Setelah mendengar hal itu, Caise memutuskan untuk kembali bekerja di sela-sela waktunya. Dia bekerja dengan sangat profesional, membuat Noah yang masih duduk di ranjangnya harus terus berpikir. "Kenapa gadis itu sangat berbakat?" tatapnya pada Inei yang menyuapinya potongan apel.
Inei yang mendengar pernyataan itu segera menjawab. "Hei, dia kan sudah dideskripsikan oleh atasanmu sendiri... Gadis itu kuat, dia melewati banyak hal yang membuatnya dapat mengatasi ketakutan umum seorang gadis, dia tidak takut gagal, dan pikirannya bisa dewasa. Bahkan wajahnya terlihat polos, tapi ekspresinya dapat berubah cepat. Dia seperti bisa membaca situasi meskipun harus bertanya dengan suara polosnya," kata Inei.
"Sepertinya kau tahu banyak, ya?" Noah menatap membuat Inei tertawa kecil. "Kau yang menceritakan semuanya padaku... Noah sayang..." tatapnya, mereka mulai bucin.
"Oh, astaga... Jika aku tidak sibuk, aku pasti akan menikahimu. Lihat saja..." tatap Noah.
"Haha... Lakukan saja, tidak apa-apa juga... Aku akan menunggumu hingga sembuh..."
---
Sementara itu, Caise baru saja duduk di kursinya untuk mengambil jam istirahat. Dia tampak menghela napas panjang dengan lelah. "Ha... Sangat lelah... Sampai kapan aku akan bekerja seperti ini... Dari grafik yang sudah aku buat, kebanyakan pasien di sini tidak mampu membayar biaya pengobatan, dan rumah sakit butuh biaya dari seorang pendana... Uang dari pemerintah juga tidak cukup untuk menggaji dokter berpendidikan tinggi di sini..." gumamnya, berpikir sangat banyak.
Tapi kemudian ponselnya berbunyi dari Leo, membuatnya terdiam bingung dan menerimanya. "Halo? Mas Leo, ada apa?"
Lalu terdengar suara Leo. "Ah Caise... Apa kau sedang istirahat?" tanyanya.
"Iya, kenapa?"
"Aku ingin mengunjungimu...."
"Eh, apa Mas Leo tidak sibuk... Eh benar!" Caise baru ingat. "Mas Leo, sepertinya kamu harus kemari karena Mas Noah terluka di sini... Apa yang sebenarnya terjadi padanya?"
"Oh, orang itu... Entahlah, aku tak tahu juga kenapa pihak kediaman harus melibatkan Noah, padahal mereka hanya tahu aku, tapi jangan khawatir, aku akan mengatasi ini dengan cepat...." kata Leo.
Tapi Caise tampak terdiam. "(Jika Mas Noah bisa terluka begitu, bagaimana dengan Mas Leo... Dia akan terluka atau tidak?)" dia tampak khawatir.
Tapi siapa yang menyangka pintu ruangannya terbuka, membuat Caise terkejut dan ketika dia melihat, rupanya itu Leo. "Caise..." Dia menyapa dengan tatapan lembut sambil mengintip dari pintu.
"Ah, Mas Leo... Kenapa bisa ada di sini? Bukankah kamu baru saja menghubungiku?" Caise tampak tak percaya.
"Haha... Aku sudah ada di parkiran rumah sakit, aku hanya memastikanmu...." dia mengatakan itu sambil berjalan masuk. Tapi begitu masuk, Caise terdiam melihat Leo membawa seorang anak kecil yang memakai tudung penutup di tangan kirinya Leo.
"Eh, siapa itu?" Caise menatap, tapi ia menyadari bahwa itu Lilian.
Seketika gadis itu menatapnya. "Mama!!" memanggilnya dengan keras, membuat Caise terkejut mendengarnya.
Lalu Leo menurunkan Lilian, membuat Lilian berlari mendekat ke Caise yang tersenyum lembut berlutut menatapnya. "Lilian, kamu tidak boleh memanggil dengan keras... Ini rumah sakit..." tatap Caise dengan lembut.
Tapi Lilian berwajah sedih. "Tapi, Mama kan Mama-ku," tatapnya, membuat Caise berwajah merah.
Lalu Leo mendekat, rupanya dia membawa sesuatu juga. Dia meletakkan sebuah tas karton dengan merek makanan berat, membuat Caise terdiam melihatnya. "Apa yang terjadi?"
"Ini untukmu, kau harus makan yang banyak... Dan juga aku membawa ini...." Leo memberikan satu hal lagi, yakni kue kecil yang sangat imut dan terlihat manis ada di kotak kecil.
