Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

One More Time (Cinta Sepihak)

Rama_Indra
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.3k
Views
Synopsis
Sareen menyukai Akram, tetapi Akram tak pernah melihatnya sebagai seorang yang pantas untuk dicintai. Meskipun gadis itu mengejarnya sampai tujuh tahun lamanya, Akram selalu membencinya karena dia adalah gadis yang lemah dan bodoh. Sampai suatu hari, sebuah pesta mempertemukan mereka di atas ranjang yang sama dan melewati malam yang penuh gairah. Tetapi setelah kejadian itu, Sareen tak pernah lagi menampakan diri di depan Akram. Akram pun merasa kehilangan. Ia tak paham, apakah pada akhirnya dia telah jatuh cinta pada Sareen?
VIEW MORE

Chapter 1 - Satu Kesempatan untuk Berdua

"Kau tahu, harga diriku benar-benar terluka saat tahu kau akan datang demi pinjaman uang. Tetapi mau bagaimana lagi? Aku benar-benar ingin datang karena itu adalah kau."

Pria dengan setelan jas rapih yang membungkus pres tubuhnya itu berjalan santai mengiringi langkah Sareen. Saat berucap, nadanya setengah putus asa yang dibuat-buat. Tetapi juga terkesan menyalahkan.

Karena itu, Sareen berhenti dari langkahnya, dan menoleh pada pria itu. Ia mendongak penuh sesal. Pun, terlihat begitu polos nan lugu.

"Kai ... maaf," katanya lirih.

Kairaf, pria itu turut berhenti dan menatap lembut penuh sayang pada Sareen. Pun, ia tak melepaskan senyum yang tersungging di bibirnya, demi membuat wajahnya tak mencerminkan rasa sakit.

Ya, tentu saja. Karena dia tahu betul, bahwa di hati gadis yang saat ini berada di hadapannya, sudah tertulis nama orang lain. Dan itu bukan dirinya. Sehingga, ia tak mungkin memaksa Sareen untuk menyukainya hanya demi uang.

"Perusahaan ayahku sedang dalam keadaan buruk sementara ayah sedang koma di rumah sakit. Kakak bilang, aku harus datang ke sebuah perjodohan demi mendapat suntikan dana untuk perusahaan," jelas Sareen seraya menundukan kepalanya.

Kalimatnya itu didengar jelas oleh Kairaf. Dan pria itu memutuskan untuk mengangguk paham. Toh, dia memang sudah tahu begitu keadaannya.

"Dan aku yakin, kau sudah tahu bahwa orang yang dimaksud kakakmu adalah aku," katanya kemudian menebak.

Sareen menengadah lagi. Hanya sebentar sebelum kemudian ia menjatuhkan pandangannya lagi dan tertunduk.

"Aku ...." Gadis itu ragu. Hendak bertanya, namun tak tahu harus memulainya dari mana.

"Kai ... aku ... aku ingin mendapat pinjaman dari perusahaanmu untuk menyelamatkan bisnis ayah. Aku ... apa yang harus aku lakukan selanjutnya?"

Akhirnya, setelah sejenak berpikir, Sareen memberanikan diri untuk bertanya.

Hal itu membuat Kairaf menghela napas. Sebelum kemudian, pria berusia tiga tahun lebih tua dari Sareen itu memilih bangku dan duduk di sana dengan kaki bersilang.

"Haah ... kau melukai perasaanku sekali lagi, Sareen. Kau jelas-jelas mengatakan akan melakukannya demi uang. Oh Tuhan!"

Kairaf mendesah kecewa. Dan sekali lagi, ekspresi kekecewaan itu seperti buatan. Sareen pun tahu itu.

Ia mengenal Kairaf bukan setahun dua tahun ini. Mereka berteman sejak di bangku SMP, dan Kairaf menyukainya sejak saat itu.

Akan tetapi, Sareen tak membalas perasaan lelaki itu sampai saat ini. Karena ada orang lain, di samping Kairaf yang begitu ia kagumi. Dia menyukai sahabat Kairaf sendiri dan bahkan memberitahukan ketertarikannya itu pada Kairaf.

"Aku mengenalmu lebih dari tujuh tahun, dan aku menyukai kebodohanmu itu. Tetapi aku tak tahu kau bahkan terlalu jujur," kata Kairaf lagi membuat Sareen terdiam.

Dia kemudian menepuk sisi kosong bangku yang ada di sebelahnya. Mengisyaratkan agar Sareen mengambil tempat untuk duduk di sana.

"Setidaknya berpura-puralah kau tak butuh uang. Berpura-pura sedikit tertarik padaku, apakah sesulit itu, bagimu?" Pertanyaan itu terlontar dengan suara santai dari Kairaf. Tetapi wajahnya sedikit merengut berharap Sareen mengerti.

"Kai ... apakah ... apakah aku harus menikah denganmu? Aku dengar ... perjodohan selalu berakhir dengan pernikahan," ungkap Sareen ragu-ragu.

Tentu saja, hal itu dipahami oleh Kairaf. Pria itu menghadapkan tubuhnya pada Sareen. Meneliti benar bagaimana ekspresi Sareen saat ini.

