Chereads / When I'm Broken / Chapter 6 - SEBUAH KECURIGAAN

Chapter 6 - SEBUAH KECURIGAAN

Ada dorongan besar untuk menyapa Cessa yang tidak dapat ditahannya. Walaupun memiliki banyak teman, namun rasanya hanya kepada Cessa, ia bisa terbuka mengenai segala hal tentang dirinya.

Semenjak mereka berpisah karena kuliah di kota berbeda, intensitas bercerita pun menurun.

Seiring dengan namanya yang terus bersinar, ia pun terbiasa menutup rapat semua hal negatif yang dapat mencacati reputasinya. Menjadi menantu Satria Dharmawan menjadi alasan tambahan untuk membatasi keterbukaan masalah pribadi dengan pihak luar.

Shenata melirik jam di ponselnya, pukul 11 malam, berarti di Melbourne sudah pukul 2 pagi. Ia memberikan quick reaction berupa emoticon yang bermakna sedih atas unggahan Instagram Stories Cessa tentang korban KDRT, sekadar sapaan awal. Ia menduga kemungkinan Cessa baru akan membalas besok pagi. Ternyata, Cessa langsung memberikan respons balasan.

Shenata melanjutkan sapaannya. Belum tidur, Nes?

Belum, masih ada kerjaan dan tadi sore ketiduran baru bangun jam 8 malam. Masih melek deh jam segini. Balas Cessa.

Apa kabar? tanya Shenata.

Kabar baik. Kau? jawab Cessa.

Mereka pun melanjutkan berkirim pesan bertanya mengenai keadaan keluarga.

Shenata merasa basa-basi sudah cukup. Ia mulai mengajukan pertanyaan yang membuatnya penasaran. Aku syok lihat unggahanmu, memorabilia korban KDRT. Kasihan banget. Apakah sejak awal tidak tahu bahwa suaminya senang menggunakan kekerasan?

Iya, prihatin banget dengan kasus seperti ini. Tidak semua pelaku kekerasan menunjukkan perilaku kasar sejak awal, Shen. Ada yang setelah bertahun-tahun menikah lalu berubah kasar, padahal awalnya manis banget. Sering disebut bergaya romeo. Biasanya diawali dengan kekerasan verbal atau psikologis. Jenis kekerasan ini sering diabaikan, baru disadari ketika sudah mulai main tangan. Cessa memberikan penjelasan.

Kok bisa tiba-tiba berubah kasar? Shenata makin penasaran.

Biasanya ada pemicu, Shen. Perilaku tidak mungkin tiba-tiba berubah.

Apa penyebabnya? Tekanan di pekerjaan? Shenata mengeluarkan hipotesisnya mengenai penyebab perubahan perilaku Yifez.

Tekanan kerja yang ekstrem, PHK atau demosi⁹ yang berdampak pada ekonomi keluarga. Yang paling sering sih, selingkuh, Shen.

Jantung Shenata seolah berhenti berdetak. Selingkuh? Apa mungkin Yifez selingkuh? Pertanyaan ini spontan menari-nari yang langsung disangkalnya. Rasanya tidak mungkin, ia yakin betul akan kesetiaan Yifez. Ia juga sangat yakin telah memberikan segalanya untuk membahagiakan suaminya.

Kalau selingkuh kan harusnya mudah dideteksi ya, Nes. Misalnya, jadi jarang pulang, atau mulai tidak mau berhubungan suami istri. Shenata berupaya mencari pembenaran.

Tidak selamanya begitu, Shen. Kalau lelaki selingkuh, bisa saja dia bertambah kasar atau kebalikannya bertambah manis. Banyak yang pandai bermain peran, sehingga istrinya tidak menyadari.

Shenata kian membuncah, melanjutkan pertanyaan. Apa yang membuat perempuan seolah tidak sadar dia menjadi korban KDRT?

Biasanya karena setelah melakukan tindak kekerasan, suami akan bersikap manis. Jadi ada fase honeymoon, ditandai dengan suami menunjukkan penyesalan, meminta maaf, memberikan hadiah bisa berupa barang atau hubungan seksual yang lebih intens dan menggelora. Istri memaafkan, tapi nanti pasti akan terulang lagi hal yang sama. Pelan-pelan istri terseret dan sudah tidak berdaya. Cessa menjawab dengan gamblang.

Tangan Shenata mendadak dingin. Semua penjelasan Cessa sama persis dengan yang dialaminya. Masih sulit baginya memahami perilaku kasar Yifez, sekarang ditambah lagi kemungkinan suaminya itu berselingkuh.

I see. Thanks buat night chat-nya. Sukses terus, Nes. Nighty-night. Shenata memberikan salam penutup. Ia merasa tidak sanggup menggali lagi, tidak sanggup dihadapkan pada beberapa kemungkinan kenyataan.

