Indah menahan nafas. Kepalanya pusing. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja didengar. Dan semuanya terasa begitu buruk. Apa maksudnya taruhan. Apa selama ini, mereka hanya main-main dan menipunya saja. Pikirnya dalam hati.
"Jadi, sebenarnya kita cuma taruhan aja," kata Vian.
Deg!
"Huuuu ...."
Vian menatap Indah lekat-lekat.
"Jadi Indah, aku, Wahyu, Xinan, Leo, dan Kevin ini tidak pernah serius kagum sama kamu."
Deg! Indah merasa darahnya berhenti mengalir.
"Apalagi suka sama kamu. Atau, berniat menjadikan selingkuhan."
"Hahaha ...."
"Jadi itu alasannya?" tanya Jeny panik. Ia benar-benar tak menyangka Vian dan kawan-kawannya tega melakukan hal itu.
"Iyalah. Masak ya iya dong," cetus Leo.
"Kenapa kalian lakukan itu? Nggak kasihan apa?" tanya Maria.
"Benar-benar deh."
Indah bahkan tidak menyadari bahwa semua orang di sekelilingnya sedang menertawakannya. Dan perkataan Jeny serta teman-temannya itu hanyalah omong kosong. Mereka pasti senang aku dikerjain begini. Bisik Indah dalam hati. Ia benar-benar malu dan tak tahu harus berbuat apa. Ingin sekali pergi dari kenyataan buruk ini. Dan ia lebih benci karena sadar bahwa tak ada hal apapun yang bisa dilakukan untuk membelanya.
"Jadi, kami mohon maaf ya, sebenarnya kita cuma taruhan aja kok.
"Huuu ...."
"Kamu memaafkan kami kan," kata Vian.
"Eh, kok kalian malah minta maaf sih. Nggak kasihan apa?" ledek Jeny. Ia benar-benar lega ternyata mereka cuma sandiwara. Lagipula, anak cupu seperti Indah sangat tidak mungkin jika disukai banyak cowok seperti ini. Jeny tertawa puas.
Indah sulit menelan ludah. Mendadak, bahkan ia merasakan tenggorokannya sakit.
"Kami berharap, kamu memaafkan kami."
Indah tercekat. Maria dan Jeny lega. Ternyata, Wahyu dan Xinan cuma taruhan.
"So, itu cuma sandiwara aja gitu," tukas Jeny.
"Iya Beb. Akhirnya, keheranan kita selama ini terjawab sudah. Kenapa mereka semua bisa suka sama Indah," cetus Maria.
"Ternyata cuma sandiwara. Hahaha ...." Geng cantik tertawa keras. Membuat sekeliling menatapnya.
"Eh, kok kalian tega sih kayak gitu?" tanya Maria.
"Iya, nggak boleh tahu," kata Jeny.
"Kan kasian Indahnya. Udah seneng banget disukai banyak cowok. Tahunya, cuma sandiwara. Hahahah ....
Dan Indah bahkan tak sadar bahwa air matanya menetes. Ingin sekali ia beranjak dari tempat terkutuk ini tapi tidak bisa. Entahlah. Bumi seakan membuat kakinya membatu. Ia ingin sekali segera terlepas dari semua siksaan terkutuk ini. Dan ini sungguh sangat menyiksanya. Lagipula, ia juga menyesal. Kenapa begitu percaya pada dunia ini.
"Baiklah, baiklah. Lanjutkan pestanya ya," teriak Vian, disambut senyum anggota geng keren.
"Kayaknya pesta ini bakal semain seru ya," kata Leo.
"Iya dong," seru Xinan.
"Eh Indah, daripada lu berdiri di situ, sini ikut gue. Kita ke sana yuk. Clubbing," seru Wahyu.
"Hahahha ...."
Anak-anak pun bersorak. Mereka segera melanjutkan pestanya. Entahlah, ada rasa kepuasan tersendiri jika ada teman yang tersakiti. Apalagi jika anaknya itu culun dan cupu seperti Indah. Bukankah mereka anak-anak culun memang tidak pantas hidup di sini. Mereka seperti tak punya hak untuk hidup dan hanya membuat sesak dunia saja. Itulah kenapa, mereka harus menerima akibatnya.
"Hu, makanya jadi anak jangan sok," kata Alisa.
"Eh, asal kamu tahu ya. Anak-anak aja nggak ada yang mau temenan sama kamu. Kok tiba-tiba banyak yang suka sama kamu. Bukankah itu nggak mungkin." Kata Bariza, sambil mendekati Indah yang masih mematung.
