Chereads / Benua Langit Ramuel [Telah Pindah Link ke Benua Langit, Ramuel] / Chapter 19 - Jalan Menuju Kebenaran, Bagian 3

Chapter 19 - Jalan Menuju Kebenaran, Bagian 3

Aku berlari mengikuti arah dari lubang langit itu. Lubang itu terbuka tepat di tengah kota. Jaraknya agak jauh dari tempat aku berada. Tapi itu bukan alasanku kenapa aku berlari.

Aku tidak mau salah satu dari mereka berubah pikiran dan ternyata mengejarku dari belakang, makanya aku berlari.

"Icho"

"Kenapa Evelyn?"

"Apa kamu yakin untuk pergi ke atas?"

"Kenapa kamu tanyakan lagi? Kan tadi aku udah banyak ditanya, kamu tidak mendengarnya?"

"Aku hanya ingin mengkorfimasinya sekali lagi. Untuk jaminanku"

"Jaminan?"

Aku menghentikan lariku.

"Kontrak kita. Aku akan menemanimu dalam perjalananmu mencari kebenaran dunia. Tetapi gantinya aku meminta kamu untuk memenuhi satu permintaan aku"

"Oh iya, sebelumnya aku belum bertanya ya. Apa permintaan kamu Evelyn?"

"Aku ingin... kamu mencari kakakku"

"Kakak?"

"Dia melarikan diri dari desa bertahun-tahun yang lalu. Karena itu alasan aku ikut pasukan penjelajah agar aku mencari kakakku di daratan bawah"

"Melarikan diri, maksudnya dia pergi dari surga?"

"Iya benar"

Hmm... tunggu sebentar.

"Berarti maksud kamu, kakakku itu melarikan diri ke sini? Ke tempat manusia tinggal?"

"Mungkin saja"

Gawat kalau begitu.

Untuk mencari kakaknya Evelyn bukannya pergi menjelajahi ke surga, tapi malah harus mencari daratan manusia ini.

"Be-berarti kita tidak jadi nih pergi ke atas??"

"Tentu saja jadi. Pertama kita akan mencari di surga dan jika tidak menemukannya, maukah kamu menemaniku untuk mencarinya di daratan bawah ini?"

"Ah jadi begitu, tentu saja tidak masalah. Ayo kita cari kakakmu itu sampai ke ujung dunia ini!"

"Huum!"

Aku belum pernah melihatnya wajah Evelyn yang tersenyum seperti itu, sepertinya dia benar-benar bahagia dari dalam hatinya. Yah aku cuman berharap kakaknya itu tidak brutal seperti Aron.

"Kalau begitu Evelyn bisa terbangi aku sekarang?"

"Eh?"

"Sebelumnya kamu bisa mengeluarkan sayap transparan itu kan ketika lagi di kejar sama Agros. Apa kamu bisa terbangi aku juga?"

"Eh? Se-sebenarnya bisa tapi..."

"Tapi kenapa?"

"Sebenarnya untuk menyembuhkan lukaku itu aku menggunakan begitu banyak energi Ruh. Makanya ukuranku sekarang lebih dari kecil dari sekarang"

Aku pernah mendengar istilah itu sebelumnya, Ruh.

"Lalu?"

"Bisa dibilang aku kehabisan energi, makanya aku tidak bisa menerbangkan kamu sekarang"

"Haa?! Terus bagaimana kita terbang ke atas nih?"

Gawat lubang langitnya sekarang kelihatan makin kecil.

"Aku kira kamu sekarang sedang berlari ke gunung, makanya aku setuju saja"

"Ke gunung? Buat apa kita ngapain kesana?"

"Disana kan masih ada Isla"

"Oh iya!"

Aku segera memutar badanku dan berlari ke arah sebelumnya.

Begitu aku perhatikan kota memang banyak banyak bekas-bekas pembunuhan. Mayatnya sudah diangkut tapi darah, bekas serangan, terkadang ada organ berserakan di jalan.

Sejujurnya aku mual melihatnya. Tapi saat ini aku punya tujuan yang berbeda.

Ketika aku melewati sekolah lagi, mobil itu sudah pergi dan tidak ada satupun orang lagi.

Mereka benar-benar sudah meninggalkanku.

Kota kampung halamanku yang aku benci dan suka, sekarang menjadi kota mati tanpa penghuni.

Kalau aku memikirkannya terus, hatiku akan sakit, karena begitu aku mulai pembicaraan bersama Evelyn sambil berlari.

"Hey Evelyn?"

"Hmm?"

"Sebelumnya kamu bilang kalau pasukanmu itu, pasukan penjelajah ya namanya, datang ke kota ini untuk mencari petunjuk. Petunjuk apa yang kamu maksud itu?"

"Itu sebenarnya aku kurang tahu, karena pangkatku masih rendah dan aku juga terpaksa mengikuti mereka, makanya aku tidak dikasih rinciannya. Tapi setidaknya aku pernah mendengar ini"

"Apa tuh?"

