Kemarin, saat reuni dengan Sylvia yang baru saja kembali dari akademi, selesai. Sylvia mengajak Ryota untuk bermain di halaman. Namun, Ryota merasa sangat malas. Untung saja ratu Canaria menyuruh mereka untuk istirahat terlebih dahulu.
Walaupun sedikit enggan tetapi di akhir Sylvia menuruti perkataan ibunya dan menunda rencana bermain dengan Ryota untuk esok hari, dan juga meminta agar Ryota menunggu dia menemuinya.
Karena hal itu, untuk sesaat Ryota selamat dari hal merepotkan.
Tapi tetap saja, seperti yang Ryota ketahui tentang sifat Sylvia. Sekarang dia benar-benar mencari sampai ke kamarnya.
Sylvia berjalan mendekati Ryota yang telah duduk di atas ranjang kasur. Melewati Aid kini Sylvia semakin dekat. Melihat Sylvia yang tampak mengomel, Ryota mengingat kembali perkataan Sylvia kemarin, 'bukankah dia menyuruhku menunggunya?'
"Ada apa kak?" namun Ryota masih mengajak basa basi terlebih dahulu, dia mengabaikan Sylvia yang terlihat merajuk.
"Hmph, aku bilang, kenapa kamu tidak menemuiku." Sylvia memalingkan muka ke samping, seperti mengintruksikan kalau saat ini dia sangat marah. Walaupun sudah berumur 16 tahun, tapi mau dilihat dari manapun sekarang dia seperti seorang bocah di bawah 10 tahun yang tengah menagih janji kepada sang ibu untuk membelikan dia mainan.
"Hah? Kan, kakak sendiri yang menyuruhku menunggu?" Ryota tampak keheranan, ia tak menyangka kalau kakaknya benar-benar lupa dan berbalik menyalahkan dia.
"Aku mengatakan itu?"
Seolah tidak ingat apa yang dikatakannya kemarin, dengan tampang polos seperti tak merasa bersalah, Sylvia lebih lebih mengintrograsi. Dia menempatkan muka tepat di depan Ryota.
Merasa tak nyaman, dengan gugup Ryota sedikit mendorong badan ke belakang.
"I-itu yang kamu katakan." Ryota menjawab selagi pandangannya teralihkan ke samping.
"Hmm..," Seolah mengecek kebenarannya, dengan ekspresi sinis, Sylvia tampak lebih menyudutkan Ryota.
"Aku lupa, hehe." ucap Sylvia yang menarik badan dan mengeluarkan lidahnya keatas.
Ryota tidak percaya mempunyai kakak perempuan yang seperti ini, dia menghela nafas berat.
"Fyuh, dasar kakak." Ryota membenarkan badannya.
Selepas situasi mencekam, Aid yang sedari tadi hanya diam memberanikan diri untuk merubah suasana. Pekerjaannya telah selesai dan juga… Menonton perkara tuannya membuat dia tidak enak jika berlama-lama lagi.
"K-kalau begitu, saya pamit undur diri, pangeran muda, putri." ucap Aid yang gugup. Dia membungkukan badannya sebagai bentuk penghormatan kepada tuan, sebelum pergi.
"Ah, baiklah. Omong-omong, terimakasih makanannya, Aid." Ryota melepaskan Aid yang pelan-pelan meninggalkan ruangan.
"Jadi, selanjutnya kamu mau apa, kak?" Ryota mengalihkan pembicaraan kepada Sylvia lagi yang masih diam berdiri.
Tak lama, Sylvia bergerak dan duduk di samping Ryota. gadis bergaun biru mewah itu membaringkan setengah badannya di kepala ranjang higga hampir saja dia tertidur lelap.
"Sekarang aku ingin istirahat dulu, fufu," ucapnya
seperti beban yang selama ini dia tahan menghilang, dengan bebas gadis itu bersantai dan mengabaikan sejenak masalah yang sedang ia hadapi.
Melihat Sylvia yang seperti seorang gadis fana yang kelelahan, Ryota tidak tega untuk menyuruhnya pergi walaupun dia ingin, jadi ia memutuskan untuk dibiarkan.
"Fyuh, yasudah, sekarang lebih baik istirahatkan tubuhmu dulu, kak." ucap Ryota yang hendak beranjak dari kasur.
"T-Tunggu! Kamu mau kemana, dik?" Tanya Sylvia terkejut yang membuat Ryota menghentikan pergerakannya.