Caise menatap dengan terpesona, dia menatap Leo dengan wajah merah. "I... Ini... Sangat imut... Terima kasih," tatapnya sambil menerimanya.
"Hei, berikan aku ciuman dulu..." Leo menatap mendekat, membuat Caise tertawa kecil dan mencium pipi bawah Leo.
Lilian yang melihat itu menatap polos. "Aku ingin juga!!"
Hal itu membuat Caise dan Leo menatap ke bawah, lalu Leo membawanya dan mendekatkannya ke Caise untuk Caise mencium pipi Lilian. Mereka tampak seperti keluarga yang bahagia.
Tak lama kemudian, Caise memakan makanannya dan Leo duduk di samping mejanya sambil menatap ponselnya, dan Lilian tampak melihat sekitar ruangan milik Caise.
"Mas Leo..." Caise menatap sambil menyuapi Leo.
Leo tersenyum lembut lalu membuka mulutnya untuk memakan itu. "Bagaimana makanannya? Apakah itu enak?" tatapnya.
"Hehe... Ini sungguh enak, tapi yang paling sehat, itu buat sendiri..." tatap Caise.
"Oh, sayang sekali, aku terlalu sibuk di sini... Sebenarnya aku juga ingin makan masakan buatan Caise..." tatapnya.
"Hehe... Aku akan membuatkannya lain kali... Oh ya, ngomong-ngomong, apakah Mas Leo sudah mengurus soal informasi Lilian?" tatap Caise.
"Butuh waktu banyak, aku juga masih harus menyembunyikan Lilian... Aku juga harus menyiapkan barang untuk ke distrik barat dan membawa Lilian..." tatap Leo membuat Caise terdiam khawatir mendengar itu.
"Kasihan sekali Lilian..." dia menatap Lilian yang sibuk bermain dengan benda-benda aman di rak milik Caise.
"Caise... Apa kau bisa mendeteksi orang yang memiliki riwayat mengonsumsi obat merah?" tatap Leo yang tiba-tiba bertanya hal seperti itu.
"Eh, obat itu? Bukankah obat itu sudah tidak diproduksi lagi? Mas Leo sendiri yang bilang kan? Kenapa?"
"Orang yang memiliki riwayat mengonsumsi itu, apakah bisa dilihat? Karena kau ingat kan aku pernah mengonsumsinya?" tatap Leo.
Caise yang mengingat itu menjadi terdiam. "Jangan bilang, kau masih meminum pil itu?"
"... Karena pill itu tidak ada, dan karena pill itu membuat kondisi buruk bagi yang tidak mengonsumsi setelah pernah memakan nya. Aku disarankan mengonsumsi narkoba..." kata Leo seketika Caise terkejut. "Apa yang kau katakan?!"
Leo lalu mengeluarkan sesuatu, ternyata rokok. "Di setiap batang rokok ini, ada kandungan narkoba... Aku menggunakan ini untuk menghilangkan rasa sakit dan menghindari ancaman sindrom Buas," kata Leo. Lalu dia berekspresi kecewa. "Aku tahu kau kecewa padaku, Caise... Maafkan aku...."
Caise kembali terdiam. "(Sebenarnya dia tidak salah, kondisinya yang salah... Kondisinya selalu membuatnya salah... Yang aku tahu, sindrom Buas hanya bisa dihilangkan melalui hubungan intim... Apa aku harus melakukan itu...)" ia tampak ragu. Lalu perlahan menahan tangan Leo yang memegang rokok.
Leo terdiam melihat tangan Caise yang melepas bungkus rokok itu dari tangannya. Dia bahkan menjauhkan bungkus rokok kotak itu di meja yang lain, membuat Leo masih terdiam.
"Mas Leo... Aku tahu, kau pasti berpikir bahwa aku ingin kau meninggalkan hal itu, bukan? Tapi kau tak bisa karena kondisimu yang semakin memburuk..." tatapnya, dia juga memegang pipi Leo, membuat Leo mendekat merasakan tangan Caise. "Ya, Caise... Aku sudah berusaha melakukan apa pun... Aku sudah berolahraga... Aku sudah mencoba melakukan aktivitas yang membuatku pergi dari kondisi burukku, tapi tidak bisa... Ini semua seperti berlebihan...."
Tapi Leo berhenti saat Caise mencoba merapatkan tangannya. Dia seperti menyela apa yang dikatakan Leo, membuat Leo terdiam tidak tahu situasinya. Sudah jelas Caise memberikan sebuah kode.