"Mereka mengatakan ada seseorang di kota ini yang mengetahui tentang 'tempat itu'"

"Tempat itu hmmm..."

"Itu saja yang kutahu, m-maaf ya"

"Ahh tidak apa-apa kok"

Berarti mereka memiliki tujuan untuk pergi suatu tempat di dunia ini, tapi mereka tidak tahu cara pergi ke tempat itu.

Lalu ada orang di kota ini yang mengetahui tentang "tempat itu" makanya mereka datang kesini.

Setidaknya aku berkesimpulan seperti itu.

Hmm...

Aku tidak tahu tempat apa yang mereka maksud tapi yang tinggal disini hanya orang tua dan anak-anak. aku tidak yakin ada orang disini yang memiliki suatu informasi khusus sampai diincar sama makhluk itu.

Kecuali jika ada seseorang di kota ini yang ternyata selama ini menyembunyikan suatu rahasia besar.

Tapi siapa?

Hmm ini juga membuatku penasaran, tapi masalah ini aku percaya kakakku bisa memecahkannya.

Aku yakin dari dulu dia sudah mempunyai kecurigaan ke orang-orang di kota ini.

Meskipun orangnya brutal dan kasar, aku harus mengakui kakakku itu sangatlah pintar.

Karena itu sekarang aku harus fokus dengan apa yang kulakukan. Dan aku sampai di gunung.

Gunungnya sangat becek. Jika aku tidak berhati-hati, aku pasti akan terpeleset.

Sepi dan sunyi, seakan tidak ada binatang apapun disini. Apa yang terjadi?

"Sepertinya disini juga ada terjadi sesuatu"

Evelyn mengatakannya sambil memperhatikan tanah.

Aku juga ikutan melihat tanah dan menemukan beberapa jejak kaki. Ukurannya besar dan kecil dan ini bukan jejak kaki manusia.

Pasti makhluk-makhluk itu.

Dia datang ke hutan ini!

Aku segera berlari lagi dan menemukan tali yang aku ikat telah terputus.

"Sial!"

"Untuk ini serahkan ke aku Icho, kamu lompat aja"

"Lompat ke bawah? Kamu tahu ini seberapa sakit untuk turun ke bawah tanpa alat apapun?"

"Lompat saja. Percaya padaku"

"Yaampun bagaimana lagi"

Aku langsung saja lompat ke bawah tanpa ragu. Aku percaya ke Evelyn.

Lalu Evelyn mengeluarkan energinya lagi, aku merasakan ada angin di sekitar tubuhku dan kecepatan jatuhku menurun hingga bisa sampai bawah dengan selamat.

"Katanya kamu kehabisan energi?"

"Ini aku tidak menggunakan banyak energi Ruh, aku hanya mengendalikan angin di sekitar"

"A-ha begitu ya"

Aku harus menanyakan tentang Ruh itu nanti.

Begitu aku berlari cukup dalam, aku menemukan banyak mayat binatang.

Burung, ular, kelinci, rusa dan masih banyak lagi.

"Apa...ini...?"

Lalu aku menemukan mayat dari binatang yang sangat aku kenali. Bulunya, ukurannya, semuanya.

Sial, sial.

Siapa yang berani bunuh Bronny!

"Bronny..."

Evelyn turung dari bahuku dan terbang mendekatinya.

Terdapat sebuah bekas pukulan cukup besar di punggungnya. Lalu di giginya terdapat bekas darah yang sudah kering.

Sepertinya dia menggigit seseorang lalu dipukul sampai mati.

"Apa..ini..ulah Agros?"

"Sepertinya bukan. Kalau Agros pasti ada bekas bakar juga"

Aaa benar juga.

Tapi kenapa mereka sampai menyerang hutan. Binatang disini tidak ada salahnya sama sekali.

Tanpa sadar air mata mengalir di mataku. Aku kehilangan teman yang sudah aku miliki sejak kecil, aku kehilangan dua sahabatku, aku kehilangan sekolah dan kehidupan normalku.

Hal apa lagi yang bisa hilang lagi dariku?

"Icho sadarlah!"

"..."

"Aku mendengar suara dari sana"

Evelyn menunjuk gua, tempat dimana dia bersembunyi sebelumnya.

Aku berjalan mendekatinya.

Ada suatu bayangan di sana.

Siapa itu?

"KAA!!"

Ketika aku mendengar suara itu, aku langsung tahu siapa yang ada disana.

Isla melompat keluar dari gua itu, dan segera menerjan ke arahku. Untungnya bukan dengan serangan sundulan lagi.

Guwa!

Tapi tetap saja ditindih oleh binatang burung berkaki empat dengan ukuran sekitar 2 meter itu menyakitkan.

"Menyingkir dariku Isla"

"Syukurlah... kamu selamat Isla"

Evelyn langsung memeluk kepalanya dengan tubuh kecilnya. Isla sepertinya menyadari itu adalah Evelyn makanya dia membalasnya dengna jilatan.

"Tapi kenapa hanya Isla yang selamat?"

