Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Mentari Bersinar

Isti_Faisyah
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.6k
Views
Synopsis
Aku sedih dengan keadaan keluarga ku, orang tua ku kerap bertengkar di setiap waktunya. Mereka meributkan hal-hal yang bahkan sepele bagi ku, aku tidak tahan lagi bersama mereka. Berulang kali mencoba pergi, tapi mereka selalu memaksa ku kembali ke rumah itu. Aku memutuskan menikah, berharap bisa bebas dari rumah itu, dan ternyata pernikahan ku memberikan aku kenyataan hidup yang bahkan tak pernah terbayangkan.

Table of contents

Latest Update2
Tak Apa2 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - Prahara

Ketika masih pagi buta, bahkan langit pun masih sedikit gelap, rumah Tania sudah sangat bising dengan pertengkaran kedua orang tuanya.

Setiap hari telinga Tania harus berdengung karena mendengar teriakan dan bentakan dari kedua orang tuanya itu, mereka selalu saja bertengkar di hadapan Tania, entah apa masalahnya tapi Tania merasa muak dengan keadaan itu.

Tania sudah sering kali melarikan diri dari rumah yang bagai neraka itu, tapi orang tuanya selalu saja berhasil membawa Tania kembali.

Mereka sudah sering kali berkata pada Tania dan bahkan berjanji untuk tidak bertengkar lagi, tapi sampai detik ini mereka terus saja seperti itu.

Mereka egois, hanya memikirkan kepuasan hati mereka sendiri, tanpa peduli dengan perasaan Tania yang ada ditengah mereka.

Tania sering menangis sendiri di kamarnya, merasa kecewa dengan dengan kedua orang tuanya.

Tania selalu bermimpi memiliki orang tua, memiliki keluarga yang hangat dan damai di setiap detik kebersamaan mereka.

Sama seperti teman Tania yang lainnya, mereka tampak begitu bahagia dengan keluarganya masing-masing.

"Pergi saja kamu dari rumah ini"

"Kamu saja yang pergi, enak saja aku yang harus pergi, ini rumah aku, hasil kerja keras ku, kamu lupa kamu yang numpang disini"

Tania keluar dari kamarnya, ketika detik pertama matanya terbuka, Tania terbangun dari tidurnya.

Ketika itu Tania harus mendengar pertengakaran itu lagi, Tania berjalan menuruni tangga rumahnya.

Tania terdiam menatap kedua orang tua disana, mereka begitu menunjukan emosinya masing-masing, bagaikan singa lapar yang siap menerkam mangsanya saat itu juga.

Tidak pernah ada kehangatan diantara mereka berdua, dan Tania merasa terabaikan sebagai anak mereka.

Tania merasa tidak pernah dianggap oleh mereka, mereka akan baik pada Tania hanya saat membujuk Tania untuk pulang saja.

Setelah Tania kembali ke rumah, makan keributan itu akan kembali terjadi, dan Tania seperti tak ada artinya lagi.

Andai saja mereka bisa terbuka dan mau menceritakan apa masalahnya, mungkin Tania akan mampu untuk lebih mengerti lagi dengan semuanya.

Tapi ini tidak, mereka menyimpan masalahnya berdua, meski pada akhirnya perasaan Tania yang dikorbankan mereka sama sekali tidak peduli dengan hal itu.

"Berhenti !"

Jerit Tania, dua orang dewasa itu terdiam seketika dan menoleh bersamaan.

Mereka melihat Tania yang berdiri dianak tangga terakhir, wajahnya mulai suram matanya memerah.

Tania menunjukan ketidak sukaannya terhadap apa yang selalu ditunjukan orang tuanya itu, Tania juga ingin hidup tenang bersama orang tuanya.

"Sampai kapan .... sampai kapan kalian akan seperti ini terus, sampai kapan ?"

Bentak Tania, tak ada jawaban, Tania sudah sering bertanya seperti ini.

Tapi sepertinya tingkat kedewasaan orang tuanya itu tidak mamlu untuk menjawab pertangaan Tania, mereka hanya akan diam seperti saat ini.

"Aku benci dengan keadaan ini, aku benci memiliki orang tua yang egois seperti kalian ini, kalian dengar ?"

"Tania"

"Apa .... apa lagi, penjelasan bodoh seperti apa lagi yang akan kalian ucapkan sekarang, ayo jelaskan"

Tak ada jawaban, Tania sedikit tersenyum dengan hal itu.

