Chereads / Tiger Meet Cat / Chapter 65 - Chapter 65 Hospitals

Chapter 65 - Chapter 65 Hospitals

Caise tampak duduk di ruangannya yang beraroma antiseptik, dikelilingi peralatan medis yang tersusun rapi di meja serta lemari kaca yang dipenuhi peralatan yang jarang disentuhnya, karena sebagai seorang dokter, ia lebih banyak berurusan dengan stetoskop dan catatan pasien daripada peralatan yang lazim digunakan para perawat. Cahaya matahari masuk melalui tirai jendela yang sedikit terbuka, memberikan suasana tenang di ruangannya. Namun, ketenangan itu terganggu oleh suara gaduh di luar.

Ia mengangkat kepala, mendengarkan lebih seksama. Keributan ini bukan sekadar kesibukan biasa di rumah sakit. "(Ada apa di luar?)" pikirnya, merasa gelisah. Ia berdiri, berjalan mendekati pintu dan membuka sedikit untuk mengintip situasi di lorong.

Terlihat kerumunan dokter dan perawat yang berusaha menenangkan dua sosok yang baru saja tiba. Wajah Caise mengerut, karena pandangannya belum jelas, namun ketika ia mendekat, sosok itu akhirnya tampak jelas yakni Noah yang diapit seorang wanita yang terlihat sangat cemas. Wanita itu, Inei, memeluk Noah erat, air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan, sementara Noah terlihat kesakitan, darah mengalir membasahi pakaiannya dan menetes ke lantai.

"Itu... Mas Noah?" desis Caise, terkejut. Perasaannya campur aduk, khawatir, dan bingung. Ia tidak menyangka melihat Noah dalam keadaan seperti ini.

"Tolonglah dia, aku mohon!" teriak Inei dengan suara yang sedikit bergetar, nada paniknya memecah keheningan lorong. Beberapa dokter mencoba menenangkan Inei, namun setiap gerakannya justru memperparah ekspresi kesakitan di wajah Noah, yang tampak semakin pucat dan menahan erangan.

Tak ingin melihat Noah menderita lebih lama, Caise segera maju, suaranya penuh otoritas, "Ada apa di sini?" Semua mata tertuju padanya, termasuk Noah dan Inei.

"Caise!" ucap Noah, terlihat terkejut, namun ada juga rasa lega di matanya.

"Dokter... tolong dia, Dokter!" kata Inei dengan penuh harap, menatapnya seolah-olah Caise adalah satu-satunya harapan di ruangan itu.

Tanpa banyak bicara, Caise memberi isyarat kepada perawat, "Baiklah, bawa kemari cepat." Para perawat, baik pria maupun wanita, bergerak cepat mengangkat Noah dan membawanya menuju ruang operasi, sementara Inei berjalan mengikuti mereka dengan langkah yang sedikit goyah.

Ketika Caise hendak menyusul, seorang dokter lain menahannya dengan memegang lengannya. "Caise, lihatlah dia. Orang itu tampak seperti preman. Jangan-jangan setelah ini dia kabur tanpa membayar biaya pengobatan. Kamu sebaiknya tidak ikut campur," bisik dokter itu dengan nada sinis.

Caise menarik napas panjang, menatap dokter itu dengan tegas, "Pasien tetaplah pasien. Aku bukan seperti kalian yang memikirkan uang lebih dulu sebelum menolong seseorang." Tanpa menunggu jawaban, ia segera melangkah ke ruang operasi dengan tekad bulat, meskipun di kepalanya masih tergiang-giang pertanyaan, "(Kenapa Mas Noah bisa terluka separah ini?)"

Setelah operasi yang cukup menguras tenaga, Caise akhirnya memasuki ruangan di mana Noah sudah sadar, duduk bersandar di ranjang dengan Inei yang setia berdiri di sisinya. Meski masih dalam proses pemulihan, Noah menoleh ketika Caise memasuki ruangan, ekspresinya bercampur antara terkejut dan lega.

"(Cepat sekali Mas Noah bisa bangun,)" batin Caise sambil mendekat, menyembunyikan keterkejutannya dengan sikap profesional. Ia memperhatikan ekspresi Noah dan Inei yang tampak lega, namun ada sedikit kegelisahan yang masih terlihat di mata mereka.

"Noah tampak menatap Caise dengan pandangan bingung yang penuh dengan rasa ingin tahu. "Caise, sejak kapan kamu bekerja di sini?" tanyanya, suaranya masih terdengar lemah tapi penuh rasa ingin tahu.

Caise tersenyum kecil, "Um, memangnya kenapa aku bekerja di rumah sakit ini?" tanyanya dengan nada bingung, mencoba memahami keingintahuan Noah.

