Bibir Hailexa menjadi setengah terbuka, ketika matanya menatap bangunan megah dari balik kaca mobil. Sebagian besar dinding bangunan tersebut terbuat dari kaca tebal, sehingga memberikan efek mengilat saat dipandang. Sebenarnya bangunan semacam ini sudah kerap ia temui di Washington, hanya saja ada perasaan tersendiri ketika nantinya Hailexa akan berada di dalam sana.
Meski baru menempati posisi nomor delapan sebagai perusahaan teknologi terbesar di Italia, Chiplytical tentu tidak bisa diremehkan begitu saja. Lihat saja jajaran mobil mewah yang sedang mengantre di depan lobi untuk menurunkan penumpang, Hailexa yakin jika seluruh tamu undangan bukanlah orang biasa. Paling tidak mereka pernah pergi ke negara lain dengan menggunakan jet pribadi.
Hailexa menatap Bedric ketika mobil yang mereka tumpangi nyaris tiba di depan lobi. Sebelah tangannya terulur, membetulkan kerah kemeja lelaki itu agar terlihat lebih rapi.
"Kau siap?" tanya Hailexa sambil menggigit bibir. Gugup.
"Seharusnya aku yang mengucapkan kalimat itu, tetapi ya sudah. Aku siap."
Bedric membuka telapak tangannya, membantu Hailexa untuk keluar dari mobil. Mereka melangkah beriringan, dengan tangan yang saling bertautan. Sesekali Hailexa memandang ke arah dinding kaca, memperhatikan penampilannya yang dirasa di luar dugaan. Gaun yang digunakan saat ini sengaja dirancang khusus untuknya. Hal itu membuat Hailexa merasa nyaman dan tidak kesulitan saat bergerak.
"Tuan Thies Nieland dan Nona Evelien Reijnders," ujar pria berseragam yang berjaga di depan pintu masuk.
Bedric mengangguk, kemudian mengambil kembali kartu identitas serta surat undangan yang sempat diserahkan. Lelaki itu mempersilakan Hailexa untuk berjalan terlebih dahulu melewati mesin detektor. Jujur saja, rasa gugup Hailexa mulai meningkat. Ia menarik napas, berusaha untuk tetap tenang agar tidak dicurigai. Senyum gadis itu mengembang saat berhasil mesin detektor dengan mulus.
Seperti yang direncanakan sejak jauh-jauh hari, malam ini Hailexa dan Bedric hadir dalam acara penting yang diselenggarakan oleh Chiplytical. Seluruh hal yang sudah mereka pelajari akan diuji dalam waktu dekat. Jika sampai gagal, maka tamat sudah riwayatnya.
"Kenapa mereka memberikanku identitas sebagai orang Belanda?" Hailexa bertanya usai Bedric memberikan kartu identitas palsu miliknya. "Apa wajahku terlihat seperti orang Belanda?"
"Entahlah. Mungkin agar sama dengan milikku," jawab Bedric santai.
"Memangnya kau orang Belanda?"
"Bukan, tetapi aku punya darah Belanda. Sudah bertanyanya nanti saja, kita perlu mencari orang yang akan membantu dalam tugas ini."
Sebenarnya Hailexa masih penasaran, bagaimana cara mereka untuk mengenali orang yang katanya seorang partner. Sejak awal rencana ini disusun, tidak ada pembicaraan yang spesifik mengenai ciri-ciri sang partner. Bedric juga tak mengatakan apa pun. Jadi sampai kapan mereka akan terus berjalan-jalan tanpa tujuan seperti ini?
"Bedric kurasa kita—"
Kalimat Hailexa terputus ketika merasakan bahunya ditepuk pelan dari arah belakang. Ia menoleh, begitu juga dengan Bedric. Saat itu juga jantung Hailexa seolah berhenti bekerja. Ia nyaris tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Hailexa menelan ludah, merasakan tenggorokannya begitu kering dan sakit. Sial, kebetulan macam apa ini?
"Maaf aku sedikit terlambat. Keretanya mengalami sedikit masalah," ujarnya dengan suara yang halus.
Jadi benar dia orangnya. Dua kalimat yang baru saja terucap, adalah kalimat yang sengaja dibuat untuk menunjukkan jika dialah partner yang asli. Ini semacam kode rahasia. Kenyataannya lelaki itu tidak terlambat dan tidak juga menggunakan kereta.
"Aku Bedric dan dia Hailexa," balas Bedric yang tak ragu untuk memperkenalkan diri dengan identitas asli.
