Chereads / Tiger Meet Cat / Chapter 68 - Chapter 68 Coward

Chapter 68 - Chapter 68 Coward

Terlihat Leo yang tiba-tiba masuk ke dalam kantor polisi besar. Entah apa yang dia lakukan di sana, tapi jalannya yang cepat dan sikapnya sebagai orang asing membuatnya dihentikan oleh petugas di sana.

"Hei, tidak boleh masuk kecuali polisi..." ucap petugas dengan tatapan serius pada awalnya. Tapi, dia kemudian terkejut melihat wajah Leo yang terus berjalan mendekat ke arahnya. Dengan cepat, Leo memukulnya.

"Sial!!" teriak Leo yang tiba-tiba, pukulannya membuat petugas tadi tumbang, dan semua polisi langsung memperhatikan Leo.

Mereka seketika terkejut. "Leo?!" Beberapa dari mereka bahkan tampak tak berani mendekat dan hanya bisa memanggil bahwa mereka kenal dengan nya.

Leo menoleh ke mereka, berjalan mendekat dan memegang meja di sana, lalu membalikkan meja itu. Meja berat itu terpental, beruntung para polisi yang duduk di sana segera menghindar dengan wajah tak percaya.

Bahkan, Leo tampak akan melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya, tapi sebuah tangan menahannya, membuat Leo menoleh ke arah polisi yang terlihat berani dengan wajah serius.

"Leo, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kami sudah cukup diperas olehmu, kami tak mau lagi membantumu, bahkan dalam soal hukum yang kau tantang. Jadi, apa maumu?" tanya polisi itu, menunjukkan bahwa di kantor polisi besar itu, Leo memang punya kekuasaan lebih.

Leo yang mendengar itu langsung menarik kerah polisi tersebut, membuat mereka terkejut, seolah-olah mereka takut pada seekor harimau yang masuk ke dalam kantor mereka.

Kemudian terdengar suara Leo, dengan nada berat dan tatapan yang sangat mengancam. "Apa kau tahu bahwa rekanku terluka? Dia hampir mati karena pekerjaan orang-orang sialan itu. Kenapa harus dia? Kenapa bukan aku? Akulah yang seharusnya mereka hadapi, mereka pengecut yang memilih orang yang salah... Jika kalian tidak membantuku menemukan orang-orang bajingan itu, aku akan menghancurkan hukum dan aturan yang ada di kota ini. Kalian yang suka memakan uang sogokan juga akan aku ungkapkan hanya dengan satu dokumen saja..." tatap Leo.

Para polisi yang mendengarnya terdiam, tertegun, dan akhirnya terpaksa mengangguk. "Baiklah, kami akan membantumu menangkap orang-orang itu..."

Leo pun melepaskan kerah polisi itu dan berjalan keluar dari sana. Dia tidak keluar dengan tenang; dia menendang tempat sampah di sana lalu berjalan pergi, meninggalkan suasana yang sunyi.

Beberapa suara mulai terdengar dari para polisi yang kini membicarakan Leo. "Sial, orang itu, dia tidak berubah. Padahal sudah beberapa tahun dia meninggalkan sikap kriminalnya dan berhenti bekerja di bidang hukum, memilih membangun bisnisnya sendiri. Tapi apa yang kita dapat ketika dia datang lagi? Kita hanya dimanfaatkan olehnya.."

Salah satu dari mereka menambahkan, "Sebaiknya jangan terlalu banyak bicara soal hal yang hampir salah seperti itu. Wajar jika kita diperlakukan seperti ini, dia adalah salah satu orang yang bisa memecahkan kasus kriminal hanya dengan menyimpulkan dokumen. Dia adalah seorang pencari informasi tercepat, bahkan lebih cepat daripada Oliver..."

"Oh, Oliver? Bicara soal dia, sudah beberapa tahun ini dia tidak terlihat... kemana dia sebenarnya? Mati? Dia bahkan tidak membantu kita menghadapi Leo di sini... padahal dulu dia sangat handal jika harus menyaingi Leo untuk menangkap Leo di penjara..."

"Dia pergi ke luar negeri dan entah kapan akan kembali. Katanya dia lebih baik tidak mencampuri urusan ini karena ada seseorang yang memintanya untuk tidak terlibat," kata mereka, sepertinya tak tahu jika Oliver pergi karena Caise memintanya untuk tidak mengganggu.

