"Iya, Baby!" sahut Claira seraya mencium pipi kanan-kiri laki-laki itu. "Aku datang bersama Andrea,"
Orang yang di sebutkan namanya hanya tersenyum. Andrea—Gadis bermata biru itu sesekali mencuri pandang laki-laki yang sempat memberikannya tatapan datar padanya.
Laki-laki itu bernama Andrew Valter. Di usianya yang sudah 26 tahun, ia berhasil menjadi komandan pasukan khusus negara Prancis. Kehebatannya sudah buka rahasia umum lagi. Ia juga memiliki tampannya yang bak pangeran dan tubuhnya terbentuk sempurna dengan otot-otot kekar. Hidup dengan bergelimang harta. Tentu para perempuan di buat tergila-gila akan dirinya. Andrew begitu sempurna di mata mereka tapi sulit untuk di dekati. Bukan karena sifatnya dingin, melainkan ia sulit untuk mempercayai orang.
Masa lalu yang membuatnya menjadi seperti itu. Pengkhianatan mamanya yang membuat papanya meninggal, berbekas di pikirannya sampai sekarang. Hingga sulit untuknya percaya pada orang, terutama perempuan. Selain itu, Andrew juga memiliki sifat mendominasi sesuai keadaan. Orang lain tidak akan pernah bisa menduga sifatnya. Siapa pun yang ingin mencari masalah dengannya harus berpikir berkali-kali.
***
"Tidak heran kamu membawa Andrea kemari, Baby! Ada komandan tercintanya di sini," ucap laki-laki yang baru saja di cium Claira.
Nicholas—Nama dari pacar Claira. Usia mereka terpaut 5 tahun. Nicho sendiri memiliki ketampanan di rata-rata dan postur tubuhnya yang terbentuk sempurna. Ia juga di kenal dengan sifat humorisnya, pekerja keras dan gila akan wanita. Selama beberapa tahun ini, ia juga seorang komandan, sama seperti Andrew. Bertemu dengan Claira merubah sifatnya. Ia bukan Nicho si gila wanita lagi. Nicho yang sekarang hanya menggilai satu wanita—Yaitu Claira.
"Jangan begitu, Baby! Nanti Andrea malu," celetuk Claira seraya mendudukkan dirinya di samping Nicho.
Ucapan Nicho benar, Andrew adalah laki-laki tercinta Andrea. Sejak pertemuan tanpa sengaja dengan Andrew, Andrea jatuh cinta padanya. Kemudian bertekad mendapatkan cintanya dengan mengejar sang komandan khusus itu. Biasanya dalam hal asmara, perempuan di kejar bukan mengejar. Sayangnya hal itu tidak berlaku untuknya. Ia bahkan sampai rela menurunkan harga dirinya hanya untuk mengejar Andrew. Alasannya hanya satu, yaitu perasaan Cinta.
Sebegitu besar cintanya pada Andrew tapi yang di dapatkannya hanya hinaan dan penolakan darinya. Namun semua itu tidak membuat Andrea menyerah akan cintanya sampai sekarang.
"Andrea duduklah!" sambungnya menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya.
Andrea tidak membalas. Ia langsung duduk di sana. Senyuman manis di perlihatkannya pada Andrew tapi laki-laki bergelar komandan itu, tampak acuh tak acuh padanya.
"Ada acara apa malam ini?" tanya Andrea basa-basi, memulai pembicaraan.
"Tidak ada acara apa-apa. Cuma berkumpul biasa saja," jawab Nicho tersenyum.
"Em begitu ya?"
"Iya, Andrea! Lebih baik kita mengumpul seperti ini. Daripada berdiam diri di kamar," timpal Claira bersandar manja di pundak Nicho. "Benarkan, Baby?"
"Apa yang di katakan Claira benar. Berkumpul seperti ini lebih baik dan menyenangkan," sahut Nicho membenarkan.
"Oh," Andrea ber-Oh ria. Namun sejujurnya hatinya sangat senang sebab bisa bertemu Andrew—Komandan hatinya.
"Hei Andrew, kenapa kau diam saja!?" sikut Nicho pada Andrew.
"Aku harus berkata apa?" tanya Andrew datar.
"Ck kau ini—Sudahlah," Nicho berdecak pelan. "Ayo bersulang untuk malam ini,"
Nicho mengangkat gelasnya yang berisi minuman soda tanpa alkohol.
"Yeah bersulang!" sorak Claira begitu senang mengangkat gelasnya.
Andrew tidak berucap lagi tapi juga ikut mengangkat gelasnya. Sedangkan Andrea masih terdiam. Ia belum pernah bersulang seperti itu.