"Namaku Austin. Senang bisa bertemu kalian. Kita masih punya banyak waktu, bersantailah sedikit."
Austin. Ya, dia orang yang sama dengan Austin yang Hailexa kenal sebagai teman Alexander. Berbagai kalimat umpatan serta penyesalan kini sedang berkumpul di ujung lidahnya dan siap untuk dikeluarkan. Sayangnya Hailexa harus bisa menahan hal ini setidaknya sampai Bedric meninggalkannya berdua dengan Austin. Lelaki itu tidak boleh tahu jika mereka sudah saling mengenal.
"Bagaimana caramu menemukan kita?" tanya Hailexa penasaran.
"Jam tanganmu. Aku sudah diberi tahu tentang itu."
Ah, benar juga, kenapa tidak terpikir sebelumnya. Sama seperti gaun, jam tangan ini juga didesain khusus untuknya. Dari luar memang tampak seperti jam tangan biasa, namun Hailexa tahu benda ini memiliki fungsi lebih dari itu.
"Ini. Pergi dan temui asistenku. Barang-barang yang diperlukan ada padanya," tambah Austin sembari memberikan kartu berwarna hitam pada Bedric. "Satu orang saja. Asistenku ada di ruangan nomor tiga puluh empat."
"Biar aku yang pergi. Kau di sini dengannya," bisik Bedric yang kemudian dibalas anggukan oleh Hailexa.
Suasana di tempat ini begitu ramai. Orang-orang saling berbincang, tertawa, melihat-lihat benda berteknologi canggih yang sedang dipamerkan, bahkan di sudut sana seorang perempuan tengah bernyanyi dengan suara indahnya. Akan tetapi yang Hailexa rasakan hanyalah keheningan. Suasana ini terlalu canggung baginya.
Austin tertawa, memecah keheningan di antara mereka. "Lucu sekali. Jurusan Sastra Inggris benar-benar punya kejutan. Apa dia tahu tentang ini?"
Dia. Tentu jelas yang Austin maksud adalah Alexander. "Tidak. Dia tidak tahu apa pun."
"Sudah kuduga. Jadi siapa yang menyuruhmu melakukan pekerjaan ini?"
"Aku tidak boleh mengatakannya. Kau sendiri, siapa yang menyuruhmu? Apa Alex tahu tentang pekerjaanmu?"
"Alex jelas tahu di mana aku bekerja, tetapi dia tidak pernah tahu jika aku punya banyak tugas rahasia. Seperti katamu, aku tidak bisa mengatakan siapa yang menyuruhku. Tapi kurasa masing-masing dari kita akan segera tahu nantinya," jelas Austin yang diakhir dengan senyuman kecil. "Oh, sebelum kau salah paham. Aku tidak bekerja di Chiplytical."
"Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan, tetapi sebaiknya nanti saja. Ini sudah hampir waktunya."
Austin merapikan jas hitamnya, mengangguk, dan kembali tersenyum. Dia dan Alexander tampaknya sama-sama murah senyum. Apa mungkin Allard juga begitu?
***
Ada beberapa benda yang akan terdeteksi ketika melewati mesin detektor, salah satunya chip tiruan yang nantinya akan digunakan. Austin dan timnya ditugaskan membawa benda-benda tersebut agar bisa masuk ke dalam gedung. Kebetulan sekali perusahaan tempatnya bekerja sedang memamerkan beberapa produk teknologi baru, sehingga benda-benda tadi diselipkan bersama dengan produk yang akan dipamerkan.
"Jadi, kapan kita bisa masuk?"
"Jika sesuai dengan hitungan, maka sebelas menit dari sekarang," jawab Austin atas pertanyaan dari Bedric. "Kau sudah urus kamera pengawasnya?"
Lorong sunyi yang sedang mereka tatap dari kejauhan itu, akan terhubung pada ruang penyimpanan chip. Tidak semua orang bisa masuk ke sana. Pintunya saja terkunci dengan rapat dan butuh kartu akses untuk bisa membukanya.
"Tentu. Sistemnya akan berhenti bekerja lima belas detik setelah pintu itu terbuka."
"Kita punya satu masalah. Kalian lihat pria berseragam di dalam sana?" Dagu Austin menunjuk pada seorang pria bertubuh tinggi yang sedang berjaga sambil memainkan ponsel. "Kita harus bisa menjauhkannya agar bisa menjelajah lorong. Tenang saja, dia bukan penjaga yang punya kekuasaan. Aku yakin dia tidak punya kartu akses. Salah satu dari kalian, apa ada yang bisa bicara dengan bahasa selain inggris dan italia?"