"Aku akan keluar sebentar." jawab Ryota yang terlihat mengeluh dan memberhentikan aktivitasnya.
"Tunggu, jawab pertanyaanku dulu, oke!"
Sylvia bangun dan langsung memegangi lengan kecil yang mulus dan lembut Ryota, menjaganya agar tidak pergi.
Ryota sedikit terkejut melihat kakaknya yang tiba-tiba, dia bertanya.
"Lalu, apa yang akan kamu bincangkan?"
Ryota tidak bisa berbuat banyak, bocah yang kini berumur dua belas tahun itu hanya dapat pasrah dan mendengarkan permintaan seorang gadis bergelar kakak itu yang terlihat meresahkan.
"Aku ingin tahu rincian dari upacara kedewasaanmu kemarin, hehe." ucap gadis itu dengan sedikit senyuman polos dan tanpa dosanya.
"Tidak ada yang istimewa, seharusnya kamu sudah tahu kan hasilnya bagimana? Toh, seperti yang kakak tahu, aku memiliki bakat Sihir dan Ilmu Bela diri." jawab Ryota
Ryota tidak terlalu perduli dengan apa yang ditanyakan Sylvia dan hanya memberikan penjelasan singkat. Namun Sylvia tidak mau terima, gadis itu memaksa Ryota untuk menceritakan lebih detail.
Akhirnya, mau tidak mau Ryota menuruti permintaan kakaknya yang membuat dia merasa merepotkan.
Selanjutnya bocah itu mengatakan hal-hal yang terjadi saat dia melakukan upacara kedewasaannya kemarin. Mulai dari sang Saint Alice yang menjadi pemandu sekaligus mentor dan juga, Ryota menceritakan pertemuannya dengan sang Dewi kebijaksanaan, Merlin. Hingga, dia diberitahu bahwa dia memiliki bakat Sihir dan Ilmu bela diri dan yang terpenting adalah, saint Alice mengatakan bahwa bocah itu juga memiliki potensi untuk menguasai enam elemen utama dalam hierarki bakat sihir.
Tentu saja, Sylvia yang mendengarkan point terakhir itu sangat terkejut dan berteriak.
"A-apa?! A-Adiku, kamu sebenarnya memiliki potensi seperti itu?" Sylvia tercengang tidak menduga. Dia yang mula lesu dan hanya ingin beristirahat, kini mendadak merubah suasana menjadi semangat bahkan antusias. Semua masalah yang membebaninya seakan menghilang. Saat ini dalam pikiran gadis itu hanya tentang bocah di depannya yang membuat dia seperti saat ini.
Hal ini terjadi karena, sampai saat ini gadis itu tahu bahwa adiknya sangat berbakat. Namun, dia mendengar bocah itu juga berpotensi menguasai enam elemen? Itu tidak masuk akal. Dia hanya mengira meskipun Ryota sangat berbakat hingga di sebut-sebut perwujudan keajaiban, Sylvia selalu berfikir bocah ajaib itu cuma memiliki potensi elemen api, salah satu dari elemen utama. Tapi, realita berkata lain, takdir adiknya ternyata tidak terbatas bahkan diluar semua ekspetasi dalam artian melampaui.
Seperti halnya bakat, yang dapat dimiliki salah satu saja oleh setiap orang. Sistem 'Potensi' juga begitu.
Itu juga berarti, dalam pandangan yang lebih tinggi, Ryota adalah salah satu eksistensi yang telah melampaui hukum di dunianya.
Alhasil setelah Ryota menceritakan semuanya, Sylvia tidak dapat bergeming dan hanya terdiam seperti patung.
"Kak?"
Ryota melambai-lambaikan tangan dan melirik kakaknya yang melamun tampak seperti kehilangan jiwa.
Ya… Dia juga mengerti perasaan gadis itu jika mendengar hal-hal yang terdengar mustahil dilakukan namun faktanya ada seseorang yang dapat melakukannya.
"kak? Apa kamu benar-benar kehilangan jiwamu?" sekali lagi Ryota melambai-lambaikan tangan di depan mata Sylvia.
"Huh???"
Menyadari pergerakan Ryota, akirnya Sylvia tersadar dengan sedikit linglung.
"Nah… Sadar juga." ucap Ryota yang mengembalikan tangan selagi melambai-lambaikannya.
