Chereads / AKU MILIKMU UNTUK DIJINAKKAN / Chapter 13 - Enough

Chapter 13 - Enough

Edwin baru saja merebahkan dirinya di tempat tidur, ketika grup chat Engine Liners mendadak dihebohkan oleh sebuah link yang mengarahkan pada postingan video berdurasi kurang lebih 41 detik, yang kini sedang memenuhi deret trending di Twitter Indonesia. Apakah itu terkait skandal artis yang terlibat prostitusi online? Bukan.

Ini lebih mencengangkan daripada itu. Nama Rakha Darendra Hardian jadi ramai diperbincangkan publik, berkat aksi heroiknya yang menyelamatkan gadis yang katanya, sedang dilanda depresi berat hingga akan bunuh diri di sebuah pub kenamaan di ibukota. Begitulah kira-kira tagline yang disematkan pewarta pada sebuah portal berita.

"Anjir, lo lagi viral Kha!" Edwin lantas heboh menelepon Rakha pada jam tiga dini hari. Laki-laki berlesung pipi itu mengangkat telepon dengan mata yang luar biasa ngantuk. Rakha bahkan baru bisa tidur setengah jam lalu. Dia baru sampai di apartemen dan jelas belum tahu apa yang dimaksud si Edwin ini. "Kha, anda masih di sana bukan?"

"Hem," sahutnya setengah sadar.

Edwin tidak puas dengan tanggapan tersebut. "Masa jawaban lo cuma hem doang sih? Gue ulang sekali lagi, ya. Lo lagi viral, Kha!"

"Oh..." jawaban Rakha membuat Edwin geram.

"Codot banget, lo. Kagak asik banget diajak ngobrol. Dasar kulkas dua puluh pintu." Edwin meradang. Rasanya tidak nyaman sekali, ketika kau bercerita panjang lebar dengan antusias namun yang diajak berkomunikasi hanya melontarkan reaksi singkat. Terkesan tidak menghargai betapa bahagianya kita. "Udah, ah. Males gue!"

"Emang gue harus ngapain?" Rakha menukar posisi tidurnya jadi setengah duduk, bersandar pada bahu ranjang. "Loncat terus nari hula-hula, begitu? Itu mah elu aja kali, gue mah kagak bisa se-ekspresif Edwin."

"Correct," jawab Edwin beberapa saat kemudian. Menyadari, bahwasanya dia telah over react pada sesuatu yang tidak seharusnya dibanggakan. "Tapi gimana ceritanya, tuh?"

"Soal?"

"Soal anda yang katanya, bisa mencegah tindakan bunuh diri seorang perempuan yang dilanda depresi berat di Diggity..." Lama-lama Edwin gedek sendiri. Rakha itu memang tampan, tapi dalam beberapa kesempatan otaknya kanannya terkadang bereaksi lebih lambat dari yang seharusnya.

"Gua gak yakin begitu konsepnya." Rakha mencoba berpikir jernih. Kenapa semuanya jadi terasa membingungkan? Apakah dia semabuk itu hingga melupakan perihal si gadis gila bernama Magda? Tidak.

Masalahnya jelas bukan terletak pada Magda, melainkan di Tristan.

Mengapa cowok tajir nan rupawan itu tidak disinggung sama sekali, padahal dia adalah biang keladinya. Bertahun-tahun Rakha berlangganan di Diggity, baru kali ini fotonya dapat bocor ke publik.

Sumpah demi kerang ajaib, Rakha menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kalau si Magda itu tidak pernah berniat buat suicide. Tapi dia disuruh oleh Tristan. Iya, begitulah fakta yang tersebar di lapangan. "Rakha, udah nge-bugnya?"

"Gua gak nge-bug!"

"Terus?"

"Cuma lagi mikirin sesuatu," dalihnya. "Oh, iya. Adik lu itu kenal si Tristan sejak kapan?"

