"Maksud kamu?"
"Ya gitu deh."
"Ya gitu deh gimana. Yang jelas dong!" Indah memekik.
"Aduh Kak, apaan sih?" desis Bela. Ia pun tahu ada sesuatu yang tidak beres.
Leo tersenyum, melirik Vian. Bela menatap kakaknya dan kedua lelaki itu bergantian. Sebenarnya, apa yang sedang terjadi. Kasihan juga Kakak. Sepertinya, selama ini, ia tidak diperlukan dengan baik oleh teman-temannya. Bagaimana ini. Aku harus menolongnya. Tapi, gimana caranya? Berbagai pikiran melintas dalam benak Bela.
"Ok, ok. Biar jelas, kamu jangan pulang dulu sebelum pesta ini selesai ya," ujar Vian.
"Tapi, apa tadi maksudnya taruhan?" tanya Indah menyelidik.
"Iya itu makanya, tunggu sampai pesta ini selesai ya." Kata Vian, tetap dengan senyum manisnya yang membuat Indah sulit berkata-kata.
"Kita ke sana dulu ya. Ayo Vi," ujar Leo.
Indah menelan ludah, tak mengerti dengan sikap kedua lelaki yang sebenarnya sama-sama masih ia sukai itu.
"Kak. Ada apa sih?" tanya Bela.
Indah menggeleng, "Nggak ada apa-apa kok. Kakak cuma butuh penjelasan dari mereka berdua," kata Indah.
"Penjelasan? Penjelasan gimana?"
"Udah ah, kamu nggak tahu apa-apa."
*****
"Gila. Aku benar-benar nggak nyangka. Jika ternyata, adiknya Indah itu cantik juga ya," kata Leo, saat mereka sudah berkumpul di dekat kolam renang, menemui anggota geng mereka yang lain.
"Lah. Indah datang juga?" tanya Xinan.
"Iya dong. Kan di tamu spesial kita malam ini," ujar Vian.
Wahyu terkekeh, "Terus kalian mau party sama anak itu. Kamu masih kurang Vian, kalau aku, males deh. Mending buat kalian aja. Bebas!"
"Kelihatannya kamu trauma banget deh Yu," ujar Kevin sambil tertawa.
"Eh, sebenarnya, kalau kakaknya sih emang jelek. Tapi coba lihat itu adiknya. Cantik nggak sih," kata Leo, sambil menunjuk ke arah Bela.
Merekapun mengamati gadis itu. Terlihat masih bingung dan nerves. Apalagi, sepertinya ia gadis polos.
"Gimana. Ok nggak?" tanya Leo.
"Eh, tapi cewek-cewek yang lain udah pada nungguin tuh," kata Xinan, menunjuk ke arah beberapa cewek seksi yang sedang merokok, sambil tertawa-tawa. Baju yang digunakan juga
sangat seksi dan terbuka.
"Ala tapi cewek-cewek itu mah udah biasa. Malah makin bosan kalau sama mereka," kata Wahyu.
"Mana bau rokok lagi."
"Ya udah, terus gimana nih."
"Makanya, kita coba tuh si Bela. Udah cantik, dibungkus rapi, dah gitu pasti masih polos. Hahaha ...," kata Leo sambil tertawa keras, hingga membuat anak-anak di sekeliling mereka menatapnya.
"Eh, bisa nggak sih nggak keras-keras gitu. Mereka bisa curiga tahu nggak!" sungut Xinan.
Leo menutup mulut, "Ya maaf."
"Ya udah, nggak ada salahnya kita coba," kata Vian.
"Kalau aku, Ok sih. Gimana yang lain?" tanya Wahyu.
"Ok juga deh."
"Yes. Nah, gitu dong," seru Leo semangat.
*****
"Kak, pulang aja yuk," kata Bela.
"Iya Bel, sebentar ya."
"Kakak nggak punya teman gitu?" tanya Bela heran, karena dari tadi kakaknya ini tidak ada yang menyapa, bahkan mendekat.
"Kamu sendiri gimana di pondok, punya temen?" tanya Indah, menatap adiknya itu dengan tajam.
Bela menggeleng.
"Yah, beginilah nasib jadi orang miskin. Jadi kamu sabar aja."
"Terus ngapain kita di sini?"
"Itu ada banyak makanan dan minuman. Kamu bisa ambil apa aja yang kamu suka."
