Caise menatap leopard itu dalam-dalam, seolah menemukan sebuah hubungan misterius yang membuatnya sejenak lupa pada lingkungan di sekitarnya. Mata leopard itu yang berwarna kuning keemasan terasa penuh kedalaman, berkilauan namun menyimpan kekuatan liar yang menahan emosi terpendam. Caise tersenyum tipis, dan tangannya perlahan terulur. "Kemarilah, aku tidak akan menyakitimu," bisiknya dengan kelembutan yang mungkin hanya dia dan leopard itu yang dapat merasakan.
Di seberang ruangan, Noah berdiri dengan alis berkerut, memperhatikan setiap gerak Caise dengan tatapan heran. "(Apa gadis ini gila... Sudah jelas itu hewan buas, dan dia sama sekali tak takut? Sebenarnya, Leopard itu lebih buas dari apapun karena itulah Leo membawanya kemari... Dia setiap hari, di siksa Leo tapi tetap tidak memiliki rasa ketakutan dan hanya terus memendam rasa balas dendam pada Leo... Apakah dia akan membalas dendam pada Caise dengan menyerang nya tiba-tiba?)" pikirnya. Dalam hati, Noah berjuang untuk mengerti bagaimana Caise bisa begitu tenang di hadapan makhluk yang bisa saja menyerangnya kapan saja. Detik demi detik berlalu, dan ia mendapati dirinya mulai cemas jika sesuatu yang buruk akan terjadi. Namun, meski perasaan itu mengganggunya, ia tak beranjak dari tempatnya, memilih mengamati dalam diam sambil mencoba memahami gadis yang ada di hadapannya.
Leopard itu merespon perlahan, mengendus ujung jari Caise sebelum menggeser tubuhnya mendekat. Ia duduk di hadapannya, seolah mengakui bahwa Caise bukanlah ancaman, tetapi sesuatu yang menenangkan. Mata tajam leopard itu memancarkan ekspresi yang sulit ditafsirkan, namun bagi Caise, ia merasakan kepercayaan yang unik di dalamnya. Dia tersenyum kecil dan mulai mengelus kepala leopard itu, merasakan bulunya yang lembut dan hangat. Dalam hatinya, ia merasa seolah telah mengenal leopard ini jauh sebelum mereka bertemu hari ini.
Noah yang masih mengamati dari kejauhan mulai terguncang oleh pemandangan di depannya. "(Sulit di percaya sama sekali.... Leopard itu sama sekali tidak menyerangnya atau bahkan ketakutan. Sekarang aku percaya, gadis ini memang berbeda. Dia mungkin benar-benar meluluhkan Leo... Sebenarnya siapa gadis ini?)" Noah mulai berpikir bahwa Caise mungkin memiliki kekuatan tersembunyi, kekuatan yang mungkin hanya bisa dirasakan oleh Leo dan, sekarang, oleh leopard ini. Tanpa disadari, ia mengeluarkan kunci dari sakunya, lalu membuka pintu sel yang memisahkan Caise dan leopard itu.
Suara gesekan pintu kandang besi yang terbuka ke atas dengan tangan Noah yang kuat menarik perhatian Caise. Dia menoleh dengan wajah terkejut, namun segera merasakan kehangatan dan kenyamanan dari kehadiran leopard yang bebas. "Mas Noah, dia bisa keluar!" kata Caise, matanya bersinar dengan antusiasme dan sedikit kekhawatiran.
Namun Noah hanya tersenyum kecil, sedikit sinis. "Dia sudah patuh padamu, lihat saja," jawabnya tenang, meskipun dalam hatinya, dia masih menyimpan kekhawatiran tersembunyi. Ia ingin melihat apakah Caise benar-benar bisa mengendalikan situasi yang begitu rawan ini.
"(Maafkan aku jika dia terluka, Leo... Aku hanya sekedar penasaran...)" Noah mundur perlahan membuat jarak antara Caise dan Leopard itu hanya berdua.
Leopard itu perlahan keluar dari kandangnya, berjalan mendekati Caise yang terdiam menelan ludah.
Langkahnya pelan namun penuh percaya diri, sementara ekornya bergerak lembut di belakang tubuhnya yang berotot. Tatapan leopard itu tertuju pada Caise, seolah menyampaikan kepercayaan yang kuat kepada gadis itu. Ketika sudah cukup dekat, ia menengadah, menatap Caise dengan mata yang penuh perhatian dan rasa nyaman. Ekornya bergerak perlahan, memberi isyarat keakraban, seakan hubungan mereka telah terjalin sejak lama.
