Chereads / sih jampang robinhood betawi / Chapter 2 - 2.perdebatan jampang

Chapter 2 - 2.perdebatan jampang

Pada suatu ketika, putra Jampang kembali ke rumah dengan semua pakaiannya.

"Hai, Tong ! [1] Mengapa kamu membawa pulang semua pakaianmu? " tanya Jampang pada anaknya.

" Aye [2] tidak mau mengaji lagi, Be [3] ," jawab anak itu, " Aye sangat malu."

"Kamu malu, Tong ?" tanya sang ayah.

"Bukankah Babe dari Banten? Biasanya orang Banten adalah orang yang alim. Tapi, kenapa Babe malah suka merampok? Semua orang di sekolah asrama membicarakan Babe . Saya malu," kata anak itu dengan perasaan kecewa.

"Hai, Tong . Anda tidak perlu menasihati Babe seperti itu . Katakan saja apa yang Anda inginkan, "kata Jampang.

Putra Jampang hanya menggelengkan kepalanya dan berkata kepada ayahnya.

"Pokoknya aye nggak mau mengaji lagi," kata putra Jampang itu.

"Sial, kamu Tong . Dia biasa memberi nasihat seperti kyai, tapi sekarang dia bahkan tidak mau mengaji lagi. Kamu ingin menjadi apa? Mau jadi perampok seperti ayah?" tanya sang ayah.

Anak laki-laki itu menggelengkan kepalanya lagi. Ia sangat kecewa dengan sikap ayahnya.

"Jadi, apa yang kamu inginkan, Tong ? Mau menikah?" desak sang ayah yang mulai kesal.

"Tidak, Jadilah. Hanya bayi yang menikah yang tidak boleh kesepian lagi, "kata anak itu.

Mendengar perkataan anaknya, Jampang tertawa terbahak-bahak.

"Oh, apakah kamu ingin ibu lain?" kata sang ayah, "Baiklah, kalau begitu. Sayang akan menemukanmu ibu baru. "

Anak itu hanya terdiam. Sementara itu, Jampang langsung teringat seorang janda bernama Mayangsari yang memiliki anak bernama Abdih. Janda itu adalah mantan istri Sarba, sahabatnya sejak kecil saat masih tinggal di Banten.

Suatu hari, Jampang mengunjungi rumah janda tersebut. Ciput, asisten Mayangsari, takut melihat kedatangan Jampang yang terkenal sebagai perampok.

"Ah, jangan-jangan Jampang mau merampok rumah ini," pikirnya.

Ciput pun terlihat gugup saat menyambut kedatangan Jampang.

"Bu… maafkan saya, Pak Jampang. Apa yang kamu lakukan di sini? " tanya Ciput.

"Aku di sini untuk menemui tuanmu," jawab si Jampang. "Disana?"

"Nah, Pak," jawab Ciput, "Silakan duduk dulu, saya akan telepon."

Tak lama kemudian, Mayangsari keluar menemui Jampang. Dia kemudian menceritakan tentang penyebab kematian suaminya.

"Sebelumnya kami berziarah ke makam di Gunung Kepuh Batu. Di sana, Bang Sarba bersumpah akan menyumbangkan sepasang kerbau untuk makam jika dikaruniai anak. Namun, setelah kami memiliki seorang putra bernama Abdih, Bang Sarba lupa akan sumpahnya. Orang bilang itu penyebab meninggalnya Bang Sarba," kata Mayangsari.

" Aye jadi bingung karena Abdih sekolah di Bandung dan butuh banyak uang. Padahal, Aye sendiri hanyalah seorang ibu rumah tangga. Untung Bang Sarba meninggalkan sedikit warisan yang bisa membantu biaya sekolah Abdih," lanjutnya.

"Kamu tidak perlu bingung memikirkan Abdih. Ya nanti urus ," kata Jampang.

"Maksud kamu apa?" tanya Mayangsari.

Jampang tersenyum dan menjelaskan artinya kepada Mayangsari.

"Lihat, Mayang. Anda seorang janda , sedangkan aye adalah seorang duda. Akan lebih baik jika kita menikah saja," kata si Jampang.

Mendengar kata itu, Mayangsari menjadi tersinggung karena mengetahui sifat dan perilaku Jampang. Dia menolak menikah dengan perampok.

"Hai, Jampang. Jika Anda ingin menikah, menikahlah dengan orang lain! " Mayangsari berkata, " Ya , lebih baik menjadi janda daripada menikah dengan perampok."

Mendengar kata itu, Jampang sangat malu. Dia bergegas pergi dari rumah. Namun, dalam hatinya dia mengatakan bahwa dia masih bertekad untuk menikahi janda itu. Pada saat yang sama, dia langsung pergi ke rumah Sarpin, keponakannya yang sering diajak merampok bersamanya.

"Pin, aku butuh dukun ," kata Jampang.

"Untuk apa, Mang [4] ?" tanya Sarpin bingung.

Si Jampang pun menceritakan apa yang baru saja dialaminya di rumah Mayangsari.

" Aye harus menikahinya, Pin. Untuk itu, aye butuh dukun untuk meluluhkan hatinya," kata si Jampang.

"Oh, aku kenal dukun yang sakti, Mang . Namanya Pak Dul dari Kampung Gabus," kata Sarpin.

Hari itu juga, Jampang didampingi Sarpin berangkat ke Kampung Gabus. Sesampainya di rumah Pak Dul, ia menyampaikan niatnya.

"Pak Dul, tolong . Aye minta santet biar mayangsari tergila-gila aye ," tanya Jampang sambil memberikan hadiah kepada Pak Dul.

Sang dukun kemudian memberikan ilmu santet kepada Jampang.

Mayangsari pun tergila-gila dengan keajaiban Jampang. Ia sering tertawa dan menyebut nama Jampang. Abdih yang baru pulang dari Bandung sangat terkejut melihat kelakuan ibunya.

"Kenapa kamu seperti ini, Put?" tanya Abdih pada asistennya.

"Mungkin karena Jampang. Dulu dia datang ke sini untuk melamar, tapi ditolak," jawab Ciput.

"Wah, benar sekali. Ini pasti pernah dimanfaatkan oleh Jampang. Lihat saja, ibuku selalu memanggil namanya," tambah Abdih.

Abdih sedih melihat kondisi ibunya. Dia segera mencari informasi tentang seorang dukun yang bisa menyembuhkan ibunya.

Akhirnya, Abdih menemukan Pak Dul dari Kampung Gabus. Tanpa berpikir panjang, ia langsung pergi ke rumah dukun untuk meminta bantuan.

Dukun pun menyetujui permintaan Abdih. Karena dia sendiri yang membuat mantranya, makan dia bisa menghilangkannya dengan mudah. Saat itu, Mayangsari pulih dan tidak ingat lagi Jampang.