Shenata meletakkan ponselnya, memejamkan mata. Akan tetapi, dorongan untuk membuktikan perkataan Cessa kian menguat, membuatnya gelisah. Ia pun bangkit dan segera mencari ponsel Yifez, itu adalah benda yang menyimpan semua rahasia.

Tas kerja, nakas, kamar mandi, semua tempat di penjuru kamar ditelusurinya, namun nihil. Ponsel Yifez tak kunjung ditemukan. Hanya ada satu kemungkinan, Yifez membawa ponsel itu bersamanya. Kecurigaan menyeruak di dada Shenata, untuk apa membawa ponsel jika hanya ke kamar Ines. Ia terduduk lemas. Bayangan akan cibiran orang atas rumah tangganya mulai menari-nari di pelupuk mata.

Yifez masuk ke kamar lalu berjalan ke sisi kiri tempat tidur. Posisi yang selalu dipilihnya.

Shenata mengamati gerakan Yifez dari sudut matanya. Dilihatnya Yifez meletakkan ponsel di atas nakas, lalu membaringkan tubuh.

Dada Shenata berdegup kian tak menentu.

"Tidur, yuk," ajak Yifez sambil menepuk bantal.

Shenata menurut, mematikan lampu di atas nakas. Kegelapan menyembunyikan keresahannya.

Yifez mendekati tubuh Shenata, menciumi bibir istrinya.

"Apakah kau mencintaiku, Bear?" pancing Shenata.

"Tentu aku sangat mencintaimu. You're the one and only," sahut Yifez seraya mengusap lembut pipi istrinya.

"Kau bahagia bersamaku?" tanya Shenata lirih.

"Never been happier," sahut Yifez lalu mengulum bibir Shenata sebelum kembali ke posisi tidurnya.

Tidak beberapa lama kemudian dengkuran halus terdengar, menandakan Yifez sudah terlelap.

Shenata belum dapat memejamkan matanya sama sekali. Pikiran dan perasaannya berkecamuk. Setelah sekian lama terjaga, ia beringsut dari tidur, berjingkat mendekati nakas di sebelah Yifez, memberanikan diri membuka ponsel suaminya.

Ponsel Yifez sudah dalam genggaman, namun belum dapat dibuka karena memerlukan sidik jari atau kata sandi. Menggunakan sidik jari, jelas tidak mungkin, itu dapat membangunkan Yifez. Ia mencoba memasukkan tanggal pernikahan mereka, gagal. Ulang tahun Yifez dan dirinya, gagal. Terakhir dicobanya memasukkan tanggal lahir Ines, berhasil!

Dengan gemetar diarahkan jemarinya membuka aplikasi WhatsApp. Ada sebuah nama yang berada di urutan teratas, menandakan obrolan terakhir Yifez dilakukan bersama orang itu. "Aein" merupakan nama yang tertera. Nama yang membuat dahi Shenata berkerut. Ia menduga ini pasti bukan nama sebenarnya.

Saat dibuka, tidak ada percakapan apa pun, seluruh isi pembicaraan sepertinya telah dihapus. Dingin merasuki tidak hanya jemari, namun sekujur tubuh Shenata. Percakapan rahasia macam apa yang membuat Yifez harus menyembunyikan isinya. Percakapan dengan klien yang benar-benar rahasia saja tidak pernah dihapusnya.

Shenata memencet tepat di tulisan nama "Aein" itu, foto yang dipasang adalah gambar dua tangan berpegangan. Tangan wanita dan pria bergandengan. Ia menelan ludah, membesarkan foto itu, mencari tahu apakah tangan pria itu adalah tangan Yifez, tetapi cukup sulit untuk memastikan. Hanya ada satu cara, meskipun teramat berisiko.

Dipastikannya ponsel dalam mode bisu, kemudian Shenata mengirim pesan hanya berupa huruf L kepada kontak bernama Aein itu. Ia sengaja hanya mengirim satu huruf tidak bermakna, sehingga apabila ternyata antara Yifez dan Aein sekadar hubungan pekerjaan, itu hanya akan dianggap sebagai ketidaksengajaan.

Shenata merasakan dada dan perutnya bergejolak menunggu respons dari si Aein, yang entah siapa nama aslinya. Satu detik terasa satu menit, satu menit terasa satu jam. Ia mulai gelisah, khawatir Yifez tiba-tiba terjaga.

Dua menit, tiga menit, tidak juga ada balasan. Segera diputuskan untuk menghentikan penantian, tangannya bergerak hendak meletakkan kembali ponsel Yifez pada tempatnya. Gerakannya terhenti saat lampu ponsel menyala, menandakan ada pesan masuk. Pesan balasan dari Aein.

Ada apa, Chagia? Belum tidur? Katanya tadi sudah mau masuk kamar.

***