Chereads / One Chance without Change / Chapter 4 - bab 4 Pecundang yang sebenarnya

Chapter 4 - bab 4 Pecundang yang sebenarnya

Kantin

"Wahh.. wahhh... lihat siapa ini, dua pecundang sekolah duduk bersama sambil menyantap makanan sampahnya." Ucap seorang pemuda menghampiri Niel dan Lamsin yang tengah menyantap makan siangnya di sebuah tempat duduk yang berada di pojok kantin sekolah tersebut.

"Dasar bodoh! Jangan berdekatan dengan mereka atau kau akan tertular penyakit mereka," ucap seorang perempuan yang tengah menyemprotkan sebuah cairan pembersih ke udara layaknya tengah berhadapan dengan sebuah virus bentuk manusia.

"Niel," gumam Lamsin khawatir, ini bukanlah hal baru untuk keduanya namun tetap saja sang teman mengkhawatirkan dirinya. Namun Niel juga tak mengubris apapun, ia lebih memilih menghabiskan makanannya saja sebelum nafsu makannya kembali hilang. Bagaimanapun juga sekarang tubuh yang ia tempati ini menjadi miliknya, ia harus menjaganya dengan baik agar bisa menyelesaikan misi dan kembali ke dunianya.

"Oii!! Kau tuli ya?! Dasar pecundang!!"

'CUIHH!'

Tepat sesaat garpunya ingin mengambil makanan yang ia santap, seorang telah meludahi makanannya dan hal itu tak lagi bisa Niel toleransi.

'BRAKK!'

Semua pasang mata yang ada di sana menatap ke arah sumber suara, Niel berusaha menarik nafasnya untuk meredakan amarah dengan susah payah.

'Sabar, tahan. Niel baik.. Niel baik,' rapalnya di hati. Ia tak boleh terpancing, Niel ingat jika sang ayah sering mengingatkannya untuk menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.

"Tarik nafas... haaaahh,-"

"Buang... hh,"

Lanjutnya lagi guna menetralkan emosinya yang sudah di ambang batas,

'Bagus jika kau bisa mengontrol emosimu, Niel.' Ucap Ios dari pikirannya yang langsung bisa di tangkap oleh Niel ,

'Diam Tupai atau kau yang akan menjadi kudapanku setelah ini,' jawab Niel dengan memutar bola matanya malas. Kali ini emosinya telah mereda, ia menatap pelaku yang mengganggu acara makan siangnya bersama Lamsin.

"Ka-kau lihat apa?! Kau pikir kau pantas menatapku seperti itu?! Cepat habiskan makananmu, aku sudah tambahkan ekstra bumbu agar kau semakin lahap memakannya." Ucap sang pemuda yang meludah di makanan Niel beberapa saat lalu.

"N-niel lebih baik ikuti apa kata mereka, jangan melawan lagi. Aku ta-tak ingin kau terluka," ucap Lamsin sembari melihat ke mangkuk yang berisikan makanan milik kepunyaan Niel,

"Ini masih bisa di makan, ayo Niel. Jika kau tak ingin makan, aku akan habiskan untukmu. Ka-kalian jangan g-ganggu kami lagi ya, setelah ini..." ucapnya lagi, terlihat jelas dari intonasi yang di keluarkan oleh teman sang tuan tubuh jika pemuda dengan kacamata tebal itu terlihat begitu ketakutan sekarang.

Niel hanya melirik Lamsin dengan ekor matanya sebelum menjauhkan mangkuk yang menurutnya sudah kotor itu lalu membuangnya ke tempat sampah terdekat beserta nampan dan juga hidangan lain yang ada di sana.

"Sial, aku harus membeli makanan baru lagi. Lamsin, apa kau ingin sesuatu? Aku traktir," ucap Niel sembari menepuk-nepukkan kedua tangannya layaknya telah menyentuh kumpulan debu tebal.

Apa yang ia lakukan sontak saja membuat orang-orang yang tadi mengganggu mereka terkejut,

"Kau.. berani-beraninya!!"

"Apa kau tidak tahu, kami ini teman-temannya putra kepala yayasan tahu! Aku bisa saja melaporkanmu kepadanya agar kau cepat di keluarkan dari sekolah ini!!"

"Kecuali kau minta maaf, benar kan teman-teman!? Berlutut dan minta maaf pada kami sekarang juga!!" Tambah satu-satunya perempuan yang ada di kumpulan tersebut.

'Mereka adalah teman-teman dari saudara tirimu, Liam.'

'Aku mengerti, tenang dan lihat Tupai.' Balasnya dari pikiran.

"Aku tak pernah ingat memiliki saudara, aku anak tunggal ibuku juga telah lama meninggal. Jadi mungkin kalian salah mengenali orang," ucap Niel dengan santainya sembari mengangkat kedua jarinya ke udara.

"Pelayan,"

Tak membiarkan dirinya mengangkat dua jarinya terlalu lama, seorang pelayan yang biasanya membersihkan meja setelah para pelanggan selesai makan itu menghampirinya.