"Nggak ah. Males, situasinya nggak enak. Jadi nggak nafsu makan," gerutu Bela. Padahal, ia ingin sekali mencicipi salah satu minuman yang sedang viral itu. Yang ternyata, harganya sangat mahal.
"Ya udah, kita tunggu lima belas menit lagi ya."
"Emangnya Kakak nunggu apaan sih?"
"Kan Kakak udah bilang tadi. Kakak nunggu penjelasan."
"Penjelasan apa?" Bela mengerutkan keningnya.
"Ya, penjelasan dari Vian dan teman-temannya lah."
"Oh gitu. Emang penjelasan apaan?"
Indah mengambil nafas panjang, "Sudahlah, ntar aja ya Kakak jelasin."
"Tuh kan. Jadi Kakak nunggu penjelasan dari mereka dan aku nunggu penjelasan dari Kakak gitu. Ribet amat."
"Udahlah, hidup memang ribet kan."
"Eh Kak, itu mereka," Bela menunjuk Vian dan teman-temannya sedang naik berdiri di depan microphone. Membuat semua yang hadir bertepuk tangan. Suasana, menjadi semakin meriah.
"Ok everybody, selamat menikmati malam ini dengan santai ya. Nggak usah sungkan-sungkan, nggak usah malu. Habiskan aja semua makanannya nggak masalah kok."
Semua tertawa mendengar kelakar Vian. Dan Indah memandang Vian dengan sejuta perasaan yang berbunga-bunga. Ia bahagia sekali. Entah kenapa.
"Kakak suka ya, sama anak itu," bisik Bela.
"Shuut. Apaan sih?"
"Cie, ternyata, meskipun nggak punya teman, kakak hebat juga ya. Bisa punya mantan pacar dan gebetan nih."
"Aduh, udah deh Bel. Bisa nggak sih kamu diem dulu."
Bela sewot, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Semakin bosan dengan acara ini.
"Di usiaku yang udah tujuh belas tahun ini, aku berharap ....," Vian masih melanjutkan pidatonya saat dua gadis menghampiri Bela.
"Hai, sepertinya kamu bukan anak tunas bangsa ya."
"Eh, i ... iya Mbak. Aku, adiknya Mbak Indah nih," Bela menyikut kakaknya yang sedang asyik memandang Vian. Entahlah, bagi Indah, bayangan malam itu, malam saat dirinya dan Vian bertemu di depan rumah, saat Vian tak begitu sadar dan setengah tertidur, dengan ketampanan yang ia bisa menikmati sepuasnya, menari-nari di bayangan pikiran Indah.
"Eh, biasa, Kakakku, suka sama cowok itu, jadi, suka ngelamun. Tuh lihat!"
"Eh, aku Karin. Kamu siapa?" kata Karin sambil mengulurkan tangannya.
Dengan senang hati Bela menyambut uluran tangan itu, "Bela."
"Sinta."
"Bela," katanya, sambil lega akhirnya ada yang mengajaknya kenalan.
"Eh, kayaknya Kakakmu nggak bisa diganggu tuh. Mending kita ke sana yuk, ambil minuman. Kamu pasti haus kan."
"Eh, iya juga sih, Kak, ambil minum yuk," Bela menyikut kakaknya.
"Eh, apa sih?" Indah terkejut.
"Ya udah, kamu ambilin aja," seru Karin.
"Eh, ya udah Kakak di sini aja, aku ambilin minum ya."
Indah heran. Kenapa Sinta dan Karin akrab sama adiknya. Bukankah seharusnya yang akrab itu dirinya, mengingat mereka adalah temannya satu kelas. Indah mengambil nafas panjang, mengutuki kebodohannya, sambil melihat ketiga gadis itu berlalu mengambil minum tak jauh dari tempatnya.
"Permisi, ada pengumuman sebentar," kata Vian, membuat Bela mengalihkan perhatiannya.
"Eh, kita minum di sana dulu yuk," ujar Sinta saat mereka sudah mengambil minum.
"Tapi, aku mau ngasihkan ini ke Kakak," Bela sudah mengambil dua gelas.
"Ya udah, kita minum di sana dulu. Habis itu kita ambilkan minum Kakakmu ya," kata Sinta.
"Memangnya kita mau kemana?" tanya Bela penasaran.
"Ayo dah, ke sana sebentar," Sinta menarik Bela.
"Jadi, sebenarnya, kita geng keren, nggak pernah suka sama Indah," kata Vian masih di depan microphone.
Deg!