Inei, yang dari tadi mengamati percakapan mereka, menambahkan, "Kamu kekasihnya Leo, kan? Aku baru sadar... mungkin yang dimaksud Noah adalah...," Inei berhenti sejenak, lalu menunduk dan berbisik pelan, "Rumah sakit ini terkesan hanya fokus pada uang."

Caise menghela napas panjang, ada sedikit beban di matanya saat mendengar pernyataan itu. "Iya, begitulah tempat kerjaku ini... Banyak rumah sakit zaman sekarang lebih memikirkan uang dulu daripada pasiennya... Tapi jangan khawatir, aku bukan tipe dokter seperti itu. Apalagi untuk menolong Mas Noah." Suaranya tegas, menunjukkan integritas yang ia pegang sebagai dokter.

Noah hanya bisa diam, memandang Caise dengan kagum saat dokter muda itu menyiapkan suntikan obat dengan gerakan terampil. "Kau sangat terampil, Caise," ujarnya dengan senyum tipis yang sedikit menggoda, membuat Caise tertegun sejenak. Noah yang biasanya serius, sekarang malah bersikap begitu santai. "Apa kau masih terpengaruh anestesi?" tanya Caise dengan nada bercanda, meskipun ia sedikit terkejut dengan tingkah Noah yang berbeda.

Namun, ketika Inei menyadari pandangan Noah yang sedikit berlebihan ke arah Caise, ia segera menarik telinga Noah. "Jangan coba-coba bertingkah lagi!"

"Aduh... ah... yaa... maaf, maafkan aku... ini hanya Caise..." Noah mengeluh kesakitan, membuat Caise hanya bisa mengerjap terkejut melihat kejadian lucu di depannya.

"Apa yang terjadi?" tanyanya, hampir tak percaya dengan situasi konyol yang baru saja ia saksikan.

Inei mendesah berat, menjelaskan sambil melipat tangan. "Haiz... Noah ini selalu saja suka melirik wanita lain..." Keluhannya diiringi tatapan sinis ke arah Noah, sementara Noah mencoba meredakan kemarahan Inei dengan wajah penuh rasa bersalah. Melihat interaksi mereka, Caise hanya bisa tertawa kecil.

Setelah suasana kembali tenang, Caise tak bisa menahan rasa penasarannya lagi. "Oh ya, Mas Noah, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa bisa terluka parah seperti ini?" tanyanya, suaranya penuh perhatian.

Noah terdiam sejenak, matanya mengarah ke jendela seakan ada beban berat yang belum ia ungkapkan. "Yah, ceritanya panjang..." ujarnya lirih, suaranya sedikit melamun. "Aku hanya takut kau akan ikut mengkhawatirkan Leo nantinya."

"Maksudmu?" tanya Caise, keningnya berkerut, perasaan khawatir mulai mengisi pikirannya.

---

Sebelumnya, Noah berada di rumah seperti biasanya. Dia berdiri dari meja yang penuh dokumen. "Haiz... Susah sekali mengurus artikel di sini... Setiap hari aku harus membuat artikel yang baik agar reputasi Leo tidak dikenal sebagai preman sungguhan. Mustahil bagi seorang pebisnis gelap seperti dia untuk dikenal seperti itu. Sebaiknya aku istirahat, aku sudah sangat lelah... Di mana dia, aku juga tak peduli," Noah berjalan dan duduk di sofa. Saat baru saja duduk, ponselnya berbunyi, membuatnya menghela napas panjang dan mengambilnya. Dia terkejut karena itu dari kontak pacarnya.

Ia lalu mengangkatnya. "Ada apa? Apa ada masalah?" Dia memulai percakapan.

"Noah, aku ingin jalan-jalan," kata seorang wanita yang ternyata adalah Inei.

"Tak masalah, aku akan menemanimu jika kau mau," kata Noah.

"Tentu saja aku mau," balas Inei. Noah tersenyum senang dan bersiap untuk pergi. Rasa lelahnya langsung hilang.

Beberapa saat kemudian, mereka berjalan bersama di sebuah taman kota yang asri. Inei menggenggam tangan Noah, dan keduanya terlihat seperti pasangan serasi, berjalan beriringan di antara rindangnya pepohonan. Inei tampak begitu bahagia, matanya berbinar saat melihat ke arah Noah. Sesekali mereka bercanda dan tertawa kecil. Angin lembut bertiup, membuat rambut Inei yang panjang berkibar perlahan. Dalam momen itu, Noah merasa beban hidupnya seakan lenyap.

"Terima kasih sudah mau menemaniku," kata Inei yang berjalan di samping Noah sambil menggenggam tangannya.

"Tak apa... Ngomong-ngomong, bagaimana dengan pekerjaanmu?" tanya Noah.

"Aku diterima di bagian asisten direktur. Aku berharap bisa bekerja dengan baik... Apa kau baik-baik saja? Akhir-akhir ini kau tidak bersama Tuan Leo ke mana pun... Ada apa?" tanya Inei.