"Kemungkinan binatang-binatang disini melindungi Isla, makanya mereka...begitu"

Itulah kesimpulanku setelah melihat situasi itu.

"Lalu dimana dia yang menyerang binatang hutan ini?"

"Karena aku tidak melihat jejak kaki di atas itu hanya mengarah kesini dan aku tidak melihat siapapun disini, kemungkinan dia telah dikalahkan oleh teman ayahku dan jasadnya dibawa pergi"

"Oh begitu ya, kamu pintar juga ya Icho"

"Ah tidak juga kok"

Ini bukan merendah tapi memang bukan. Jika dibanding Aron aku tidak ada apa-apanya.

"Syukurlah Isla selamat, kalau begitu ayo segera pergi"

"Oh iya!!"

Gawat, aku baru ingat, Isla itu sedang terluka. 2 hari lalu saja dia terbangnya hanya bisa beberapa menit dan langsung terjatuh.

Yaampun kenapa sih setiap selalu dihalangi masalah terus kita.

"Tapi sepertinya sudah baik-baik saja"

"Eh? Benarkah?"

"Aku tidak tahu siapa, tapi sepertinya ada seseorang yang menyembuhkan. Lihat nih"

Beneran, luka di sayap kanannya yang kemarin masih terbuka sekarang sudah sembuh total.

Ah! Jangan-jangan yang menyembuhkan ini teman ayah juga.

Apa ayah sudah memperkirakan kalau aku akan terbang menggunakan Isla ini?

"Ayo Icho, segera naik"

"Siap"

Aku langsung naik ke punggung Isla. Rasanya agak aneh. Seperti naik kuda tapi badannya berbulu. Yah aku tidak pernah naik kuda juga sih jadi tidak tahu. Tapi badannya hangat sekali.

"Kaa!"

"Pegang punggungnya yang kencang. Tenang saja dia tidak akan kesakitan kalau kamu tarik bulunya"

"Siap"

Hanya dengan tangan kanan saja, aku memegang kencang punggung.

"Isla atas!"

"Kaa!"

Lalu Isla membawaku terbang ke langit.

Gawat gawat gawat.

Terbangnya Isla cepat sekali. Karena takut aku mengaitkan kaki dan menempelkan wajahku ke penggungnya.

Sepertinya Evelyn duduk di atas kepala Isla, tapi karena takut aku tidak mengeceknya.

Padahal aku ini tidak takut ketinggian juga, tapi kalau terbang dengan kecepatan penuh seperti mobil ini tentu saja aku akan takut.

"Kamu gapapa Icho?"

"Ka-kayanya ga-gapapa"

Gawat karena aku hanya berpegangan dengan satu tangan saja, tubuhku tidak seimbang, badan sebelah kiriku sedikit demi sedikit mulai merosot.

"Evelyn!!"

"Gawat, Icho!"

Evelyn terbang ke arahku lalu dia menyentuh jidatku. Setelah itu keberadaannya entah kenapa mulai masuk ke dalam kepalaku dan aku merasakan energi mengalirkan di dalam tubuhku.

Jadi begitu, ini ternyata yang dimasuksud membuat kontrak dengannya.

"Serahkan ini padaku"

Tiba-tiba tangan kiriku yang sakit bergerak dengan sendirinya dan mencengkram erat punggung Isla.

Lubang di langit semakin kecil. Awan gelap kembali menutupi.

"Tahan sedikit lagi"

"Siap!"

Bwush!

Kita terbang masuk ke lubang kecil itu. Jarak awan dengan dengan kita makin lama makin dekat. Terdengar suara gemuruh dari dalam awan gelap itu. Apa itu petir? Kalau kena tubuhku dan Isla akan hangus bahkan sebelum mencapai langit.

"Sedikit lagi, tinggal sedikit lagi!"

Aku semakin sulit untuk bernapas, benar kata buku aku pernah baca, di tempat tinggi itu kadar oksigennya tinggi. Angin kencang benar-benar menimpa langsung wajahku, tetapi entah kenapa di sekitar hidungku aku merasa sedikit ada udara hangat yang mudah dihirup.

(Aku yang mengendalikan udara di sekitar hidungmu, agar kamu bisa bernapas dengan normal)

Begitu ya, syukurlah. Kalau tidak ada Evelyn, meskipun ada Isla bahkan aku tidak bisa pergi melampaui lubang langit ini.

Cahaya semakil kecil, jarak pandangku semakin pendek.

"Kita sampai!"

Bwush! Kita menembus awan gelap di hadapanku membuat tubuhku dipenuhi air hujan.

Lalu detik berikutnya aku dipenuhi dengan rasa kagum dan kaget dengan pemandangan yang terbentang di hadapanku.

"WOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO!!"

Sebuah pulau benar-benar terbang di langit. Ukurannya sangatlah besar hingga aku tidak bisa melihat ujungnya. Dari ukuran yang seperti ini tidak bisa disebut sebagai pulau tetapi...

"Selamat datang Icho di Benua Langit, Ramuel!"