Sebabnya, ia tahu perkataan itu tak mungkin keinginan Sareen. Ia tahu hanya Akram-sahabatnyalah yang disukai oleh Sareen selama tujuh tahun ini. Sama seperti dirinya yang hanya menyukai Sareen selama itu pula.

Ia tahu bagaimana rasanya. Seolah menatap punggung orang yang ia sukai dari belakang. Sedang mereka tak sadar dan malahan berbahagia dengan urusannya sendiri.

Lama menelisik, Kairaf akhirnya menggerakan jemarinya. Mengangkat wajah Sareen agar saat bicara, gadis itu menatap padanya.

"Kalau iya, apakah kau mau menikah denganku? Kau 'kan tak pernah melihatku, selama ini," katanya meminta kepastian.

Pastilah Kairaf tahu bahwa pertanyaannya itu membuat Sareen tertegun. Gadis itu tak menginginkannya. Tak mungkin mau menikahinya. Apalagi--

"Tentu saja. Kalau itu lebih baik, dan membuat ayahku bisa sembuh dari sakitnya, aku ... aku pasti mau."

Tak disangka, Sareen memberi jawaban itu. Membuat Kairaf mengerutkan keningnya. Tetapi jujur, jawaban itu bukannya membuatnya merasa senang, melainkan semakin terluka.

Apakah di mata Sareen, dia adalah lelaki yang seperti itu? Yang akan membeli perasaan seorang wanita dan memaksanya untuk jatuh cinta?

Walaupun terluka lagi dan lagi, Kairaf mencoba menahannya. Ia lalu menghela napas dan menarik Sareen ke dalam pelukannya.

"Aku memang menyukaimu sejauh itu. Tetapi bukan berarti aku harus mendapatkanmu dengan cara apapun, Sareen. Bukankah kau sudah melihat, aku tak pernah memaksamu, bahkan memberimu jalan untuk lebih dekat dengan Akram. Apakah menurutmu, aku sejahat itu sehingga membiarkan ayahmu terbaring di rumah sakit jika kau tak mau menikah denganku?"

Kai memeluk Sareen dan mengusap punggung gadis yang disukainya itu dengan sangat lembut. Berharap dengan demikian, Sareen dapat merasa nyaman.

"Kai ... maaf ...." Sareen melirihkan suaranya. Namun, Kairaf tetap mendengar. Bahkan pria itu semakin melembutkan pelukannya pada Sareen.

"Kau masih saja sebodoh itu," desah Kairaf kemudian.

"Kenapa kita tidak memberi sebuah kesempatan satu sama lain, Sareen? Apakah kau tidak lelah hanya mengejar Akram tanpa dipedulikan?" Kairaf kemudian melepaskan pelukannya pada Sareen. Sebelum akhirnya ia kembali menengadahkan wajah Sareen untuk menatapnya.

Sareen terdiam lagi. Tampak begitu sedih dan terluka ketika mendengar nama Akram. Tetapi mau bagaimana lagi? Dia tak bisa membohongi hatinya bahwa ia hanya bisa menyukai Akram seorang, bahkan tanpa menoleh pada orang lain.

"Ba-bagaimana denganmu?" Terbata, Sareen berusaha mengucapkan pertanyaan itu pada Kairaf.

Sehingga demikian, Kairaf mulai mengulas senyumnya yang teramat lembut. Senyum yang bahkan ia tak tahu kenapa hanya bisa ia perlihatkan pada Sareen.

"Aku?" Dia menunjuk pada dirinya. "Aku sendiri, akan menunggumu. Aku bisa menunggumu selama itu. Aku bisa dalam waktu yang lebih lama lagi," katanya meyakinkan pada Sareen.

"Bukankah sudah pernah kukatakan padamu? Aku adalah rumah. Kalau kau lelah, kau boleh berhenti dan berbalik, maka aku akan selalu di belakangmu sebagai tempatmu berpulang."

Sekali lagi, Kairaf hendak menunjukan perasaannya yang begitu dalam pada Sareen. Dan itu sukses membuat Sareen menjatuhkan air matanya.

"Kai ...." lirihnya tampak cengeng dan begitu manja. Seolah-olah, hanya Kairaflah satu-satunya pegangan baginya.

"Jangan menangis. Aku adalah rumah yang kuat, dirancang dengan bahan-bahan berkualitas. Sehingga dalam waktu lama pun tak ditempati, aku tatap berdiri dengan kokoh. Kau bisa pulang kapan pun kau mau, ketika kau lelah."

Di saat yang sama, Sareen tak bisa manahan diri untuk tak menjatuhkan kepalanya lagi ke dalam rengkuhan dada bidang sang sahabat. Dan tentu saja, Kairaf menyambutnya dengan suka rela. Pria itu memeluk Sareen kembali dengan penuh kehangatan, sebagai seorang teman yang ingin menghibur.

"Sareen. Ayo, kita saling memberi kesempatan satu sama lain!" bisik Kai kemudian dengan riang.

Bersambung ....