Chereads / Tiger Meet Cat / Chapter 72 - Chapter 72 Honke

Chapter 72 - Chapter 72 Honke

Sesampainya di rumah Honke, rumah tradisional Jepang yang sangat besar tepat dinamakan kediaman Choi. Butuh waktu banyak untuk ke sana. Bukit dengan jalanan tinggi, hutan lebat, hewan buas dimana mana harus di lewati oleh mobil Noah dan selama perjalanan, Caise benar benar gemetar tak percaya dengan apa yang dia lihat. Itulah alasan kenapa Noah memilih menggunakan mobil seperti itu yang lebih aman.

"(Ini... bukan rumah biasa... tapi... memang rumah Yakuza,)" Caise terdiam kaku. Lalu, Noah hendak membuka pintu gerbang kediaman, tapi ia berhenti dan melihat ke arah Caise yang gemetar.

"(Apa dia kedinginan? Ini musim panas, kan?) Caise, kau baik-baik saja?"

"Hah... E... ya, aku baik-baik saja, hehe," Caise membalas.

"Kau yakin? Kau tidak takut kan? Kau tidak tahu siapa orang yang akan kita hadapi nanti lo," Noah tampak menakut nakuti nya membuat Caise menelan ludah.

"Apakah ada banyak Yakuza...?"

"Apa? Tidak, di sini tak ada orang sama sekali..." kata Noah.

"Eh, apa?" Caise tampak bingung.

"Di sini tak ada orang seperti itu. Tapi di sini hanya di huni orang khusus, tapi meskipun begitu, dia lebih kejam dari 190 orang yakuza sih..." kata Noah kembali menakut nakuti Caise yang benar benar sudah takut.

Noah menghela napas sambil menggeleng melihat Caise yang panik dan kemudian dia membuka pintu kediaman. Seketika terlihat banyak orang berbaris menyambut mereka. Caise terdiam gemetar. "(Ini memang Yakuza, sebaiknya aku lari,)" ia akan berbalik, tapi Noah menahan tangannya.

"Kau sendiri yang ingin ikut, bukan? Aku tahu kau takut, tapi percayalah mereka tidak akan bersikap seperti banteng jika kau tidak mencoba mengeluarkan kain merah... Kau mengerti maksudku?" tatap Noah. Seketika Caise mengangguk dan terdiam putus asa, lalu masuk bersama Noah.

Pintu dalam ruangan itu terbuka, terlihat seorang wanita cantik duduk di ruangan itu dengan pakaian tradisional Jepang. Caise langsung terpesona melihat kecantikan wanita itu. "(Warna rambutnya seperti milik Mas Leo... sangat cantik.)" Dia terpana melihat rambut bergelombang seperti api yang berwarna oranye dan hitam.

"Aku sudah datang," Noah menundukkan badan pada wanita itu. Caise terkejut dan panik, harus bagaimana.

"Siapa dia, pacarmu?" tatap wanita itu dengan tatapan datar.

Noah menyenggol tangan Caise untuk menjawab pertanyaan itu.

"Ah, maaf... Aku Caise. Aku... aku..." Caise cukup malu mengatakannya, lalu Noah menghela napas panjang. "Dia gadisnya Leo," kata Noah.

"Hm?... Gadisnya? Ini bukan hal yang tidak wajar, aku tidak akan heran karena aku selalu menganggap dia bermain wanita.... Jadi untuk apa membawa salah atau dari wanita tak berguna..."

Mendengar itu membuat Caise terdiam tak percaya, dia memegang dadanya perlahan. "(Apa... Maksudnya...?)"

Lalu Noah membela. "Maafkan aku, tapi, dia adalah gadis yang di pertahankan Leo, aku percaya gadis ini adalah sebuah takdir bahkan untuk marga nya..." tatap Noah.

"Apa yang sedang kau bicarakan? Kau tak bisa sembarangan menilai seoranh gadis biasa terlihat penting dalam hal kuno!" Wanita itu menatap tajam.

"Tapi dia Caise! Dia adalah gadis yang Leo inginkan, aku jamin Leo akan berubah sangat baik jika dia bersama Gadis ini!" Noah menatap, kata kata itu membuat Caise terdiam terbela.

Tapi wanita itu tampak terus melirik ke Caise.

"(Habislah aku... Jangan-jangan wanita itu juga dari Yakuza ini,)" Caise semakin gemetar.