"Mas Leo... Aku ingin kau berhenti melakukan hal itu..." tatap Caise.
"Bagaimana caranya?" Leo tampak menatap ke bawah khawatir. "Jika aku tidak mengonsumsi narkoba itu, aku akan gila dan aku bisa menyerang orang lain-
"Kudengar...." Caise menyela. "Bahwa, hal itu bisa di hilangkan dengan berhubungan seks..." kata Caise.
Seketika Leo bermata lebar tak percaya mendengar itu. Lalu Caise menambah. "Jika kau melakukan seks dengan orang yang kau sangat ingin lakukan, kau akan terhindar dari hal itu, kau akan kehilangan masa masa sulit menghadapi kondisimu, apalagi kau bisa perlahan menghilangkan sindrom Buas itu..." kata Caiae sambil mengangkat tangan nya, dia merapikan rambut Leo yang menutupi kening Leo nembuat mata Leo masih melebar tak percaya.
"Apa maksudmu.... Kau ingin membantuku? Kita, berhubungan?" tatap Leo.
Caise awalnya ragu, dia bahkan menatap ke Lilian. "Jika itu membuat mu senang, tentu saja aku mau melakukan nya... Karena aku pernah bilang, kau yang harus menjadi pertama untuk ku, tapi... Aku masih terlalu takut dengan resikonya..."
Mengatakan itu membuat Leo mendadak memegang tangan Caise dengan erat. "Aku, akan pelan pelan..." tatapnya membuat Caise berwajah sangat merah.
Lalu Leo menambah. "Mulai sekarang... Tinggalah bersama ku Caise... Aku ingin menikahimu.... Aku ingin, sangat...." tatap Leo.
Caise terdiam, lalu dia tersenyum lembut. "Kalau begitu, mari menikah... Lalu lakukan setelah menikah...." tatapnya.
"Kau yakin?" Leo langsung menatap, matanya berbinar tak percaya.
"Aku yakin, jika dengan konflik yang datang, kita tak akan bisa berpisah cepat karena kita memiliki hubungan yang sakral. Lagipun Mas Leo janji akan menikahiku setelah aku menyelesaikan pendidikan ku, sekarang umurku juga bisa di buat menikah.... Benar bukan begitu?" tatap Caise, di pandangan Leo, tatapan Caise benar benar menggoda.
Lalu Leo mengangguk cepat. "Aku akan menyiapkan cincin nya.... Tunggulah aku..." tatap nya.
"Tapi... Bagaimana dengan masalah Lilian?"
"Jangan khawatir, aku bisa melakukan nya dengan cepat..."
"Baiklah..." Caise mengangguk, lalu mereka mendekat dan saling mencium bibir. Untung nya Lilian masih sibuk melihat benda benda Caise sambil membelakangi mereka berdua.
"Kapan akan melamar ku?" tatap Caise.
"Aku akan memperkenalkan mu pada kediaman ku dulu..." kata Leo seketika Caise terkejut mendengarnya. "Apa?!"
"Ya, kediaman.... Juga aku akan mengurus kondisi Noah dengan cepat dulu.... Jangan khawatir, aku akan melakukan nya dengan cepat...." tatap Leo.
"Uh.... Kau mengatakan itu dan itu terdengar seperti tidak akan terjadi...." Caise tampak menatap kesal.
"Aku janji.... Pasti... Tunggulah aku... Seperti yang aku katakan padamu untuk tetap sabar menunggu, Caise...." tatapnya, tatapan nya penuh harap di mata Caise membuat Caise menghela napas panjang dan tersenyum lembut. "Baiklah..."
Sementara itu di ruangan Noah, dia menatap ponsel nya sambil duduk di ranjang nya. Bahkan dia terlihat tidak seperti sedang sakit, lalu Inei masuk. "Aku kembali..." dia mendekat.
"Bagaimana?" Noah menatap layaknya dia penasaran dengan apa yang dilakukan Inei baru saja.
"Dokter bilang kau boleh pulang..."
"Oh, bagus..." dia tampak senang, sangat aneh untuk manusia sepertinya yang baru menjalani operasi bahkan langsung bisa di pulangkan belum ada satu hari di rumah sakit.
"Noah, jika kau bertemu dengan mereka lagi, aku mohon hati hatilah ya..." Inei menatap mendekat, dia memegang kedua pipi Noah. "Ya.... Aku akan hati hati.... Sayang..." tatapnya. Mereka rupanya juga bisa bucin seperti Leo dan Caise yang memiliki cara berbeda.