Chereads / The Lost Warrior / Chapter 2 - Wibu, apa itu Wibu?

Chapter 2 - Wibu, apa itu Wibu?

Wusena tampak mondar mandir di taman kota tersebut. Ia mencari bola putih yang sempat ia pikir adalah penyebab dirinya berada di tempat tersebut.

"Dimana..dimana bola itu ..."

Orang-orang yang berada di taman itu yang memang sedang santai menikmati waktu pulang kerja sedikit terganggu dengan Wusena yang mondar-mandir disana. Beberapa orang bahkan takut dan lebih memilih taman lain karena mengira mungkin saja Wusena adalah orang tidak waras.

Sambil mencari Wusena terus berpikir, bola apa itu sebenarnya yang sempat ia pegang. Apakah bola ajaib atau bola sihir sejenisnya? Apakah jangan-jangan petani yang sempat menyewa jasanya adalah seorang penyihir?

Atau jangan-jangan ini semua bukan karena bola itu tapi melainkan ada seorang pendekar dengan kemampuan tingkat tinggi memberinya jurus ilusi.

"Ahh!!! Keluarkan aku dari sini!!!!" jerit Wusena menggelegar di taman tersebut. Sontak orang-orang di taman tersebut berlarian menghindarinya karena takut.

Hari telah gelap, Wusena lelah mengitari taman tersebut. Tidak juga ia temukan bola tersebut. Dirinya pun dengan sangat lemas menuju salah satu bangku taman untuk duduk disana.

"Benda ini terlihat sangat bagus. Sebuah rangkaian besi yang dijadikan tempat duduk? Di tempat asalku, tempat duduk hanya terbuat dari bongkahan kayu yang terkadang tidak berbentuk."

"Benda seperti ini pastilah sangat mahal."

Wusena terus mengelilingi kursi taman tersebut dengan terus memuji-mujinya. Tidak mempedulikan dua sejoli yang sedang duduk bermesraan di atasnya. Kini keduanya benar-benar takut, karena mereka pikir Wusena orang tidak waras.

"Hai Tuan, Nona. Apakah kalian yang memiliki benda ini? Benda ini sangat bagus. Jika ada cukup uang aku ingin membelinya," ujar Wusena.

Dua sejoli tersebut pun sontak saling tatap satu sama lain. Sepertinya dugaan mereka benar, bahwa orang di depan mereka adalah orang tidak waras. Dimana petugas polisi, mengapa mereka membiarkan orang gila berkeliaran di taman seperti ini! Batin dua sejoli tersebut.

"Ehh anu, ini bukan milik kami. Tapi milik pemerintah."

"Pemerintah? Apa itu! Apa semacam kerajaan? Jadi kerajaan yang berkuasa di daerah ini disebut pemerintah? Apakah pemerintah jauh dari Banyukarta?"

Wusena menyerang dua sejoli yang harusnya sedang bermesraan itu dengan rentetan pertanyaan aneh. Wusena sangat antusias ketika bertanya, ia sampai ikut duduk di kursi panjang tersebut dan menghimpit sang wanita di tengah.

"Ahhh!!!" Tiba-tiba si pria langsung lari dari kursi panjang tersebut tanpa pikir panjang sangking takutnya ia dengan Wusena.

"Sayang!!" jerit pasangannya yang ditinggal begitu saja di bangku tersebut bersama Wusena.

Wusena pun tampak bingung mengapa pria itu berlari terbirit-birit.

"Nona, sebaiknya kau mencari pria yang lebih sejati lagi," ujar Wusena.

"Ahh!!!!" Tapi kemudian wanita tersebut ikut lari terbirit-birit mengejar pacarnya yang telah lari duluan.

"Dasar orang-orang aneh," gumam Wusena di bangku tersebut. Kini hanya ia sendiri yang tinggal di taman kota tersebut.

Di bawah lampu taman yang bulat, pendekar itu berpikir apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Baru sebentar ia berada di tempat yang tidak ia kenali ini. Tapi Wusena sudah merindukan rumahnya walau disana juga ia tidak begitu sejahtera.

Hingga Wusena akhirnya teringat tentang ucapan pria yang terakhir kali bicara kepadanya.

"Benar, pemerintah. Sepertinya aku harus mencari tahu, tempat seperti apa kerajaan yang disebut pemerintah ini. Lalu mencari cara untuk pulang ke Banyukarta."

Wusena pun langsung beranjak dari kursi panjang tersebut lalu berjalan ke arah dua sejoli yang sempat lari.

Wusena telah keluar dari taman, kini ia kehabisan akal dan kata-kata ketika melihat segala hal di sekitarnya.

Padahal hari sudah malam, tapi bagaimana bisa tempat tersebut masih terang menderang di setiap sudutnya.

"Bagaimana cara mereka mengurung cahaya-cahaya itu?" gumam Wusena ketika melihat lampu-lampu yang ada di setiap ia jauh memandang.

Gedung-gedung pencakar langit pun terus ia tatap sambil berjalan. Benda yang ia sebut sebagai menara itu sangat indah di mata Wusena.

Kendaraan beralalu lalang juga membingungkan Wusena. Semua terbuat dari besi yang padat. Tidak ada kuda ataupun kerbau yang biasa ditunggangi.

