Chapter 2 - Satu

"Aoi, ayo kita menikah!"

Aoi mengerjapkan matanya, nasi yang hampir menyentuh mulutnya seketika terjatuh kembali ke dalam chawan.

"Ehh?"

Kazuya tertawa lebar melihat ekspresi kaget Aoi. Tatapan Kazuya melembut, ia bangun dari duduknya lalu berjalan ke arah Aoi. Kazuya menghembuskan nafasnya pelan, lalu berlutut di samping Aoi.

Aoi menaruh sumpitnya dan mengubah posisi duduknya menghadap Kazuya yang kini tengah berlutut di hadapannya.

Dengan lembut Kazuya menggenggam tangan Aoi, "Kanade Aoi, menikahlah dengan ku."

Aoi bisa melihat dengan jelas pipi Kazuya yang merona hingga ke kupingnya, tetapi ia juga tahu jika tatapan Kazuya padanya benar-benar serius.

Pria mulai berdebar khawatir saat jawaban tak kunjung datang dari bibir Aoi. Saat Kazuya hendak mengatakan sesuatu, Aoi memeluk Kazuya erat.

"Aku bersedia! Ayo kita menikah, Kazuya-kun!"

Kazuya tersenyum lebar lalu membalas pelukan Aoi sama eratnya. Kazuya benar-benar merasa jika dirinya adalah pria paling beruntung dan bahagia di dunia.

Dua hari setelah Kazuya melamar Aoi, mereka memutuskan untuk membuat perayaan kecil-kecilan sebagai pengganti pesta pertunangan.

Kazuya hanya mengundang adik laki-lakinya, karena ia dan ayahnya masih memiliki hubungan yang tidak baik semenjak Kazuya memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah keluarganya.

Sedangkan Aoi hanya mengundang Ayuko, wanita yang sudah merawatnya saat Aoi di tinggalkan oleh orang tua kandungnya sedari kecil.

Selain Ayuko dan adik laki-laki Kazuya, Aoi dan Kazuya juga mengundang teman dekat mereka.

Chika, Usui dan Takuma. Chika adalah teman dekat Aoi di tempat kerja, sedangkan Usui dan Takuma adalah senior dan rekan kerja Kazuya.

Mereka menghabiskan malam itu dengan makan-makan, suasana bahagia dan hangat terpancar di sana.

Diam-diam adik laki-laki Kazuya berjalan keluar dan berdiri di depan balkon ruangan itu. Kazuya yang melihat itu tersenyum kecil, lalu berjalan menyusul adik satu-satunya itu.

Kazuya menepuk punggu adik laki-lakinya itu keras.

"Kenapa kau keluar? Kau tidak betah di dalam sana?"

"Tidak juga, aku hanya ingin merokok."

Kazuya bersiul, "Heh, ternyata kau merokok juga. Apa ibu dan ayah tahu, jika anak kesayangan mereka sekarang sudah berani merokok."

Adik laki-lakinya itu mendengus lalu menghembuskan asap rokok pelan, "Kak... Apa kau benar-benar tidak ingin kembali ke rumah?" Tanya nya tiba-tiba.

"Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?" Tanya Kazuya. Ia mengeluarkan rokok miliknya dan mulai menyalakannya.

"Sejak kau meninggalkan rumah, setiap malam ibu selalu menangis. Aku tahu, dia begitu merindukanmu."

Kazuya menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Kazuya menatap kebulan asapnya yang perlahan tertiup angin lalu menghilang.

"Saat aku meninggalkan rumah. Aku benar-benar tahu apa yang aku tinggalkan. Katakanlah aku memang egois, tetapi aku tidak pernah menyesal dengan pilihanku."

Adik laki-lakinya itu memandang lurus kakaknya.

"Apa kau akan mengundang mereka di hari pernikahanmu?"

"Ayah dan ibu?"

Adik laki-lakinya itu mengangguk.

Kazuya mengangkat bahunya tanda ia tidak tahu, ia menolehkan kepalanya, melihat keriuhan di dalam sana lalu tersenyum.

"Aoi pasti ingin mereka hadir. Kau tahu, kadang aku merasa bersalah karena belum bisa memperkenalkan Aoi pada mereka. Aku hanya takut, mereka menolak Aoi." Ucapnya masih sambil melihat Aoi yang tertawa bahagia di keramaian itu.

