Chereads / One Chance without Change / Chapter 3 - bab 3 Harus Sabar

Chapter 3 - bab 3 Harus Sabar

"Anak resmi tapi tak bisa membela dirinya sendiri,"

Sebuah langkah besar terus menapak hingga terdengar jelas jika hentakan kakinya merupakan pelampiasan dari amarah yang terpendam.

"Terlalu baik hingga kehilangan kasih sayang ayahnya sendiri,"

Tiap untaian kata dengan suara pelan layaknya gumaman terus keluar layaknya lagu pengiring langkah sang pemuda menuju arah barat, tepat di mana lokasi yang ia tuju berada.

"Lalu mati karena gas beracun yang telah ia ketahui dari mana berasal, cih! Kenapa aku harus menggantikan seorang yang begitu menyedihkan ini?!"

"Apa boleh buat, kau sendiri yang terlihat bosan tapi setelah Yang Kuasa bertindak, kau juga tetap tidak terima. Dasar manusia, meski dulunya kau seorang perempuan tapi ingat identitasmu sekarang. Tidak bisakah lebih menjaga harga dirimu sendiri sebagai 'pria'?" Ucap seekor Kelinci kecil yang duduk dengan nyaman di bahu kanan pemuda yang terus mengumpat di sepanjang jalannya.

"Diamlah Tupai bodoh! Jika bukan karena kau yang membuatku ke tempat ini,-"

"Aku kenapa?!"

"ahh... sudahlah. Aku tidak ingin berdebat dengan hewan pengerat sepertimu,"

Niel menghela nafasnya panjang sebelum menatap lurus ke depan, para siswa dan siswi terlihat berdatangan dari berbagai arah. Tempat yang juga menjadi tujuannya sekarang, Lich Academy adalah sekolahnya sekarang. Sungguh tak pernah Niel bayangkan jika dirinya harus memerankan sebuah karakter dan harus membantunya agar bisa kembali ke dunianya.

Sebelumnya, Pusat Sistem

"Kenapa mereka tidak bergerak?" Ucap seorang perempuan menyentuh layar besar yang menampilkan sebuah penampakan memilukan, seorang pelajar yang masih mengenakan seragamnya dengan seorang lagi yang terbaring tanpa gerakan apapun di tanah. Seragam yang mereka kenalan terlihat sama namun bedanya, seragam siswi yang terbaring di atas tanah sudah tak lagi bersih seperti sebelumnya.

"Iti adalah ketentuan dari sistem, mereka akan terus seperti itu hingga kita berhasil mengetahui akhir dari perjalanan kita. Apakah nilaimu cukup untuk kembali atau tidak, kau sendiri yang dapat menentukannya." Ucap seekor Kelinci yang wajahnya terlihat serius saat menjelaskan apa yang tengah terjadi.

"Lalu misiku di sini apa? Apa yang harus ku lakukan agar bisa memenuhi tabung nilai kehidupanku kembali?" Tanya gadis dengan masih menatap lekat ke arah layar besar yang ada di sana. Terlihat jelas jika tatapan itu menyiratkan sebuah ketidak-berdayaan akan apa yang telah ia alami.

Seingatnya, ia bukanlah seorang anak dari konglomerat ataupun kalangan ningrat tapi mengapa dirinya di hadapkan dengan situasi sesulit ini?

"Kau hanya perlu mengambil kembali simpati ayah Tuan tubuh dan mengambil segalanya dari tokoh antagonis yang merupakan saudara tiri dari Sang Tuan Tubuh," ucap Ios sembari membuka buku panduan yang ia pegang sebagai pendoman dirinya untuk memandu Niel.

"Lalu seberapa banyak tugas yang harus ku lakukan untuk memenuhi tabung kehidupannya?" Tanya nya lagi, Wajah sang gadis terlihat begitu lelah di sana.

"Kalau itu... aku belum bisa memastikan, kita masih berada di awal. Kau harus bersabar untuk itu,"

Sang Kelinci menatap ke arah Niel selaku Host yang akan ia pandu,

"Soal duniamu tenang saja. Saat kau berhasil nantinya, kau akan dikembalikan ke masa di mana kau mengalami kejadian itu."

Niel terlihat menarik nafas, "aku tahu, yang kulakukan sekarang hanya perlu menikmati perjalanan ini dan banyak belajar lagi."

Wajah yang tadinya terlihat tidak berminat mulai menegadah dan menatap ke arah langit-langit tanpa ujung,

"Aku pasti bisa melakukan tugas pertamaku dengan baik," ucapnya mantap sembari melayangkan pandangan ke arah layar monitor yang masih memperlihatkan gambar yang sama.