Tapi Caise terkejut melihat cahaya yang dilewati Leopard itu yang sebelumnya hanya membuat kegelapan yang menyebabkan tak bisa melihat tubuh Leopard itu, tapi ketika setelah terlihat oleh cahaya. Caise terdiam melihat banyak luka bahkan bekas luka yang sangat banyak di tubuh Leopard itu.
Hal itu membuat nya menoleh ke Noah yang terdiam kecewa. "Maaf Caise, Leo bukan tipe orang yang tidak bisa lepas dari menyiksa hewan itu..." kenyataan yang dikatakan Noah membuat Caise tahu bahwa sebelumnya Leo menyiksa leopard itu layaknya anjing yang menunggu untuk di siksa sebagai pelampiasan.
"(Mas Leo.... Kenapa harus begini...)" Caise tampak khawatir, tapi ketika dia melihat wajah Leopard itu yang menginginkan Caise untuk menatapnya dengan tatapan lembut.
Caise tersenyum penuh kehangatan, kemudian dengan lembut mengulurkan tangannya, mengelus bulu halus di kepala leopard tersebut. "Uwu... Kau lucu," katanya dengan nada penuh kasih sayang, lalu tanpa ragu, ia memeluknya. Tubuh leopard itu terasa hangat dan nyaman, jauh dari bayangan buas yang sering orang pikirkan. Ajaibnya, hewan ini tidak menunjukkan tanda-tanda agresif. Justru dia tampak lebih tenang dan seolah menyukai perhatian Caise. Saat dipeluk, leopard itu menggeser kepalanya ke pundak Caise, mengusap-usapnya dengan lembut, menunjukkan keakraban yang sangat jarang diperlihatkan oleh hewan buas.
Noah mengamati momen itu dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Dalam benaknya, ia berusaha memahami apakah ini hanya kebetulan, atau mungkin Caise memiliki sesuatu yang memang membuatnya spesial. "(Ini sangat aneh. Leopard ini, makhluk buas seperti ini, bisa sedekat itu dengan manusia... terutama dengan Caise.)"
Saat Caise memeluk leopard itu erat, perasaan hangat menyelimutinya, seperti rasa rindu yang mendalam. Ia bergumam dalam hati, "(Dia sangat hangat, sama seperti pelukan Mas Leo... Jadi kangen deh.)" Caise tenggelam dalam kehangatan itu, merasakan detak jantung hewan tersebut yang berdetak selaras dengan jantungnya. Leopard itu menjilat pipi Caise dengan lembut, membuat Caise tertawa kecil. "Haha, kau mencoba menciumku dengan menjilatku, ya?" Tawa ringan dan suara lembut Caise terdengar di ruangan itu, membawa suasana hangat dan penuh kebahagiaan.
Namun kebahagiaan itu seketika terganggu oleh dering ponsel Noah. Dia melihat layar ponselnya dan terkejut melihat nama yang tertera di sana. Ia segera mengangkat panggilan itu, berbicara dengan suara pelan agar Caise tidak mendengarnya. "Kau di mana saja, hoi..." Rupanya panggilan itu dari Leo.
Namun suara di ujung telepon membuatnya terdiam. "Di mana Leo?" tanya orang itu dengan nada yang penuh ketegasan. Secepat kilat, Noah merasa jantungnya berdebar kencang. "(Suara ini... Tidak salah lagi.)" Pikirannya langsung dipenuhi kekhawatiran.
Noah mencoba menjawab dengan suara ragu. "Aku... Aku tidak tahu, kenapa ponselnya ada di tangan Anda?" Dalam suaranya ada ketegangan yang jelas, seolah mengerti bahwa ini bukan pertanyaan biasa. Suara Noah itu bahkan langsung berubah drastis layaknya dia menghadapi orang yang lebih berkuasa.
Suara itu, yang terdengar seperti seorang wanita dengan nada tegas, menjawab dengan sinis, "Justru aku yang harus bertanya. Aku menemukan ponsel ini di depan rumahku. Sebaiknya kau ke sini karena ini juga tanggung jawabmu." Nada bicaranya keras, penuh perintah, membuat Noah berkeringat dingin dan merasa terpojok.
"Ke sana? Tapi, tanggung jawab akan perginya Leo bukan padaku, dia bisa menjaga dirinya sendiri, kenapa harus aku ke sana? Aku bahkan sedang menjaga tempat nya..." Noah mencoba berbicara memberontak.