"Aku bukan anak kecil lagi, aku sudah 20 tahun sekarang, kalian lupa kalau kalian memiliki anak di rumah ini ?"

"Bukan seperti itu"

"Lalu seperti apa, aku bukan lagi anak TK yang bisa kalian bodohi terus menerus, aku juga mulai bisa berfikir sekarang, apa kalian tidak bisa menyadari hal itu ?"

"Tania, mamah cuma ...."

"Cuma apa, cuma berusaha mendapatkan kebahagiaan mamah sendiri, iya kan ?"

"Tidak Tania"

"Lalu apa, mamah sama papah egois, kalian selalu saja seperti ini, apa arti Tania di rumah ini .... apa arti Tania bagi kalian berdua ?"

Ridwan dan Santi saling lirik, mereka mendengar suata Tania yang mulai bergetar.

Mereka tahu kalau Tania menahan tangisnya, dan sebentar lagi air mata itu akan mulai membasahi pipinya.

"Kenapa hanya diam saja, sejak tadi kalian tidak bisa diam sedikit pun, kemana lontaran kemarahan kalian yang sejak tadi aku dengar, kenapa sekarang menghilang begitu saja ?"

Santi berjalan menghampiri Tania, bukan tidak sayang dengan anak ini, tapi Santi memang selalu tidak bisa terima dengan hal-hal yang dilakukan oleh Ridwan suaminya.

Santi selalu merasa dikecewakan oleh sang suami, dan disaat Santi mengungkapkan segala rasa keberatannya, Ridwan justru selalu memarahinya.

Tidak ada sikap penerimaan sedikit pun atas keluh kesah Santi terhadapnya, Ridwan selalu balik memarahi Santi setiap kali Santi berkata banyak hal yang mengkritik Ridwan.

"Maaf Tania"

Santi memeluk putri semata wayangnya itu, Santi mengerti dengan apa yang mungkin dirasakan Tania sekarang.

Tapi Santi juga tidak bisa hanya diam saja dengan perlakuan Ridwan terhadapnya, Santi memang seorang istri yang wajib patuh pada suaminya, tapi Santi juga punya hal untuk mengungkapkan segala yang memang tidak bisa diterimanya.

Santi tidak pernah berniat untuk mengecewakan apa lagi menyakiti putrinya, sama sekali tidak pernah berniat untuk itu.

"Kenapa, mah ?"

Santi hanya menggeleng dan mengecup kepala Tania, tidak ada yang bisa menjadi jawabannya.

Bagi Santi, Tania masih terlalu kecil untuk bisa mengerti dengan semuanya, dan entah kapan Santi akan menyadari kalau Tania memang sudah dewasa.

Tania sudah bisa merasakan dan bisa berkomentar temtang segala hal, dan tentu itu adalah hasil pemikiran dewasanya.

Tapi Santi tidak bisa terima hal itu, Tania tetaplah anak kecil dalam penilaian Santi.

Tania tidak akan bisa mengerti dengan apa yang terjadi antara dirinya dan sang suami, sehingga Santi juga belum berniat untuk menjelaskan semuanya pada Tania.

Hanya kata maaf yang bisa Santi lontarkan pada Tania untuk setiap keadaan seperti ini, tidak ada yang lain karena menurut Santi, Tania tidak akan bisa mengerti meski Santi menjelaskannya panjang lebar.

"Tania tidak ingin sampai membenci kalian, tolong jangan seperti ini, Tania ingin melihat kalian baik-baik terus"

Tania mulai terisak, entah keberapa ratus kali Tania mengatakan kalimat itu.

Tapi tidak pernah mendapat tanggapan apa pun, tidak pernah ada penjelasan untuk setiap pertanyaan Tania, dan untuk setiap ungkapan Tania pun tidak pernah mendapat jawaban pasti.

Ridwan melangkah pergi meninggalkan mereka berdua, Santi yang menyadari hal itu langsung melepas pelukannya dan berlari menyusul Ridwan.

Setelah seperti itu, Tania hanya akan menangis sendirian tanpa kejelasan apa pun.

Tania hanya akan merasakan kekecewaan dan sakit hatinya sendiri, tanpa ada siapa pun yang bisa menenangkannya.

Entah keributan seperti apa yang akan terjadi diluar sana, Tania terduduk dan bersandar dengan tetap menangis.

Keadaan keluarganya terasa sangat buruk dalam fikir Tania, tidak ada kasih sayang di dalamnya, dan Tania membenci semuanya.

Tania selalu menunjukan kasih sayang dan kepeduliannya pada orang tuanya, meski percuma.