.

"Kemana semangatmu yang menggebu kemarin? Kenapa kembali lesu hah?!"

"Tanyakan saja pada perut besarmu itu, dasar Tupai bau!"

Niel, tanpa sadar mengeraskan suaranya dan membuat beberapa pasang mata yang ia lalui menatap heran. Bisik-bisik miring akan kewarasan dan sejenisnya dapat ia dengar dengan jelas tapi sayangnya, ia tidak perduli sedikitpun akan hal itu.

'Tentu saja karena yang sekarang ini yang ada di hadapan mereka bukan lagi si Niel yang cupu, mudah di tindas dan pengecut.'

Langkah kakinya terhenti di depan sebuah kelas dengan plat 1-7, tempat sang tuan tubuh menimba ilmu selama ini. Yang juga saksi bisu dari setiap penderitaan yang telah sang tuan tubuh rasakan sedari lama.

'Niel Astankova, perempuan yang melintasi waktu demi memenuhi tabung kehidupannya kembali.'

"Tunggu saja, Liam. Aku akan perlihatkan jika Niel bukanlah orang yang mudah di tindas.

***

Kelas

Bel berbunyi, pertanda jam pelajaran telah berakhir. Para siswa mulai meninggalkan tempat duduknya membentuk kelompok kecil, ada pula yang memilih untuk keluar dari kelas untuk menghirup udara segar di sekitar sekolah. Beberapa orang memilih untuk pergi membeli makanan di kantin sekolah dan juga mencari tempat yang nyaman untuk menghabiskan bekal berbalut sapu tangan berbagai warna yang mereka bawa.

Niel memilih untuk menatap ke arah langit, enggan untuk pergi dari singgasananya kini. Kelas terlihat mulai kosong sekarang, tapi ia tak perduli akan hal itu. Baginya hal ini merupakan hal yang ia rindukan, sama seperti yang biasa ia lakukan saat menjadi Niel yang perempuan. Yang kurang sekarang hanyalah sebuah panggilan singkat dengan bariton berat,

"Niel, ayo ke kantin! Aku tau kau di dalam, tenang saja kali ini pasti kebagian!!"

Tubuhnya menegak tak kala mendengar sebuah suara yang begitu akrab di telinganya, air mukanya berubah lebih ceria dan hal itu pula tak luput dari perhatian sang Kelinci imut yang senantiasa berada di sampingnya.

"Iya aku datang Ab!" Ucap Niel dengan gerakan cepat beranjak dari tempat duduknya, terlihat jelas jika raut wajah yang tadinya mendung kini terlihat sedikit sumringah.

"Ab? Siapa itu? Apa kepalamu habis kena bola nyasar lagi ya?"

Sang kelinci imut menatap seseorang yang datang menghampirinya, lagi-lagi terjadi perubahan yang begitu drastis dari Host yang ia pandu itu.

Niel mengernyitkan dahi tanda tak mengerti, hal itu tentu saja membuat sang kelinci paham.

'Dia adalah teman dari sang tuan tubuh, namanya Lamsin Hornet. Tuan tubuh biasa memanggilnya dengan sebutan Lam, ku harap kau juga bisa-"

Sang kelinci terhenti saat dirinya mendapati kernyitan dahi dari Niel,

'Ahh jangan heran, agar tidak di sangka gila kita akan berkomunikasi dari pikiran mulai sekarang. Kau tak perlu repot lagi, lalu saat semua orang tidak ada dan hanya ada kita. Kau bisa berbicara padaku seperti biasa,'

'Ahh begitu,' pikir Niel yang di balas oleh Ios dengan anggukan kepala.

'Sekarang lakukan tugasmu, anggap saja aku tak ada.' Ucap ios lagi.

"Haloo... ada orang?" Ucap Lam sekali lagi sambil melambaikan tangannya di hadapan Niel. Di saat yang bersamaan pula Niel Astankova tersadar dari lamunannya,

"Aku dengar Lam, ayo!" Ucapnya sembari jalan keluar kelas.

Bersambung.

***

Berikutnya, di One Chance Without Change.

***

'BRAKK!'

Semua pasang mata yang ada di sana menatap ke arah sumber suara, Niel berusaha menarik nafasnya untuk meredakan amarah dengan susah payah.

'Sabar, tahan. Niel baik.. Niel baik,' rapalnya di hati.

"hehe..."