Tapi suara wanita itu menjadi lebih tegas. "Hanya perlu kemari!! Pria itu seperti seorang anak kecil, tidak pernah berubah, sombongnya meninggalkan keluarga nya... Kau yang mengaku sebagai orang yang selalu bersama nya harus menggantikan nya ketika dia tidak ada untuk diminta datang. Jadi kemari, aku memaksa!!"
Orang itu langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban Noah. Dengan tangan masih memegang ponsel, Noah terdiam beberapa saat sebelum menoleh ke arah Caise, yang sedang menatap leopard dengan ekspresi bahagia. Setelah mengumpulkan keberanian, Noah akhirnya berkata, "... Caise... Kau harus pulang."
Caise tampak terkejut dan sedikit kecewa. "Eh... Bagaimana dengan Mas Leo... Aku ingin bertemu dengannya," katanya, suaranya dipenuhi harapan yang tulus.
Noah menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan perasaannya. "Dia sudah tidak ada kabar sejak kemarin. Jika tiga hari berlalu tanpa kabar, itu berarti dia sedang pergi, dan ini sudah hari ketiga."
"Tapi... pergi ke mana?" Caise bertanya dengan nada yang mulai cemas, seakan tahu ada sesuatu yang disembunyikan darinya.
Noah mengalihkan pandangannya. "Ini bukan urusanmu, Caise."
Namun Caise tak menyerah. Dengan suara tegas dan tatapan yang penuh keyakinan, ia menyela, "Mas Noah... Ini juga urusanku! Mas Leo adalah kekasihku." Tatapannya yang penuh tekad itu membuat Noah tersentak.
Setelah terdiam sejenak, Noah akhirnya menghela napas panjang, menyerah pada argumen Caise. "(Aku tidak tahu apakah dia benar-benar khawatir atau hanya ingin bertemu Leo saja... Tapi setelah semua yang terjadi, aku yang berusaha membantu Caise membangun hubungan agar Leo tidak berulah malah menjadi seperti ini... Kenapa harus aku yang menanggung ini semua karena Leo....?!)" pikirnya. Akhirnya, ia mengangguk perlahan. "Haiz... Baiklah, ikutlah denganku, kita akan pergi."
"Kemana?" Caise bertanya, penasaran sekaligus cemas.
"Kediaman Choi," jawab Noah dengan nada serius.
Wajah Caise berubah tegang. "Maksudmu... kediaman yakuza Mas Leo?"
Noah menatapnya dengan ekspresi dingin. "Dari mana kau tahu kalau itu yakuza?"
Caise tersipu, sedikit gugup. "Um... Maksudku... Bukan apa-apa... Tapi, bagaimana dengan dia?" ujarnya sambil menunjuk ke arah leopard yang masih duduk di sampingnya, menatap mereka dengan tatapan tenang.
Noah mulai berjalan sambil melirik sekilas ke arah leopard. "Biarkan dia di sini," jawabnya singkat, sambil melangkah lebih dulu untuk menyiapkan mobil.
Caise menatap leopard itu sekali lagi, merasa enggan untuk berpisah. Dengan suara lembut, ia berkata, "Aku harus pergi. Jika ada kesempatan, aku akan ke sini lagi... Sampai jumpa." Leopard itu hanya menatap Caise dengan mata penuh arti, seolah mengerti kata-kata perpisahan tersebut. Perlahan, leopard itu kembali masuk ke dalam selnya, meskipun tatapannya menyiratkan keinginan untuk tetap bersama Caise.
Setelah itu Caise keluar dan melihat mobil hitam jeep yang besar melewati halaman luas itu dan berhenti tepat di depan Caise membuat Caise sejenak merasa terkejut sekaligus ketakutan.
Dia tahu bahwa mobil itu adalah mobil yang sangat gagah dan begitu keras untuk di buat petualang. Caise terdiam sambil melihat sekitar mobil itu, belum pernah dia melihat itu adalah mobil Leo.
Lalu Noah membuka pintu untuk Caise dari dalam membuat Caise menatap nya bahwa Noah yang mengemudi. "Tunggu apa lagi Caise? Masuk lah..."
"Um... Untuk apa Mas Leo memiliki mobil seperti ini?" Caise menatap.
"Mobil Leo? Ini mobil ku Caise... Biar aku tunjukan kenapa penting memiliki mobil ini saat tujuan kita adalah kediaman Leo..." kata Noah. Meskipun bingung Caise tetap berusaha masuk.