Kazuya terkekeh saat melihat adiknya mengerutkan dahi bingung, "Maksudku, aku tidak ingin Aoi merasa sedih dan sakit hati."

Kazuya memandang langit malam yang entah mengapa hari ini begitu cerah, seakan-akan ikut merayakan kegembiraan mereka.

"Aku begitu mencintainya. Amat sangat. Sampai rasanya, aku bisa memberikan hidupku untuknya. Membayangkan aku bisa menghabiskan seumur hidup ku dengannya, benar-benar membuatku bahagia."

Kazuya mematikan puntung rokoknya dan membuangnya di tempat sampah.

Ia menghadap adik satu-satunya itu lalu menaruh kedua tangannya di bahu adiknya, "Kazu, berjanjilah satu hal padaku. Jika suatu saat terjadi sesuatu padaku, dan aku harus meninggalkan Aoi sendirian. Aku tidak ingin dia merasa sendiri, jadi tolong jaga dia untukku. Hanya kau satu-satunya orang yang aku percaya."

"Orang seperti mu pasti sanggup hidup seribu tahun!" seru adik laki-lakinya itu.

Kazuya menatap adiknya lekat-lekat lalu terkekeh pelan, "Yah, aku harap. Tapi takdir Tuhan tidak ada yang tahu. Ayo kita masuk, Aoi sudah memanggil."

Saat kakaknya berbalik dan hendak masuk, adiknya berkata, "Kak! Aku berjanji, jika nanti sesuatu terjadi padamu. Aku akan menjaganya."

Kazuya berbalik menghadap adik satu-satunya itu, lalu ia tersenyum lebar dan mengacungkan jempol pada adiknya.

**

"Telah terjadi kebakaran besar di salah satu mall pusat tokyo, dugaan sementara kebakaran terjadi karena kelalaian dari salah satu restoran yang berada di lantai 3 mall tersebut. Api yang merambat dengan cepat membuat semua orang berlari dengan panik hingga membuat kerusuhan.

Di ketahui beberapa jumlah korban mengalami luka berat dan ringan, dan mengakibatkan 1 orang korban tewas, yaitu salah satu anggota dari pemadam kebakaran saat berusaha menyelamatkan salah satu korban yang terjebak."

Suara pecahan gelas terdengar nyaring saat layar tv itu menampilkan foto dan nama anggota pemadam kebakaran yang tewas.

"Furuhaya Kazuya, 27tahun. Anggota pemadam kebakaran yang tewas di tempat, setelah menyelamatkan salah satu korban yang terperangkap di tengah kebakaran."

Keheningan langsung mencengkam ruangan itu, suara riuhan dari layar televisi tersebut tidak lagi mampu terdengar oleh Aoi. Napas Aoi tercekat, ia jatuh terduduk sembari memegang dadanya yang seakan tidak bisa lagi ia rasakan berdetak. Satu isakan dan teriakan terdengar dari bibir Aoi, ia terus merapalkan kata-kata 'tidak mungkin'.

Dengan sisa tenaganya, Aoi mencoba meraih ponselnya. Dengan panik ia menekan nomor ponsel Kazuya. Tidak ada jawaban dari panggilan Aoi, ia terus dan terus mencoba menghubungi nomor ponsel Kazuya, Aoi berharap jika pembawa berita itu salah menampilkan informasikan korban, Aoi berharap, sangat berharap jika Kazuya mengangkat telponnya dan menenangkan Aoi seperti biasanya.

Entah di panggilan berapa akhirnya seseorang mengangkat panggilan nya, dan Aoi berharap jika itu adalah Kazuya. Karena Kazuya nya tidak akan pernah meninggalkan nya sendirian.

"Kazu-"

"Kanade Aoi-san?"

Aoi menghentikan perkataan nya saat mendengar suara asing dari sebrang sana.

Wanita itu dengan susah payah meneguk ludahnya, "Kazuya... Baik-baik saja bukan?" tanya Aoi sambil kembali terisak.

Orang itu tidak langsung menjawab, lalu terdengar desahan pelan darinya.

"Maaf, Kanade-san. Kazuya..., gugur dalam pekerjaannya."

Tangis Aoi kini semakin menyayat hati, ia tidak peduli lagi pada orang yang berada di sebrang sana.

"Kau pembohong...kau pembohong! Katamu kau tidak akan pernah meninggalkan ku! Katamu kau tidak akan membiarkan ku sendiri! Kau pembohong! Kau... Pembohong...."

**