Lalu terdengar salah satu dari mereka yang menunjukkan informasi dari laptopnya. "Hei, aku sudah menemukannya. Kudengar Leo sudah berseteru dengan Direktur Geun, sementara Direktur Geun punya beberapa orang dari yakuza yang siap menjadi keamanan di distrik barat. Mereka bekerja untuk membantai dan memperdagangkan senjata dengan sangat luas. Kupikir orang-orang itulah yang dimaksud Leo untuk ditangkap..."

"Kalau begitu, kita seret saja atas nama hukum, dengan begitu para yakuza akan menuruti perintah dengan hormat..."

Tak lama kemudian, para bajingan yang ditangkap berjumlah tiga orang, mereka ditempatkan di sel besi yang berbeda di kantor polisi. Salah satu polisi menatap mereka, tapi bukan dengan takut, malah mereka mengatakan hal yang sudah tidak aneh lagi.

"Hei polisi, tidakkah kalian lelah menuruti Leo? Kalian benar-benar payah. Dia bukan entitas yang baik untuk dunia ini. Kenapa tidak tembak mati saja dia tanpa ada yang tahu..." kata mereka, seolah menganggapnya lelucon.

Para polisi itu kemudian berkata dengan tegas, "Tak ada yang bisa dipercaya di dunia ini yang begitu buruk. Bahkan kalian sama saja, tak ada yang bisa dibuat baik di dunia ini. Pekerjaan apapun akan terlihat kotor bagi mereka yang tahu. Kita tak peduli mana yang harus kita turuti selama kita sudah dianggap buruk oleh mereka yang lebih buruk. Ini soal perang, bukan soal siapa yang baik atau buruk..."

Hingga mendadak seseorang masuk ke sana. Tak disangka, itu adalah Leo yang mengenakan mantel hujan. Sepertinya dia baru saja menyelesaikan pekerjaan sibuknya dan dihubungi oleh polisi untuk datang ke kantor dan melihat para bajingan itu.

Ketika para bajingan itu melihatnya, mereka langsung meremehkan. "Hei, kau juga curang ya, memanfaatkan polisi sebagai pelacak. Kau sungguh memanfaatkan orang lain... Leo..." mereka tertawa.

Leo yang mendengar itu kemudian melepas mantelnya. Tak hanya itu, dia juga melepas kemejanya, membuatnya bertelanjang dada, menunjukkan banyaknya bekas luka lama di tubuhnya, serta tato yang masih terlihat sangat gelap, menegaskan siapa dirinya.

Sambil melepas, dia berkata pada polisi yang tersisa. "Tinggalkan aku sendiri, kunci pintunya, dan nanti buka pintunya untukku saat sore..." ucapnya dengan lirikan tajam.

Lalu polisi itu keluar dan mengunci pintu sel bawah tanah, membuat Leo berdiri di depan sel-sel terkunci itu.

"Hei, ingin memamerkan tubuhmu yang bagus? Percuma jika hanya pajangan. Pecundang tetaplah pecundang... percuma bertelanjang dada begitu... kau hanya akan kami injak-injak," kata mereka, sekali lagi meremehkan Leo.

"Kalianlah yang pengecut. Membalas dendam bukan padaku, tapi malah pada orang lain..." jawab Leo sambil mengeluarkan kunci sel dan membuka salah satu pintu sel di sana, membuat salah satu dari mereka yang terkunci sendirian jadi bebas. Bahkan, dia membuka semua pintu sel, membuat mereka terdiam.

Leo menatap mereka. "Kalian boleh membunuhku, setelah itu pulanglah dan anggap ini kemenangan... itu pun kalau kalian bisa," kata Leo, kini senyum kecilnya terpampang jelas, tatapan buasnya, seolah siap menerkam mangsa yang seharusnya lari, tapi kini sama-sama berani.

"Aku akan membunuhmu!" salah satu dari mereka mulai menyerang Leo.

Tapi mereka sedang menghadapi Leo yang memukul salah satu dari mereka, bahkan dia menggunakan orang itu untuk melawan mereka. Dia melawan dengan sangat sadis bahkan tidak ada ampun ampun nya.

Teriakan demi teriakan muncul di sana dan polisi yang sebelumnya menunggu di pintu hanya bisa mendengarkan teriakan Buas di sana. "Sungguh, mengerikan...."

Di sisi lain, Inei terus menatap ke Noah yang tertidur tak bergerak. Dia tampak khawatir lalu Caise terlihat datang. "Mbak inei, aku akan pulang dulu..." tatapnya. "Sebaiknya kamu juga pulang..." tambahnya pada Inei yang terdiam, lalu Inei menghela napas panjang. "Baiklah, duluan saja..."