"Kalau aku jadi kamu, malu banget dong, mending keluar aja, hahaha."
Segerombolan anak-anak mulai mendekati Indah. Menghujaninya dengan makian dan hinaan yang kasar.
"Iya dong. Seharusnya kamu curiga. Emang, kamu nggak curiga sama sekali?" tanya Chlara
"Masak, ngomong aja gak bisa tapi disukai banyak cowok. Bukankah itu aneh."
"Iya, lagian kamu kan nggak punya teman, cupu lagi."
"Eh, makanya jadi anak jangan terlalu pendiem gitu deh. Dipermainkan kan akhirnya."
Indah merasa dadanya sesak. Ia tak tahu lagi harus bagaimana. Tapi, amarahnya sudah naik di ubun-ubun. Susah payah ia mengatur nafas.
"Hai Indah, kamu kenapa?" Vian dengan senyum manisnya menghampiri Indah. Membuat kerumunan itu terbuka.
"Ja ... jadi ...," Indah tak sanggup membuka mulut.
"Kalian bubar ya. Biar aku bicara sama dia."
"Eh, Vian. Lu nggak kasihan apa sama dia. Minta maaf dong!" seru Alisa.
"Iya makanya kalian bubar," kata Vian.
"Tanggung jawab luh Vi. Tuh anaknya mau nangis."
"Iya nih. Cewek cantik-catik dibodohi gitu."
"Lah iya. Kok nggak ada rasa perikemanusiaannya sama sekali."
"Iya nih, Hahaha ...."
Anak-anak mulai menertawakannya. Dan Indah tak tahan lagi.
"Udah-udah kalian bubar sana!" seru Vian.
Kerumunan itu pun bubar. Vian mulai mendekati Indah yang masih mematung dengan tatapannya yang tajam.
"Jadi gimana?"
"Apa maksudnya semua ini Vian?"
"Kamu tanya apa maksudnya semua ini? Baiklah, aku jelaskan lagi ya."
Indah tercekat, berharap berbagai pikiran buruk yang mulai melintas di kepala hanya mimpi.
"Jadi, aku dan anggota geng keren yang lain membuat sebuah taruhan. Kami harus berlomba untuk bisa tidur dengan kamu, dan siapa yang berhasil maka akan mendapatkan uang seratus juta."
Deg!
"Maksudnya?" Indah masih tak percaya dan ia semakin yakin bahwa ini hanyalah mimpi belaka.
"Indah, aku harus jelaskan seperti apa lagi. Ya kita cuma taruhan. Dan pemenangnya tuh aku. Makanya aku dapat uang banyak di tas itu. Sekarang kembalikan!" Vian menatap Indah tajam. Sebenarnya, terbesit perasaan iba pada gadis itu. Tapi, segera ditepisnya.
"Jadi, kalian ngejar-ngejar aku, cuma untuk ngedapetin uang itu?"
"Ya, begitulah," Vian mengangguk.
"Jadi, Leo ...."
"Leo cuma ngebohongin kamu."
Deg! Leo yang merupakan cinta dan pacar pertama aku. Pikir Indah dalam hati.
"Xinan, juga bohong?"
"Kamu kan tahu dia BTS sekolah. Yang ngejar-ngejar dia banyak. Masak suka sama kamu. Aneh kan."
Deg! Xinan yang pernah mengajaknya nonton film gak jelas itu, dan bahkan .... Sontak Indah mendorong Vian.
"Jahat kalian!"
Deg!
Jadi, maksud dari kata tidur itu apa? Vian bilang ia yang berhasil. Dan memang ia sudah tidur dengan Vian. Tapi, apakah Vian juga melakukannya? Di saat ia tidak sadar. Desis Indah dalam hati.
"Kamu jahat!" Dengan kalap Indah memukuli Vian. Membuat anak-anak memperhatikannya.
"Eh, lepas! Ngapain kamu mukulin aku?" Sorot mata Vian yang marah, menatap Indah yang mulai berlinang air mata. Ia memegang tangan Indah dengan erat.
"Kamu yang seharusnya lepasin aku Vi!" ujar Indah di tengah isak tangisnya.
Ia benar-benar tak bisa berpikir apa-apa lagi. Jadi, semua perhatian Wahyu, itu juga semu. Begitu juga Kevin. Dan laki-laki busuk di hadapannya ini.
"Dan urusan kita belum selesai. Uang itu, seratus juta, tolong kembalikan!" bisik Vian.
Deg!