Wanita itu lalu berdiri dan mendekati Caise. "Aku ingin bicara dengannya."

"Baiklah... Aku akan keluar," Noah kembali menundukkan badan, tapi Caise menahan lengannya. "Mas Noah... um," Caise menggeleng ketakutan.

"Jangan khawatir," balas Noah, lalu Caise perlahan melepaskannya dan Noah pergi keluar serta menutup pintu.

"Duduklah di sini," wanita itu kembali duduk, lalu Caise duduk di depannya.

Awalnya semua hening hingga Wanita itu menatap ke dada Caise membuat Caise menyadari hal itu, bahkan dia menutupi dadanya. "(Apa yang dia lihat?)"

"Berapa, ukuran dada mu?" tatap Wanita itu dengan pertanyaan tabu membuat Caise terdiam panik ingin menjawab apa.

"(Per... Pertanyaan apa itu?!) Um... Aku, aku tidak paham dengan hal seperti itu, tapi beberapa orang bilang ukuran nya C, tapi kebanyakan bilang ukuran nya D..." kata Caise dengan wajah malu.

"Itu besar sekali..." wanita itu tersenyum licik menbuat Caise gemetar ketakutan. "(Tolong jangan membuat pertanyaan itu lagi!)"

Melihat Caise gemetar dengan ketakutan membuat Wanita itu terdiam dengan wajah serius kemudian mengenalkan dirinya. "Aku Makaira Choi, kakak dari Katzuki Choi."

"Katzuki Choi?"

"Ada apa... Kenapa kau terlihat tidak tahu? Bukankah kau kekasih adikku?"

"(Tunggu... Adik... Hah... Jangan-jangan!!)" Caise baru sadar.

"Aku mengerti, kau baru sadar sekarang, bukan? Nama aslinya adalah Katzuki, bukan Leo, dan dia adalah adikku."

"Tapi... Tapi..." Caise tampak gemetar tak percaya.

"Apa kau ada masalah?"

"Ti... tidak... Aku hanya... ehehe, kau sangat cantik dan cocok dengan Mas Leo yang tampan," kata Caise.

"Aku tahu, orang itu sungguh sangat aneh... Dia memiliki kediaman besar ini... Yang seharusnya menjadi miliknya, tapi dia meninggalkan tempat ini, menolaj tempat ini begitu saja..." kata Makaira.

Tapi Caise terdiam dengan ragu dan menatap serius. "Tunggu! Kau berbohong!" Dengan tegas dia mengatakan itu.

Hal itu membuat Makaira terdiam menatap. Lalu Caise menambah. "Mas Leo memiliki alasan khusus kenapa dia meninggalkan tempat ini... Dia dilahirkan di distrik barat, kemudian di tinggalkan di sana. Ketika kalian tahu dia bisa bertahan hidup, kalian meminta nya untuk memegang kendali kediaman, sudah jelas dia tidak akan mau melakukan nya..." kata Caise.

Makaira terkejut mendengar penjelasan itu. "(Gadis ini! Kenapa dia bisa tahu hal seperti itu!? Apa dia benar benar memang pilihan Katzuki?!)" ia tampak tak percaya. "Kenapa kau bisa mengetahui informasi sebanyak itu? Apa Katzuki mempercayai mu?"

". . . Um..." Caise terdiam, lalu dia ingat bahwa Leo pernah mengatakan tak peduli siapa Caise bahkan siapa yang mengutus Caise, Leo tetap percaya bahwa Caise bisa menjaga informasi nya dengan baik. "Aku... Aku memang di percayai olehnya... Karena itulah, aku khawatir..." kata Caise.

Makaira lalu tersenyum kecil. "Terserah apa yang kau bilang, tapi aku masih tidak percaya padamu."

"Maaf, apa?" Caise menjadi bingung.

"Aku tidak pernah percaya pada seseorang kecuali Katzuki... Gadis seperti mu pasti bisa membuat harga diri buruk di kediaman ini..."

"Apa??! Maaf, apa maksudmu?! Aku bukan seseorang yang menjadi penghancur! Aku kemari hanya untuk mencari Mas Leo dan memastikan dia baik baik saja atau tidak...!" Caise tampak menatap tegas.

"Kenapa aku harus mempercayai mu seperti Katzuki? Dia adik ku, tentu saja aku bisa mengaturnya meksipun dia akan sedikit memberontak, tapi perintah ku lebih ke atas... Lagipula gadis seperti mu hanyalah gadis lemah..." Makaira menatap tajam.