"Bentar, gue ingat-ingat dulu..." Edwin memberi jeda beberapa saat. "Kalau gak salah pas semester akhir deh, jaman-jaman Hanna mendekati sidang. Dia sempat bikin satu keluarga geger!"

"Kenapa gitu?" Rakha mendengarkan dengan seksama.

Dari sanalah keganjilan bermula, Hanna katanya sempat hilang tanpa kabar selama satu pekan. Akan tetapi absen di kelas tetap berjalan, orangnya tidak ada. Kemudian pada malam sebelumnya, Hanna katanya pulang sendirian di pelataran kampus.

Dia berdiri di blind spot, di mana kamera pengawas tidak dapat mengintai apapun yang terjadi di malam tersebut. Johnny hampir saja melaporkan yang tidak-tidak,

jika anak gadis semata wayangnya itu tidak rutin menelepon atau sekedar mengirim gambar terkini.

Begitu saja terus. Sampai pada akhirnya Hanna pulang dengan selamat, tanpa kurang suatu apapun dan tiba-tiba diantar oleh seorang pria bernama Tristan.

Tiga bulan setelahnya, barulah mereka memberi tahu bahwa Hanna telah berpacaran dengan Tristan. "Aneh, gak menurut lo?"

"Nggak," Rakha berbohong demi kelangsungan suasana hati seorang Edwin Xavier. "Itu mungkin saja terjadi, selama adik lo merasa nyaman dengan orang itu. Tapi kadang yang awalnya indah, tidak selalu berakhir dengan indah kembali. Karena kehidupan telah mengajarkan demikian..."

Tidak ada jawaban dari Edwin lagi. Membuat Rakha spontan melihat ke dalam layar ponselnya. Satu menit, dua menit, sampai pada menit ketiga—Rakha disambut dengan bunyi ngorok khas orang tidur dari seberang sana. Baiklah, ini saatnya Rakha mencari tahu. Tidak lama muncul sebuah pesan singkat.

Hanna: gak bisa tidur?

Rakha: baru bangun.

Rakha: tumben chat duluan.

Rakha: langsung biru lagi.

Hanna: iya

Rakha: iya apaan?

Tidak ada balasan lagi dari perempuan itu, Rakha iseng mengetik nama Tristan di papan pencarian. Tidak ada informasi khusus yang tertera di sana, selain terhubung secara otomatis ke foto seorang pria paruh baya dan remaja laki-laki yang mirip dengan Tristan; tampan sejak dini.

Bergulir ke artikel di bawah, Rakha menemukan fakta bahwa ayahnya Tristan sedang menjalankan kampanye di desa-desa terpencil. Tidak lain dan tidak bukan, ayahnya tersebut ikut dalam pencalonan presiden di periode mendatang.

Sungguh itu mimpi yang besar, bahkan sangat besar sekali. Jadi akan diwajarkan jika orang-orang itu menggunakan nama Rakha sebagai tameng, agar pergunjingan kasus tentang si Tristan yang membuat onar di Diggity, teralihkan kepada dirinya.

Rakha ikut mengecek tagar yang banyak mencuitkan tentang dirinya. Mungkinkah orang-orang ini adalah bot komputer dan sebagian dibayar oleh oknum tertentu? Kata Gilang, posisi trending Twitter kemungkinan, memang bisa dimanipulasi.

"Lo serius?"

"Serius," jawab Gilang di dalam panggilan video tersebut. "In my opinion, selama lo kagak dirugikan akibat manipulasi ini. Lo gak usah ambil pusing dengan menuntut segala macam hingga ke meja hijau, Rakha."

"Sebentar, ada yang datang!"

"Tamu di jam empat pagi, sumpah lo?" Rakha memberikan satu anggukan, sambil melayangkan pandangannya ke daun pintu yang masih saja ditekan belnya. Mengingat besok adalah hari libur nasional, Rakha berjalan untuk membukanya. "Hati-hati, bro!"

Sosok yang datang tersebut, benar-benar di luar perkiraannya.