PART SATU
Kansas, Amerika 2020
Keadaan industri tidak terkendali. Adanya pandemik membuat sejumlah industri tutup. Sengaja ditutup, atau memang adalah keputusan pimpinan perusahaan agar tidak merugi terlalu banyak. Seperti yang telah diketahui, Covid-19 masuk ke negara Paman Sam pada awal tahun 2020, membuat semua orang tidak berdaya. Semua sektor terkena dampak. Paling krusial adalah sektor ekonomi.
"Perusahaan tidak bisa untuk melanjutkan proses produksi. Dua ratus orang di bagian produksi terinfeksi penyakit mematikan. Satu di antaranya meninggal dunia di tempat kerja. Semua pekerja mengeluhkan gaji yang diturunkan oleh perusahaan." Reymond sebagai seorang kepercayaan di perusahaan itu mengungkapkan sebuah masalah utama kepada sang bos perusahaan garmen—Adam Willson, pengusaha muda berusia dua puluh lima tahun dengan wajah tampan dan fisiknya yang gagah.
Adam meneguk wine yang ada di botolnya. Menandaskan semuanya hingga habis. Berusaha berpikir dengan kepala jernih.
"Kebangkrutan itu sama sekali bukan passionku. Cari jalan keluar dan aku akan memutuskan sebuah keputusan besar," ujar Adam setengah mabuk.
"Ini adalah kondisi yang darurat, kita tidak bisa lengah begitu saja. Semua orang sedang bergantung kepada perusahaan kita. Anak-anak mereka yang berada di rumah, kesulitan keluar karena desakan pemerintah untuk menutup kota. Pak, ini adalah masalah yang sangat genting. Kau tak boleh menyepelekan hal ini," ujar Reymond berusaha untuk menyadarkan pimpinannya yang terlalu santai dengan masalah yang besar ini.
Beberapa perusahaan sejenis, tutup. Ada yang gulung tikar dengan perkiraan hutang yang sangat menjerat. Reymond tidak mau, perusahaan ini mengikuti nasib peusahaan yang lain. Di dalam rumahnya, hanya dirinyalah yang menjadi tulang punggung keluarga.
"Kau ini siapa hah? Kau ini siapa! Coba katakan! Kau itu sekretaris. Hanya sekeretaris yang pekerjaannya tidak lebih untuk melakukan korespondensi, menerima dan melayani tamu. Tidak lebih daripada itu. Kau jangan sombong dan lalu menasihatiku Rey. Cobalah meminum ini dulu, pikiranmu akan fresh setelah itu," ujar Adam dengan sendawa setelahnya.
Reymond mengambil napasnya kemudian. Menghembuskannya dengan perlahan sembari membenarkan letak kacamatanya.
"Hari ini juga, saya akan resign dari perusahaan Anda. Terima kasih atas kerjasamanya selama ini. Saya akan pergi," final Reymond.
Itu semata-mata bukan sebuah keputusan kilat. Itu adalah keputusan yang begitu telah diperhitungkan dengan matang.
Inflasi yang ada, ditambah hutang pemerintahan yang begitu banyak dan mustahil untuk bisa terlunasi, membuat Reymond berpikir, mengakhiri pekerjaan di perusahaan yang di ujung tanduk adalah sesuatu hal yang tidak perlu untuk diragukan kembali.
"Hei, sekretaris bodoh. Kau akan kemana! Akan kupastikan kau tertidur di jalanan kota. Hidup dengan keluargamu di kolong jembatan!" Adam memberikan sumpah serapahnya kepada Raymond.
Adam membanting botol wine yang ada di depannya itu. Berusaha mengatur emosi yang bergejolak dalam hatinya.
Pintu berderet. Memperlihatkan wajah kekasihnya di sana. Claudia—model majalah dewasa yang menjadi kekasih Adam sejak dua tahun silam. Ohh mereka bukan sepasang kekasih yang saling mencintai. Claudia hanya sedang mencari tambahan uang dari CEO garmen yang begitu bodoh. Bisa dibohongi. Seperti Adam Willson yang gila perempuan cantik sepertinya.
"Kau mengalami hari yang buruk sayang?" tanya Claudia sesaat melihat ceceran kaca dan wine yang memenuhi lantai kantor.
Adam melihat kedatangan kekasihnya, dan dia seolah salah tingkah.
"Ohh sayang, aku hanya sedang lelah. Kau begitu cantik hari ini," puji Adam selanjutnya. Laki-laki itu pun menemui kekasihnya. Memperdejat jarak.
Claudia mengambil masker yang menutupi sebagian wajahnya itu, lalu dirinya tersenyum.
"Aku membutuhkan uang limapuluh ribu dollar untuk membeli tas LV model terbaru. Ohh itu sangat indah. Aku menginginkannya sejak brand itu diluncurkan," kata Caludia sembari membelai dada milik kekasih yang ada di depannya itu. Tangannya begitu lembut untuk merayu. Bibirnya dikerucutkan sedemikian rupa agar bisa menarik perhatian Adam.
"Sayang, bukannya aku menolak apa yang kamu inginkan. Perusahaan sedang tidak stabil bulan ini. Kau tau kan kalau Pandemi ini membuat semuanya kacau. Pembelian menurun, dan banyak karyawan yang terkena Covid saat bekerja dan itu semuanya harus ditanggung oleh perusahaan," ujar Adam selanjutnya. Dia masih dalam keadaan sadar. Sadar dengan keuangan yang ada di dalam perusahaan nya.
Claudia memberhentikan kegiatannya mengusap-usap dada Adam. Rencananya akan gagal. Dia benci dengan sebuah penolakan.
"Baiklah, aku akan pulang saja. Percuma, kehadiran diriku di sini sepertinya tidak berguna," sergah Claudia yang langsung berbalik badan, berjalan dengan cepat mendekati pintu. Biasanya jika ia marah seperti ini, Adam akan memanggilnya dan berusaha menuruti apa yang dirinya inginkan.
"Claudia … "
Benar saja, itu adalah suara Adam yang memanggil namanya untuk kembali bukan. Untuk memenuhi apa yang dirinya inginkan.
"Kau berjanji tidak akan meninggalkan diriku bukan?"
Claudia menoleh dan langsung menatap tajam mata Adam.
"Aku tidak akan meninggalkan dirimu jika kau menuruti apa yang aku inginkan. Kalau tidak? Untuk apa aku harus bersama dengan dirimu? Itu hanya akan membuang waktuku saja."
Hati Adam sakit bukan main mendengar perkataan dari kekasihnya itu. Sungguh, ini adalah di luar apa yang menjadi kehendak hatinya.
"Claudia!" bentaknya sekali lagi namun nihil. Claudia masih tetap terus berjalan. Meninggalkan Adam di dalam ruangan yang sendiri. Tidak ada harapan sama sekali untuk bisa kembali kepada kekasihnya yang cantik, seksi, dan centil.
Kali ini, kehidupan akan berada pada tangan siapa? Adam tidak tahu hal itu. Dia harus melakukan upaya untuk membuat perempuan itu datang kembali kepadanya.
Dengan cara apa pun juga!