Chapter 3 - Dua

Kazuhara menatap nanar foto pria di hadapannya. Foto pria yang tersenyum lebar dengan kedua matanya yang tertutup.

Foto kakak satu-satunya. Kazuhara memalingkan wajahnya menatap Aoi yang terduduk diam tepat di depan sana. Kazuhara tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah Aoi sekerang.

Kazuhara sengaja untuk duduk di kursi paling belakang, ia tidak tahu apakah ini hanya sekedar mimpi buruknya? Jika iya, Kazuhara ingin sekali segera terbangun.

Ia mencubit keras lengannya.Sakit.

Rasa sakit itu menjadi jawaban, jika ini semua adalah kenyataan.

Rasa sakit itu menjalar hingga ke dadanya, sungguh sakit rasanya.Kazuhara menekan kuat dadanya, berharap rasa sakit itu berkurang meski hanya sedikit saja.

Lagi-lagi tatapan Kazuhara mengarah pada Aoi, bagaimana perasaan gadis itu?

Tiba-tiba Kazuhara tertawa pahit. Bisa-bisanya dia bertanya bagaimana perasaan Aoi?

Justru orang yang paling terpukul dengan kejadian ini pasti adalah Aoi.

Padahal dua bulan lagi Aoi dan Kazuya akan melangsungkan pernikahan mereka.

Tetapi kenapa kakak bodohnya itu malah pergi meninggalkan gadis itu? Meninggalkan dirinya?

Bulir air mata jatuh di pipi Kazuhara tanpa bisa ia cegah. Kazuhara bangun dari duduknya dan pergi meninggalkan ruangan itu.

Ia berjalan tanpa arah, hingga kakinya membawa ia kesebuah taman belakang rumah duka tersebut.

Kazuhara melepaskan jas hitam miliknya, mengeluarkan bungkus rokok yang ia simpan di saku kemejanya.

Ia melihat bungkusan rokok itu, bungkusan rokok dengan merk yang sama dengan merk rokok yang selalu Kazuya beli.

Kazuhara mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya dan langsung menyalakannya. Ia hirup dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Jika suatu saat terjadi sesuatu padaku dan harus meninggalkan Aoi sendirian. Tolong jaga dia untukku."

Kata-kata itu terus berputar di kepalanya. Kenapa 'suatu saat' tersebut harus dengan cepat datang? Tidak inginkan kakaknya mengecap kebahagiaan lebih lama?

Lagi-lagi rasa sakit itu datang, kali ini jauh lebih hebat.

Ia mendongakkan kepalanya menatap langit di atasnya.

Matanya seakan berkabut. Setetes air jatuh di pipinya. Hujan kah?

Bukan, itu bukan hujan. Melainkan air matanya yang lagi-lagi jatuh tanpa ia minta.

Kazuhara mematikan puntung rokok yang sedari tadi hanya ia pegang. Ia merebahkan dirinya di atas rumput. Memejam kan kedua matanya dengan punggung tangan. Pikirannya kembali ke masa mereka kanak-kanak, dimana Kazuhara selalu mengagumi sosok sang kakak.

Bagaimana mereka bertengkar, bagaimana ia selalu mengekor pada Kazuya.

Ia merentangkan kedua tangannya. Beberapa hari yang lalu, ia masih bisa berbincang dengan sang kakak, masih bisa melihat tawanya yang terkadang membuat Kazuhara kesal.

Tetapi Tuhan berkehendak lain. Di tengah lamunannya, ponselnya berdering. Kazuhara menghiraukannya.

Tetapi karena tidak juga berhenti, Kazuhara mengambil ponsel itu.

Okaa-san calling...

Kazuhara menghembuskan nafasnya lalu mengangkat panggilan dari ibunya, "Ya bu?"

"Di mana kau?"

"Taman belakang."

"Cepat kemari, kita pulang."

Kazuhara mengangguk walaupun tahu sang ibu tidak bisa melihat itu. Ia mematikan ponselnya, menyampirkan jas nya di tangan.

Ia kembali berjalan memasuki ruangan yang lebih mengerikan dari pada ruang operasi yang selalu ia hadiri.

Bagi Kazuhara, ruang operasi masih bisa memberikan sedikit harapan pada para pasien. Sedangkan rumah duka? Tentu saja tidak ada harapan apapun di dalamnya.

Kazuhara melihat ibu dan ayahnya sudah menunggu di depan pintu ruangan meraka.

Wajah ibunya masih basah dengan air mata. Sedangkan ayahnya tidak menampilkan kesedihan apapun.

Entahlah...

Selama ini ayahnya memang tidak pernah menunjukan ekspresi apapun selain wajah tegasnya.

Ibu yang melihat Kazuhara datang langsung memeluk anak yang kini tinggal satu-satunya. Kazuhara memeluk erat ibunya dan mengusap punggung wanita paruh baya itu lembut.

Saat Kazuhara hendak ikut berjalan bersama orang tuanya, ia melihat Aoi dan Ayuko-san keluar dari ruangan.

Kazuhara bisa melihat wajah sendu Aoi. Seperti ibunya, pipi Aoi pun basah oleh air matanya.

Kazuhara berbalik arah dan berjalan mendekati Aoi.

"Aoi..."

Aoi menatap kearah Kazuhara yang sudah berdiri tidak jauh darinya.

Mulut Kazuhara terbuka namun tertutup kembali, ia tidak tahu harus berkata apa pada gadis di hadapannya.

"Kazuya... tidak akan senang melihat mu sedih. Kau bisa menghubungi ku kapan pun. Aku pasti akan datang untuk membantumu."

Aoi hanya menatap Kazuhara dengan mata berkaca-kaca, gadis itu menatap kebawah seakan ingin menyembunyikan air matanya. Namun percuma, air matanya tumpah begitu saja tanpa di perintah.

Aoi kembali menatap Kazuhara, tersenyum kecil lalu menganggukkan kepalanya beberapa kali dengan pipinya yang basah oleh air mata.

Kazuhara menarik lengan Aoi dan membawa gadis itu kepelukannya. Ia mengusap lembut kepala Aoi.

Kazuhara melepas pelukkannya dan tersenyum sekali lagi pada Aoi sebelum akhirnya Kazuhara meninggalkan Aoi dan kembali berjalan bersama orang tuanya.

Sebelum Kazuhara memasuki mobilnya, ia menatap langit sekali lagi.

Aku akan mengawasinya, Kak...

Aku akan memastikan dia akan baik-baik saja...

Aku akan memenuhi janjiku pada mu untuk menjaganya...

***