"Dimana para kuda dan kerbau? Apakah di tempat ini mereka memang tidak memeliharanya. Lalu benda apa pula yang mereka naiki sejak tadi? Apakah semacam hewan juga tapi jenis berbeda?"

Belum jauh Wusena berjalan meninggalkan taman. Tepatnya ia berjalan pada trotoar yang di sampingnya terdapat gedung-gedung yang tinggi. Ia tidak memperdulikan orang-orang yang terus menatap ke arahnya karena terheran dengan apa yang dikenakan oleh Wusena. Belum lagi karena pedang gandanya yang terdapat di punggung.

Bag! Bug! Bag! Bug!

Wusena berhenti seketika, ketika mendengar suara yang tidak asing di telinganya, suara pukulan demi pukulan. Suara itu berasal dari dalam gang yang gelap.

Wusena pun dengan naluri pendekarnya segera masuk ke dalam gang tersebut.

Kemudian tampaklah seorang pria sedang dihajar hingga babak belur oleh tiga orang pria lainnya.

"Cih! Dimana-mana pasti ada saja para berandal seperti kalian," ucap Wusena yang sudah bersiap bertarung hendak menolong pria babak belur tersebut.

"Hey hey lihat, ada pendekar haha!"

"Haha! Sepertinya dia cosplayer. Dasar Wibu apa maunya."

Wusena tidak mengerti beberapa kata yang sempat dikatakan oleh lawan bicaranya. Tapi Wusena menebak, pasti mereka sedang mengatakan hal kotor yang Wusena tidak tahu artinya.

"Sialan! Kalian menghinaku ya! Akan aku habisi kalian disini!" seru Wusena yang telah memasang kuda-kuda.

"Haha sepertinya ia sangat menjiwai perannya. Ia ingin menjadi pahlawan sekarang."

"Hey Wibu sebaiknya kau ..."

Brak! Belum selesai pria itu bicara ia sudah terhempas terkena terjangan dari Wusena dan membuat dua temannya terbelalak.

Tidak menunggu lagi, Wusena langsung menjambak dua orang lagi yang berada di kiri dan kanannya. Buak! Wusena pun dengan keras menghantukkan kepala mereka masing-masing hingga darah dari dahi mereka muncrat.

Tidak butuh pikir panjang, ketiga pria tersebut langsung lari pontang-panting keluar dari gang tersebut untuk melarikan diri.

"Awas kau! Akan kami balas kau nanti!" teriak seorang dari mereka.

"Kalau hanya seperti kalian, aku tidak perlu mengeluarkan pedangku," ketus Wusena.

Wusena pun segera mendekati pria yang babak belur dan menolongnya.

"Hey kau tidak apa?"

"Ah iya terimakasih Pendekar-kun."

"Pendekar-kun? Mengapa kau menyebutku dengan pakai kun?

"Eh kau tidak tahu artinya? Jangan bercanda, kau sama kan sepertiku? Seorang Wibu?"

"Heh? Wibu? Apa itu Wibu?"

"Jadi kau..sungguh tidak tahu apa itu Wibu?"

Wusena menggeleng polos.

Pria berkacamata yang ditolong Wusena kemudian memegang ujung pedang ganda milik Wusena. "Aw!!"

Sontak jarinya tergores karena tidak tahu pedang tersebut adalah pedang asli.

"Ah! Aku tidak ada waktu untukmu. Coba jelaskan saja kepadaku, dimana ini. Lalu bagaimana caraku kembali ke Banyukarta."

"Ba..nyukarta?"

Wusena menganguk polos. Sontak orang yang ditolongnya merasa bingung dan takut. Ia terbebas dari orang-orang yang merundungnya. Tapi kini ia terjebak dengan orang tidak waras. Pria itu tahu betul Banyukarta. Itu adalah nama Jakarta pada abad ke 14.

"Hey, mengapa kau melamun? Apakah kau tidak berniat menolongku? Cih padahal aku sudah menolongmu."

"Bu..bukan begitu...apakah kau benar-benar mengatakan Banyukarta, Ibukota kerajaan Banyu yang sempat memiliki Raja bernama Wardana?"

Wusena pun mengangguk mantab. Wusena tampak senang karena pria yang ia tolong tahu tentang Banyukarta. Tetapi pria di depannya sontak semakin merinding. Entah pria di depannya yang gila atau memang sedang terjadi sesuatu yang gila sekarang.

"Maaf Tuan... sebenarnya kau sudah berada di Banyukarta sekarang."

"Eh?"

"Inilah Banyukarta setelah 600 lebih tahun kemudian."

Kali ini Wusena yang terbelalak. "A..apa maksudmu?"

"Jika kau benar mencari Banyukarta, maka tempat yang kita pijak sekarang adalah Banyukarta. Tapi namanya sekarang adalah Jakarta. Banyukarta telah tiada sejak beberapa abad yang lalu."

"Ma..maksudmu aku berada di masa depan?"

"A...aku juga tidak tahu, tapi mungkin saja."

Wusena kemudian tertunduk lemas. Bagaimana bisa ia berada di masa depan sekarang. Pria di depannya sontak berdebar kencang jantungnya setelah membaca situasinya sekarang.

"Sudah aku katakan anime itu nyata!" serunya dalam hati.