"Andrea, angkat gelas lo!" titah Claira seraya memaksakan Andrea untuk mengambil gelas berisi minuman.
"Baiklah," balas Andrea pasrah, tangannya mengangkat gelas tadi.
"Bersulang!" Claira dan Nicho berucap bersama. Beda halnya dengan Andrea dan Andrew yang tidak bersuara.
Ting
Setelah bersulang, mereka berempat meminum minuman yang ada di dalam gelas itu. Mereka meminumnya sampai habis.
"Aku mau ke toilet dulu!" Andrew meletakkan gelasnya dan beranjak berdiri.
"Ya pergilah!" seru Nicho menatap sekilas sahabat seperjuangannya itu.
Andrew berjalan pergi, meninggalkan meja itu. Kepergiannya tidak luput dari mata biru milik Andrea.
"Udah susul sana! Jangan cuma di liatin doang," Claira mendorong pelan sahabatnya itu, hingga hampir jatuh terduduk di lantai.
"Biasa aja dong. Gak perlu dorong-dorong," celetuk Andrea sesudah beranjak berdiri.
"Sudahlah Andrea, tidak perlu membahas itu! Sebaiknya kau pergi menyusulnya. Ini kesempatan untukmu," ucap Nicho sebelum Claira menyahut.
Andrea berpikir ucapan Nicho benar. Ia bergegas menyusul Andrew dan menggunakan kesempatan ini.
"Menurutmu bagaimana akhir dari perjuangan Andrea, Baby?" Nicho bertanya seraya membelai lembut kepala pacarnya itu.
"Aku tidak tahu, Baby. Di lihat dari kerasnya penolakan sahabatmu itu, Andrea sulit untuk mengejarnya. Namun aku yakin, sahabatku itu tidak akan berhenti berusaha. Ia gadis yang pantang menyerah," jawab Claira bernada yakin.
"Aku juga melihat itu. Hmmm tapi mari kita lihat nanti, Baby!" balas Nicho berdehem ringan.
"Iya," singkat Claira mengangguk.
Sementara itu di area bar yang lain, Andrew sudah masuk ke dalam toilet. Andrea menunggunya di luar. Mana mungkin juga ia masuk ke toilet laki-laki. Tidak berselang beberapa menit, sang komandan hatinya—Andrew sudah keluar dari toilet. Matanya sempat menatap datar ke arah Andrea, sebelum berniat pergi dari sana.
"Tunggu!" cegah Andrea menghalangi langkah Andrew.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Andrew dingin.
"Aku ingin mengajakmu makan siang bersama besok," jawab Andrea hangat. Senyuman manisnya mengembang di bibirnya.
"Saya tidak bisa," Andrew menolak mentah-mentah dan segera berjalan melewati Andrea.
Andrea tidak menyerah. Ia langsung mengikuti laki-laki bertubuh kekar itu. "Kenapa? Aku hanya mengajakmu makan siang bersama di apartemenku. Bukan memintamu untuk menerima cintaku saat ini,"
"Saya sibuk," sahut Andrew tanpa berbalik badan. Ia biarkan gadis bermata biru itu mengikutinya.
"Tidak bisakah kamu menerima ajakanku?" Andrea berusaha menyeimbangi langkah besar Andrew tapi tidak bisa.
"Tidak,"
Seperti itulah Andrew terhadap Andrea selama ini. Penolakan demi penolakan di berikannya agar gadis bermata biru itu berhenti mengharapkannya dan berhenti mengejarnya.
"Kenapa? Kamu takut jatuh cinta padaku ya? Kata orang dari mulut bisa turun ke hati. Siapa tahu masakanku bisa membuatmu jatuh cinta," goda Andrea, berhasil membuat Andrew menghentikan langkahnya.
Andrew menoleh ke Andrea, tatapannya tajam. "Itu tidak akan terjadi!"
Kemudian Andrew memalingkan wajahnya dan lanjut berjalan.
"Kita tidak akan tahu, sebelum mencobanya. Terimalah ajakanku ini dulu, jika kamu yakin tidak akan jatuh cinta padaku!" tidak—Andrea tidak akan menyerah untuk membuat Andrew menerima ajakannya.
"Saya sudah berkata tidak. Berarti tidak!" tukas Andrew mempertegas kembali penolakannya.
"Apa aku perlu naik ke atas ranjangmu agar bisa membuatmu tidak menolakku? Kalau itu di perlukan, aku pasti melakukannya." entah apa yang di pikirkannya, Andrea mengucapkan itu secara spontan.
"Heh ternyata kamu sama saja. Gadis Murahan!" hina Andrew tanpa ragu. Bahkan ia tidak segan menatap rendah Andrea.