"Tolong buatkan lagi apa yang ku pesan tadi ya, makanannya sudah tidak layak konsumsi-- maksudku tadi ada cicak menjatuhkan kotorannya ke dalam makananku. Jadi..." ucap Niel sengaja menggantung,

"Ba-baik tuan, segera akan saya siapkan!!" Ucap sang pelayan tergesa menuju dapur kantin tersebut.

Lamsin yang melihat hal itu hanya mampu tertegun, ia menatap tak percaya dengan pemuda yang ada di hadapannya kini. Apa benar jika pemuda yang telah berteman lama dengannya ini seberani itu? Bahkan tidak mengindahkan pandangan para pengacau yang tak di anggap oleh Niel bahkan di samakan dengan kehadiran hewan kecik yang sering di abaikan seperti cicak? Niel yang ia kenal seingatnya tidak akan seberani itu.

"Kau... beraninya mengabaikanku!!" Ucap seorang pria pelaku peludahan makanan Niel. Ia naikan lengan bajunya bersiap untuk memberikan pelajaran pada Niel, namun semuanya gagal setelah sebuah suara mengintrupsi.

"Nathan, jangan seperti itu pada saudaraku. Bagaimanapun dia tetap keluargaku,"

"Ahh aku ingat!!" Potong Niel tak kala mendengar sebuah suara yang tubuhnya bisa kenali dengan jelas.

'Ini dia, orang yang akan membantumu untuk mengisi tabung kehidupan.'

'Aku tahu, Tupai.'

Terlihat jelas jika sudut bibirnya terangkat perlahan,

"Tenang kawan, aku lupa jika hewan kecil takkan suka di ganggu. Uhm maksudku, kau bilang tadi putra pemilik yayasan ya..."

Niel kini bangkit dari duduknya dengan tangan terlipat di dada,

"Aku hampir lupa jika memiliki seorang saudara, tapi sayangnya hanya putra sambung." Lanjutnya lagi sambil menatap ke arah Liam.

"Yang tidak tahu ayah kandungnya siapa..." ucapnya dengan nada jenaka. Terlihat jelas jika sekarang Niel tengah memancing amarah sang tokoh antagonis keluar,

"Tapi tidak apa, dari dulu aku ingin memiliki seorang adik. Tapi bukan berasal dari anak seorang perempuan yang rela melakukan apapun untuk mengejar harta, benar-benar kasihan... ckckck,"

Tak membiarkan para pengganggu itu menunggu lama, dengan telak Niel menekan sang 'induk' agar keluar amarahnya. Ia menatap ke arah Liam yang terlihat tertunduk, membuat setengah wajahnya tertutup oleh anak rambut.

"Ahh... saudaraku, kenapa kau tertunduk seperti itu? Apa perkataan asalku malah merupakan hal yang sebenarmya ya? Kau kan adik tiriku yang paling ku sayang," ucap Niel sembari merangkuk bahu Liam layaknya seperti seorang sahabat.

Ia menatap ke arah penjuru, mendengar apa yang Niel ucapkan ternyata sampai ke pojok berlawanan dari tempat mereka duduk. Dan untuknya hal itu sudah seperti musik pengiring dari pertarungan yang berat sebelah seperti ini.

"Ada apa hm? Kenapa diam saja,"

"Ahahaha.. kakak bisa saja bercandanya," ucap Liam setelah Niel menundukan tubuhnya lalu menatap tepat ke arah wajah Liam yang tengah menahan amarahnya, berusaha memasang senyum yang malah membuat wajahnya terlihat begitu kentara amarahnya.

"Ahh, sepertinya bel pelajaran selanjutnya akan berbunyi. Aku akan pamit duluan, ku harap kakak tidak keberatan." Lanjutnya setelah melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Psstt, teman-teman ayo kembali. Mundur dulu," ucapnya sembari mendorong gerombolan itu untuk menjauh.

"Ahh dan jugs jangan lupa dengan hewan peliharaanmu itu adikku! Dia baru saja mengencingi makananku! Benar-benar tidak sopan, jadilah majikan yang baik lain kali."

Orang yang di maksud hanya menoleh kilas lalu berusaha tersenyum dan terus mendorong orang-orang itu pergi dari meja mereka.

"Kalau tidak, aku bahkan takut jika nanti mereka tidak lagi bisa kembali pada keluarga mereka."

Lamsin yang menyaksikan itu semua tepat di hadapannya tak mampu berucap apapun, ia hanya merasa ucapan yang keluar dari temannya itu begitu menusuk meski terlihat ramah. Seingatnya Niel takkan mau berurusan dengan mereka meski telah di ganggu seperti apapun bentuknya, ia hanya diam ataupun menghindar. Tapi sekarang malah berkebalikan,

"Uhm... tuan ini pesanannya, maaf telah menunggu lama." Ucap seorang pelayan dengan dua buah nampan makanan baru, terlihat jelas masih begitu fresh dengan kepulan asap tipis yang mengepul samar pada udara tepat di atas makanan tersebut.

"Ahaha maaf membuatmu menunggu lama, Lam. Ayo lanjutkan makanannya," ucap Niel sebelum menganggukkan kepalanya ke arah sang pelayan. ia tersenyum rsmah sebelum menyanyap makanannya.

bersambung.