Itu membuat Caise menjadi terdiam, dia lalu tampak kecewa. "(Aku... Aku memang gadis yang lemah... Tapi aku mencoba tidak putus asa akan setiap keadaan... Apa itu masih di sebut lemah?)"

Makaira lalu memberikan pedang kayu padanya membuat Caise terdiam terkejut melihatnya.

Lalu Makaira mengatakan sesuatu. "Katzuki tidak mungkin langsung menyukai seorang gadis begitu saja; dia suka gadis yang terlihat kuat. Buktikan padaku."

"Apa... Tapi aku tidak bisa."

"Hm... Aku mengerti, apa kau hanya merayunya?" lirih Makaira.

"Ti... tidak... Uhm, baiklah," Caise menerima pedang itu, lalu mereka ke halaman rumah yang terdapat rumput hijau.

Caise gemetar dengan pedang yang ia bawa, sementara Makaira berdiri biasa di depannya. "Buktikan padaku cepat...(Katzuki memiliki sifat keras pada orang-orang, termasuk wanita sekalipun. Dia bukan lelaki yang disebut baik, tapi kenapa gadis yang terlihat polos ini bisa mengaku sebagai kekasihnya Katzuki... Aku penasaran apa kemampuan gadis ini besar. Jika memang begitu, maka pilihan Katzuki tidak diragukan lagi,)" Makaira menatap tegas.

"E... baik... Hiya..." Caise berlari melompat akan menebas, tapi saat ia mendarat di rumput, ia terpeleset dan jatuh. "Aaaahhhh..." ia kesakitan dengan suara kerasnya.

Noah yang menatap dari jauh hanya bisa menghela napas panjang. Tapi ia terlihat melihat ke belakang dengan tatapan tajam.

Sementara Makaira terdiam dingin sekaligus kesal. "Kenapa kau sangat payah!"

Caise menjadi terdiam menahan rasa sakitnya dengan kecewa. "(Kenapa.... Kenapa aku harus jatuh! Aku memang payah... Aku tak bisa menjaga diriku sendiri... Kenapa aku harus mengaharapkan dia yang begitu ingin menyukai ku, aku benar benar tidak tahu lagi jika Mas Leo selalu pergi tanpa kabar, padahal dulu, saat hubungan pertama kali kita terjalin, kami sering menghabiskan waktu bersama dan terus membagi janji... Dia yang paling banyak berjanji tapi dia juga yang paling banyak mengingkari.)"

"Aku ingin tahu kenapa kau ingin bertemu dengan Katzuki sekarang, apa yang membuatmu seperti ini? Dan kenapa kau terlihat sangat ingin bertemu dengannya?" tanya Makaira. Caise terdiam, mengingat sesuatu bersama Leo.

--

"Caise... Di musim panas ini kau suka apa?" tatap Leo yang duduk di sampingnya. Mereka berdua duduk di bangku taman yang dinaungi pohon di tengah panas terik.

"Um... Aku lebih suka es krim di cuaca ini," Caise membalas.

"Hm... begitu ya. Tunggulah di sini sebentar," Leo berjalan pergi. Caise terdiam, lalu menghela napas menatap langit. "(Mas Leo... Kenapa aku... agak mengagumimu.)" Dia tersenyum sendiri, lalu tak lama kemudian Leo berjalan mendekat, menunjukkan dua es krim yang menyatu.

"Es krim yang tersatu?"

"Yup... potonglah bersamaku." Leo duduk dan memberikan stik yang lain. Lalu Caise memegang stik itu, dan mereka menariknya pelan bersama hingga es krim itu terbagi dengan rapi.

"(Ini... menyenangkan,

)" Caise tersenyum sendiri.

"Ada apa... Kau terlihat menyukainya, kan?" tatap Leo. Lalu Caise mengangguk.

Tak lama kemudian, "Mas Leo..." Caise memanggil sambil menatap.

"Ada apa, Caise?"

"Apa kau ingin selalu bertemu denganku?"

"Ya... tentu... Setiap hari aku melakukannya, bukan?"

"Tapi... bagaimana jika kau tidak datang?"

"Caise... Aku akan datang setiap hari. Jika aku tidak datang satu hari saja, pukul atau tampar aku saat bertemu denganku."

"Haha... Kau terlalu aneh."