"Yah, dia tak pulang sejak kemarin... Seharusnya dia bertarung dengan kediaman lain. Padahal dia bilang sudah memutuskan untuk tidak bertarung lagi. Tapi entah apa yang menghasutnya kemarin..."

"Apa maksudmu dengan kediaman lain? Bukankah Tuan Leo hanya seorang pebisnis? Apa ini ada kaitannya dengan Lilian?" tanya Inei, mengingat gadis kecil bernama Lilian. "Gadis percobaan itu, kan?"

"Ya... Ada salah satu kediaman yang bekerja sama dengan Direktur Geun, sebelum Geun meminta kontrak pada Leo yang akhirnya ditolak. Kediaman ini terkenal ganas, mereka menerima uang dari Direktur Geun di distrik barat, lalu uang itu digunakan untuk mempekerjakan orang-orang yang kuat secara fisik, termasuk menjadi keamanan di sana. Orang-orang dari kediaman itu juga memegang senjata dan berani bertarung. Kekuatannya cukup untuk menghabisi siapa saja yang melintas di perbatasan... Termasuk Leo yang saat ini menyelidiki informasi tentang Lilian. Jadi dia menantang kediaman itu, tapi dia tak menyebutkan keberadaan Lilian," ujar Noah.

Dia menambahkan, "Leo punya kediaman, tapi nama Leo itu bukan nama sebenarnya, hanya julukan. Dia punya nama lain dalam istilah Jepang yang kuat."

"Tapi jika ini perselisihan antar klan, kenapa Noah tidak membantunya?" tanya Inei.

"Yang memegang kendali kediaman bukanlah Leo, tapi ada seseorang lain. Tapi aku tak tahu, apakah yang diserang itu kediaman atau malah dirinya. Jika yang diserang adalah dirinya sendiri, pastinya mereka juga akan mencariku dan menghabisi aku juga."

"Hah... Serius! Apa kau tidak takut?"

"Aku tak tahu soal itu... Bukankah Leo tak pernah menunjukkan rasa takutnya, seharusnya aku juga begitu," balas Noah.

"Haiz... Terserah kau, jika kau diserang, itu urusanmu," Inei pura-pura cuek. Noah hanya tersenyum kecil melihat sifatnya. Tak lama kemudian, beberapa orang bertubuh besar menghadang mereka.

"Yo..." Mereka menatap Noah dengan penuh ancaman. Seketika Noah terkejut dan langsung mendorong Inei.

"Ah..." Inei terjatuh.

"Noah, apa yang kau lakukan?!" Ia kesal namun segera terdiam karena melihat perut Noah yang tertusuk benda tajam.

"Inei... Lari!!" teriak Noah, namun kerahnya langsung ditarik dari belakang.

"Noah!!" Inei terkejut. Tempat itu sepi, tak ada orang lain. Di sanalah Noah dihabisi habis-habisan. Sebenarnya dia bisa melawan, tapi dia sudah terluka duluan karena melindungi Inei.

--

"Yah, begitulah sekiranya," kata Inei.

"Sangat aneh... Apa maksud Mas Noah soal kediaman? Apa itu kediaman?" Caise menatap bingung.

"Kediaman adalah suatu perkumpulan atau klan atau keluarga sedarah maupun tidak sedarah yang memiliki nama klan sendiri. Nama klan itu harus nama kuno dalam Jepang dan diresmikan sekarang. Misalnya di kalangan banyak orang, kediaman juga disebut dengan Yakuza," balas Inei.

"(Yakuza!!... Setahuku Yakuza lebih kejam daripada gengster manapun karena mereka memiliki jiwa yang kuat soal gaya bertarung dengan senjata maupun bela diri... Apa itu sebabnya Mas Noah memiliki aura bela diri yang kuat yang membuatnya tak takut menghadapi apa pun. Tapi bagaimana soal pemegang kediaman itu... Tidak mungkin Mas Leo akan terancam?)" Caise menjadi terdiam.

"Caise, apa kau tidak khawatir soal Tuan Leo?" tatap Inei.

"Um... Jika kau bilang begitu, aku mungkin juga khawatir."

"Haiz, dia memang keras kepala, apa kau memintanya untuk menyelidiki tentang Lilian?" tatap Noah dengan serius.

Seketika Caise terkejut, lalu dia mengangguk pelan. "Aku hanya menyarankan untuk mempelajari Lilian karena kondisi lingkungan Lilian berbeda dengan manusia... Apakah aku salah, apakah Mas Leo melakukan hal itu demi aku..." tatapnya.

"Tentu saja, tapi untuk saat ini, dia pasti masih bertikai dengan kediaman bangsat itu..." kata Noah.