Caise yang khawatir akan kondisi Inei hanya bisa berjalan meninggalkan nya dan pulang. "(Aku penasaran dengan Mas Leo? Apakah dia ada di rumah? Haruskah aku mengunjunginya?)" pikirnya lalu dia memutuskan untuk ke rumah Leo setelah dia pulang dan membersihkan dirinya dari bekerja.

Setelah rapi, di tengah malam itu dia berjalan ke rumah Leo yang besar. Dia bahkan masih bisa melihat beberapa kucing berkeliaran di halaman mansion Leo yang luas; mereka menikmati rumput hijau di bawah lampu penerangan khusus yang membuat Caise tersenyum melihatnya. Lalu, dia mengetuk pintu dan menekan bel begitu sampai di depan pintu mansion.

Tapi, apa yang dia harapkan benar-benar berbeda. Siapa sangka yang membuka pintu adalah Lilian sendiri, dengan susah payah meraih gagang pintu. Dia menatap polos ke arah Caise. "Ah... Mama!!" serunya dengan gembira.

"Hah? Lilian? Kenapa kamu?" Caise tampak bingung.

Lalu terdengar suara. "Lilian!!" teriakan kasar itu muncul mendekat dari dalam rumah. Seorang wanita pengasuh muncul, menatap Caise dengan kesal. "Siapa? Jika tidak ada urusan, jangan mengganggu..." tatapnya tajam.

Hal itu membuat Caise terdiam, tak tahu situasinya. "Anu, maaf, apakah Mas Leo ada?" tanya Caise.

"Siapa kau memanggil Tuan Leo begitu?" wanita itu tampak sinis.

Lilian yang melihat itu menjadi kesal. "Dia mama ku!!!" teriaknya.

Seketika wanita itu terkejut. "Tunggu, apa?!"

Lalu Lilian berteriak. "Pergilah!! Aku akan meminta papa untuk memecatmu!! Pergi!!" teriaknya.

"Lilian..." Caise berlutut perlahan, menenangkan Lilian. "Kenapa Lilian berteriak? Siapa yang mengajari Lilian berteriak?"

Lalu Lilian menunjuk wanita itu. "Apa?! Aku!! Bukan salahku jika dia gadis yang nakal!!" wanita itu menatap dengan kesal.

Karena sikap itu, Caise juga terlihat kesal. Lalu dia berdiri, menatap wanita itu. "(Sepertinya dia bukan pengasuh yang baik. Bagaimana dia bisa bersikap bermuka dua di saat Mas Leo ada untuk menerimanya... Lilian pasti mendapatkan perlakuan yang buruk.) Mulai sekarang, pulanglah ke tempatmu... Aku yang akan mengurus Lilian!" ucap Caise dengan tegas.

Wanita itu kesal, lalu berjalan pergi melewati mereka. Setelah wanita itu pergi, Caise menghela napas panjang. Namun, mendadak Lilian memeluknya, membuat Caise terkejut. "Mama... Aku benar-benar sangat takut pada wanita itu... Aku senang mama ada di sini..."

"Lilian... Sebaiknya kita masuk dulu ya... Apa Lilian sudah makan?"

"Belum... Masakan yang dibuat wanita tadi tidak enak, dan dia memaksaku untuk makan... Dia terus memarahiku, menyuruhku untuk tidur, jadi aku melarikan diri dan kebetulan mendengar bunyi pintu... Kupikir papa, rupanya mama..."

"(Lilian yang malang... Bisa-bisanya Mas Leo melakukan ini...) Memangnya di mana Papa? Kenapa Lilian diasuh oleh orang lain?" tanya Caise.

"Papa bilang, papa harus mengurus sesuatu, jadi dia meminta wanita tadi untuk menjagaku dari siang tadi sampai sekarang... Baru pertama kalinya aku diasuh oleh orang jahat sepertinya..." kata Lilian.

"Ya ampun Lilian, maaf ya, kamu jadi menanggung ini semua... Mari, ayo kita masak makan malam bersama ya..." kata Caise dengan lembut.

"Yaa!!" Lilian langsung senang. Bahkan ketika Caise masuk, beberapa kucing yang bersih dan manis menatapnya. Kucing-kucing itu rapi dan patuh, beristirahat dengan tenang di sofa, meja, bahkan di lantai, menciptakan kesan rumah yang sangat manis—itu karena permintaan Caise sendiri. Sekarang dia akan mengasuh Lilian di malam itu meskipun dia belum tahu ke mana Leo pergi.