Diwaktu yang bersamaan terlihat sosok wanita setengah paruh baya sedang duduk dan berbincang di singgasana. Di sebelahnya adalah sosok pria berdada lebar dengan jejak tirani yang mencolok melalui aura yang terpancar di sekitarnya. Mereka dalah Ratu Canaria Adolphus dan juga Raja Avalonia, Gustave Adolphus.
"Sayang, apakah yang kamu katakan itu sungguhan?!" ucap raja Gustave yang terlihat terkejut dan meninggikan suaranya.
"Apa alasanku untuk berbohong padamu tentang putra kita, sayang." sambil meminum teh yang disediakan, ratu Canaria menjawabnya dengan tenang dan sombong.
Saat ini mereka sedang membicarakan hasil dari upacara kedewasaan dari putra bungsunya, Ryota Adolphus. Kebetulan Raja Gustave tidak dapat mengiringi upacara itu karena harus mengurusi masalah kerajaan, dia menyesal dan akhirnya hanya dapat meminta Ratu Canaria untuk bercerita.
"Itu sungguh luar biasa! Mendengar hasil seperti itu aku sendiri yang seorang raja pun, sulit untuk mempercayainya jika saja tidak keluar dari mulutmu, sayang."
"Moo, Bukankah itu berarti bakat putraku lebih tinggi darimu, sayang, fufu." ratu Canaria menggoda suaminya mendekatkan wajah mereka sembari membelai dagu yang berbalut dengan rambut tipis.
"Haha, itu benar! putra bungsu kita 10x, tidak! 100x lipat lebih berbakat dariku!" teriak raja Gustave
Mengetahui kenyataan bahwa putranya memiliki bakat lebih tinggi dari dia, raja Gustave Adolphus tidak bermuram dan justru itu membuatnya lebih semangat, terlebih itu adalah putra bungsunya.
Lantas mereka kembali membicarakan hal lain yang masih menyangkut putra bungsu itu, yakni acara ulang tahun yang akan dirayakan beberapa hari lagi. Mereka berfikir itu adalah saat yang tepat untuk mempublikasikan kehebatan pangeran kecil kerajaan Avalonia di hari ulang tahunnya kepada para kalangan konglomerat.
"Omong-omong, aku harus secepatnya menemui putra kita untuk mengucapkan selamat atas keberhasilan dia."
Selesai Sylvia pergi, Ryota melepaskan semua penat dan merefreshkan tubuhnya dengan berbaring di atas kasur, dan juga terpandang kedua tangannya yang sedang bermain-main di udara.
"Yah bukan berarti aku sangat kelelahan, jujur saja entah kenapa dari awal aku tidak pernah merasakan kehabisan stamina. Hanya saja kali ini aku ingin bersantai sebentar saja." ucap Ryota yang berbicara sendiri yang sedang memikirkan keanehan pada dirinya.
Dia masih bermain dan memutar-mutarkan tangan di udara sehingga hal itu bisa saja menimbulkan persoalan, apakah ada maksud tertentu dari tindakannya atau tidak sama sekali.
Benar saja, Ryota terlihat sangat santai dan tidak ada keseriusan sedikitpun, jadi kemungkinan besar tidak ada makna tertentu.
Namun, tiba-tiba dia berhenti menggerakan tangan dan raut wajah yang beralih sedikit serius terpampang jelas.
"Tidak lama lagi hari itu akan tiba, akan ada banyak orang yang tak terhitung jumlahnya hadir. Karena itu pertama kalinya, aku jadi sangat bersemangat dan menantikan hal menarik apa yang akan kutemui." ucap Ryota yang memberikan kesan misterius.
Dia tersenyum manis…
Rasa tidak sabar, penasaran, menantikan, dan ingin tahu sangat jelas ternilai dari ekspresi yang dia buat. Ryota sangat mempercayai bahwa hal menarik akan datang kepadanya. Dan ya… Dia sangat berharap acara itu tidak mengecewakan.
Namun di tengah situasi penuh harapan itu, terdapat perubahan di tangan Ryota yang terbukti sedari tadi masih bermain di udara. Tanpa di duga hal mistik terjadi saat itu juga, di tangannya muncul sepercik cahaya putih yang sangat memberikan kesan mencekam.
Itu sungguh misterius bahkan Ryota yang selalu santai dalam menghadapi situasi apapun sebelumnya, kini sedikit berkeringat yang mengalir dijalan dahinya.