu pun yang kini disalahkan.
"Kalian gimana, sih? Jaga putriku saja tidak becus!" geram Clara.
Baru saja menyuruh kedua bodygurd dan beberapa pelayan untuk mencari Annetha, Clara dan yang lainnya terkejut dengan suara gaduh yang terjadi dari kamar sebelah.
"Mas! Dih, jangan dong!" Annetha masih mencoba melepas tangan Arlan dari pergelangan.
"Mas! Mas! Memangnya aku ini Mas mu!" bentak Arlan yang sudah terlampau kesal.
Begitu Arlan membuka pintu, pria itu terkejut melihat Clara beserta dua bodyguard dan juga pelayan hotel berdiri menatap dirinya dan Annetha.
"Gadis kurang ajar!" geram Clara yang langsung menarik telinga Annetha.
"Mah!" seru Annetha berusaha melepaskan jemari Clara dari telinganya.
Arlan hendak masuk kembali karena merasa jika sudah tidak ada urusan dengan Annetha. Namun, siapa sangka jika gadis itu belum menyerah untuk bisa kabur dari pertunangannya.
"Mah, aku sudah menyukai orang lain dan kami saling mencintai!" seru Annetha yang membuat Clara terperangah.
Annetha menarik tangan Arlan, lalu merengkuh lengan pria itu begitu erat.
"Eh, apa-apaan ini?" Arlan berusaha melepas tangan Annetha dari lengannya.
"Dia pria yang aku cintai, aku hanya mau menikah dengannya!" ujar Annetha seraya menunjuk pada Arlan yang kebingungan.
Clara semakin terperangah mendengar ucapan putrinya. Arlan lebih terkejut karena tidak mengerti dengan apa yang dikatakan gadis itu.
"Dasar gadis gila! Apa maksudmu!"
Annetha mendekatkan bibirnya ke telinga Arlan, apa yang diucapkan gadis itu membuat Arlan membulatkan bola mata lebar.
"Apa benar? Kamu pacar putriku?" tanya Clara penuh penekanan.
"Ti ... ouch!" Arlan memekik karena lengannya kena cubit Annetha, langsung menoleh pada Annetha yang masih bergelayut di lengannya dengan bibir yang bergerak ke kanan dan kiri.
"Iya," jawab Arlan dengan terpaksa.
Annetha tersenyum manis pada Arlan, tanda berterima kasih karena pria itu mau mengiakan apa yang dikatakan.
Clara hampir pingsan karena hal itu, mengira jika Arlan dan Annetha benar-benar saling mencintai, lalu bagaimana dengan pertunangan yang sudah disiapkan.
Arlan menatap Annetha, benar-benar ketiban sial setiap kali bertemu gadis itu. Pertemuan pertama mereka terjadi sekitar dua bulan yang lalu. Di tempat yang tidak disangka-sangka akan bertemu dengan gadis bar-bar nan anarkis itu.